SEMUA BERAWAL DARI... (kata itu diberi nama CINTA)

DIsarankan ...

aaaku. Powered by Blogger.

PROLOG

Tri Sulistyo Sebelumnya aku sampekan maap se-gede2-nya, kalo mungkin aja tulisan ato postingan banyak dari copas punya senior2 dan aku lupa ambilnya. Hingga gak aku cantumin sumbernya. Cuman satu yang aku yakinin bila bila senior semua ikhlas...

Jangan Tertipu Cuci Salju

Bahaya Zat Berbusa
Nah, salah satu pelajaran yang bisa saya ambil adalah ketika teman yang ahli mengecat mobil selama bertahun-tahun memberikan peringatan tentang efek cuci mobil dengan zat berbusa, baik sabun, shampoo maupun lainnya. Pokoknya yang berbusa. Kebetulan saat itu memang sedang melintas tempat cucian mobil yang masih buka.
Dia mengatakan kalau mobil sering dicuci dengan bahan berbusa seperti itu maka cat mobil maupun sepeda motor akan cepat rusak dan mudah pecah-pecah. Zat kilap juga akan luntur. Walaupun untuk sementera kelihatan bersih, namun itu tidak lama. Indikasi itu bisa dilihat dari spedo meter motor yang sering pecah-pecah.
Dia kemudian membandingkan dua kendaraan yang baru beli dari dealer, yang satu sering dicuci dengan zat berbusa, sedangkan yang satunya hanya dengan air biasa. Dalam waktu satu tahun, warna mobil yang satu sudah tidak sekinclong mobil yang dicuci dengan air tanpa busa.
Untuk lebih lengkap, ini dia tipsnya;
1. Cucilah mobil atau motor dengan air biasa, kecuali jika sangat kotor.
2. Ketika masuk cucian mobil, mintalah yang disabun bagian bodi bawah mobil saja.
3. Jangan mencuci mobil dengan sabun di bawah panas terik matahari.

Jangan Terkecoh Cuci Salju
Jika Anda membaca kata salju, yang terpikirkan pertama kali adalah suatu benda berwarna putih dan dingin menyejukkan. Maka, pertama kali mencuci mobil dengan salju, tentu saja saya ingin mobil menjadi dingin. Hehe…
Nah ternyata, pada hakikatnya cuci salju adalah pencucian sebagaimana biasa yang berbahan zat berbusa. Hanya saja lebih mengutamakan busa dari inti sabun atau shampo itu sendiri. Jadi, jangan terkecoh istilah salju saudara-saudara…hehe…
Semoga tips ini bermanfaat bagi Anda semua.

Salam Cinta Indonesia.

Sumber : http://teknologi.kompasiana.com/

JAYABAYA

RAJA KEDIRI

Maharaja Jayabhaya adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa. Pemerintahan Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan Kadiri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135), prasasti Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta Kakawin Bharatayuddha (1157).


Pintu Gerbang Petilasan Jayabaya
Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kadiri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang melawan Janggala. Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kadiri.

Kemenangan Jayabhaya atas Janggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin Bharatayuddha yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh tahun 1157. Nama besar Jayabhaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa, sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Joyoboyo.
Contoh naskah yang menyinggung tentang Prabu Joyoboyo adalah Babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa. Dikisahkan Joyoboyo adalah titisan Wisnu. Negaranya bernama Widarba yang beribu kota di Mamenang. Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra Parikesit, putra Abimanyu, putra Arjuna dari keluarga Pandawa. Permaisuri Joyoboyo bernama Dewi Sara. Lahir darinya Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya menurunkan raja-raja tanah Jawa, bahkan sampai Majapahit dan Mataram Islam. Sedangkan Pramesti menikah dengan Astradarma raja Yawastina, melahirkan Anglingdarma raja Malawapati.
Joyoboyo turun takhta pada usia tua. Ia dikisahkan moksha di desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat petilasannya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat dan masih ramai dikunjungi sampai sekarang. Prabu Joyoboyo adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Terdapat beberapa naskah yang berisi “Ramalan Joyoboyo”, antara lain Serat Joyoboyo Musarar, Serat Pranitiwakya, dan lain sebagainya.


Kirab di Petilasan Jayabaya

Dikisahkan dalam Serat Joyoboyo Musarar, pada suatu hari Joyoboyo berguru pada seorang ulama bernama Maolana Ngali Samsujen. Dari ulama tersebut, Joyoboyo mendapat gambaran tentang keadaan Pulau Jawa sejak zaman diisi oleh Aji Saka sampai datangnya hari Kiamat. Dari nama guru Joyoboyo di atas dapat diketahui kalau naskah serat tersebut ditulis pada zaman berkembangnya Islam di Pulau Jawa.

Tidak diketahui dengan pasti siapa penulis ramalan-ramalan Joyoboyo. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat saat itu untuk mematuhi ucapan tokoh besar. Maka, si penulis naskah pun mengatakan kalau ramalannya adalah ucapan langsung Prabu Joyoboyo, seorang raja besar dari Kediri. Tokoh pujangga besar yang juga ahli ramalan dari Surakarta bernama Ranggawarsita sering disebut sebagai penulis naskah-naskah Ramalan Joyoboyo. Akan tetapi, Ranggawarsita biasa menyisipkan namanya dalam naskah-naskah tulisannya, sedangkan naskah-naskah Ramalan Joyoboyo pada umumnya bersifat anonim.

Ramalan Joyoboyo atau sering disebut Jangka Joyoboyo adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh Joyoboyo, raja Kerajaan Kediri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yg dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga .Asal Usul utama serat jangka Joyoboyo dapat dilihat pada kitab Musasar yg digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keasliannya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yg menuliskan bahwasanya Joyoboyolah yg membuat ramalan-ramalan tersebut. “

Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Joyoboyo di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.” Meskipun demikian, kenyataannya dua pujangga yang hidup sezaman dengan Prabu Joyoboyo, yakni Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, sama sekali tidak menyebut dalam kitab-kitab mereka
:

Kakawin Bharatayuddha, Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya, bahwa Prabu Joyoboyo memiliki karya tulis. Kakawin Bharatayuddha hanya menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa yang disebut peperangan Bharatayuddha. Sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya berisi tentang cerita ketika sang prabu Kresna, titisan batara Wisnu ingin menikah dengan Dewi Rukmini, dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka. Rukmini adalah titisan Dewi Sri.

Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Joyoboyo, maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M.

Jadi penulisan sumber ini sudah sejak jamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M). Kitab Jangka Joyoboyo pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah “Perdikan” yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak.
Memang beliau keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila beliau dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong. Disamping itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala jamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll.

Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn. Ketika keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga diminta pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II. Ia kemudian diserahi tugas dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala, yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan didirikan tahun 1669 Jawa (1744 M).

Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam’iah 1672 Jawa 1747 M, yang pada jamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh puteranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M. Jangka Joyoboyo yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut “Kitab Asrar” Karangan Sunan Giri ke-3 tersebut.

Selanjutnya para pujangga dibelakang juga menyebut nama baru itu. Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak jaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedaton”. Giri Kedaton ini nampaknya Merupakan jaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M.

Namun demikian adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan diteruskan juga sampai jaman Sunan Giri ke-3. Sejak Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta kerajaan, diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H).
Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai “Ratu Bobodo”) ialah Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Syech Siti Jenar, yang juga hendak dibasmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup. Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu di ganti oleh penguasa baru yakni, Ratu Sundarowang ialah Mataram bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo (Sultan Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura.

Di kelak kemudian hari (ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini) akan muncullah seorang raja bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang ini ialah seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra yang berkuasa di seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya. Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah beliau turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, justru nanti dijaman jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti raja-raja pengganti beliau dinilai (secara pandangan batin) sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi.

Bisa kita maklumi, karena pada tahun-tahun berikutnya praktis Mataram sudah menjadi negara boneka VOC yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia oleh Sultan Agung). Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Joyoboyo dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Joyoboyo di Daha/ Kediri.

Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Joyoboyo yang memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis kembali, dengan gubahan “JANGKA JOYOBOYO” dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad. Lalu dari hasil, penelitiannya dicarikan Inti sarinya dan diorbitkan dalam bentuk karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat perjuangan bagi generasi anak cucu di kemudian hari.

Cita-cita yang pujangga yang dilukiskan sebagai jaman keemasan itu, jelas bersumber semangat dari gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti secara kronologi, sekarang ternyata menunjukan gambaran sebuah negara besar yang berdaulat penuh yang kini benama “REPUBLIK INDONESIA”!. Kedua sumber yang diperpadukan itu ternyata senantiasa mengilhami para pujangga yang hidup diabad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal R.Ng., cucu buyut pujangga Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I.

Jangka Joyoboyo dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar oleh para pujangga di Surakarta dalam abad 18/19 M dan sudah terang Merupakan sumber perpustakaan dan kebudayaan Jawa baru. Hal ini ternyata dengan munculnya karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar dan Joyoboyo yang hanya bersifat ramalan belaka. Sehingga setelah itu tumbuh bermacam-macam versi teristimewa karangan baru Serat Jayabaya yang bersifat hakikat bercampur jangka atau ramalan, akan tetapi dengan ujaran yang dihubungkan dengan lingkungan historisnya satu sama lain sehingga merupakan tambahan riwayat buat negeri ini.
Semua itu telah berasal dari satu sumber benih, yakni Kitab Asrar karya Sunan Giri ke-3 dan Jangka Jayabaya gubahan dari kitab Asrar tadi, plus serat Mahabarata karangan Mpu Sedah & Panuluh. Dengan demikian, Jangka Jayabaya ini ditulis kembali dengan gubahan oleh Pangeran Wijil I pada tahun 1675 Jawa (1749 M) bersama dengan gubahannya yang berbentuk puisi, yakni Kitab Musarar. Dengan begitu menjadi jelaslah apa yang kita baca sekarang ini. Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.

Beliau sakti sebab titisan Batara wisnu. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja agung, pasukannya raja-raja.
Terkisahkan bahwa Sang Prabu punya putra lelaki yang tampan. Sesudah dewasa dijadikan raja di Pagedongan. Sangat raharja negara-nya. Hal tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang Prabu akan mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan Maolana. Lengkapnya bernama Ngali Samsujen. Kedatangannya disambut sebaik-baiknya. Sebab tamu tersebut seorang raja pandita lain bangsa pantas dihormati.

Setelah duduk Sultan Ngali Samsujen berkata: “Sang Prabu Jayabaya, perkenankan saya memberi petuah padamu mengenai Kitab Musarar. Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan diganti oleh orang lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena beliau telah mengerti kehendak Dewata. Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab Musarar sudah diketahui semua. Beliaupun ingat tinggal menitis 3 kali. Kelak akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di Kakbah yang membawa Imam Supingi untuk menaikkan kutbah, Senjata ecis itu yang bernama Udharati. Kelak kemudian hari ada Maolana masih cucu Rasul yang mengembara sampai ke P. Jawa membawa ecis tersebut. Kelak menjadi punden Tanah Jawa.

Raja Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah satu bulan Sang Prabu memanggil putranya. Setelah sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu setelah datang lalu naik ke gunung. Di sana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Joyoboyo seorang raja yang berincoknito termasuk titisan Batara Wisnu. Karenanya Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja karena Sang Prabu menerima sasmita gaib.

Bila Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah lama. Bertemu dengan Ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata sehingga apa yang dikehendaki terjadi.Tergopoh-g opoh menghormati. Setelah duduk Ki Ajar memanggil seorang endang yang membawa sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan lengkap delapan dengan endangnya. Jadah (ketan) setakir, bawang putih satu talam, kembang melati satu bungkus, darah sepitrah, kunir sarimpang, sebatang pohon kajar dan kembang mojar satu bungkus. Kedelapan endang seorang.

Kemudian Ki Ajar menghaturkan sembah : “Inilah hidangan kami untuk sang Prabu”. Sang Prabu waspada kemudian menarik senjata kerisnya.
Ki Ajar ditikam mati. Demikian juga endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi. Cantrik-cantrik berlarian karena takut. Sedangkan raja putra kecewa melihat perbuatan ayahnya. Sang putra akan bertanya merasa takut. Kemudian merekapun pulang. Datang di kedaton Sang Prabu berbicara dengan putranya. Heh anakku. Kamu tahu ulah si Ajar yang saya bunuh. Sebab berdosa kepada guru saya Sultan Maolana Ngali Samsujen tatkala masih muda. Dia itu sudah diwejang (diberitahu) oleh guru mengenai kitab Musarar. Sama seperti saya. Namun dia menyalahi janji, musnah raja-raja di P. Jawa. Toh saya sudah diberitahu bahwa saya tinggal 3 kali lagi.

Bila sudah menitis tiga kali kemudian ada jaman lagi bukan perbuatan saya. Sudah dikatakan oleh Maolana Ngali tidak mungkin berobah lagi. Diberi lambang Jaman Catur semune segara asat. Itulah Jenggala, Kediri, Singasari dan Ngurawan. Empat raja itu masih kekuasaan saya. Negaranya bahagia diatas bumi. Menghancurkan keburukan. Setelah 100 tahun musnah keempat kerajaan tersebut. Kemudian ada jaman lagi yang bukan milik saya, sebab saya sudah terpisah dengan saudara-saudara ditempat yang rahasia.

Di dalam teken sang guru Maolana Ngali. Demikian harap diketahui oleh anak cucu bahwa akan ada jaman Anderpati yang bernama Kala-wisesa. Lambangnya: Sumilir naga kentir semune liman pepeka. Itu negara Pajajaran. Negara tersebut tanpa keadilan dan tata negara, Setelah seratus tahun kemudian musnah. Sebab berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab saya mendapat hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti jaman di Majapahit dengan rajanya Prabu Brawijaya.

Demikian nama raja bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut Anderpati, lamanya sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis (uang). Ternyata waktu itu dari hidangan ki Ajar. Hidangannya Jadah satu takir. Lambangnya waktu itu Sima galak semune curiga ketul. Kemudian berganti jaman lagi. Di Gelagahwangi dengan ibukota di Demak. Ada agama dengan pemimpinnya bergelar Diyati Kalawisaya. Enam puluh lima tahun kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta wali dan pandita semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya diberi hidangan bunga Melati oleh ki Ajar.

Negara tersebut diberi lambang: Kekesahan durung kongsi kaselak kampuhe bedah. Kemudian berganti jaman Kalajangga. Beribukota Pajang dengan hukum seperti di Demak. Tidak diganti oleh anaknya. 36 tahun kemudian musnah. Negara ini diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa terkena pajak pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan sebatang pohon kajar. Kemudian berganti jaman di Mataram. Kalasakti Prabu Anyakrakusuma. Dicintai pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan kaya, disegani seluruh bangsa Jawa. Bahkan juga sebagai gantinya Ajar dan wali serta pandita, bersatu dalam diri Sang Prabu yang adil.

Raja perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab waktu itu saya mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya diberi gelar: Sura Kalpa semune lintang sinipat. Kemudian berganti lagi dengan lambang: Kembang sempol Semune modin tanpa sreban. Raja yang keempat yang penghabisan diberi lambang Kalpa sru kanaka putung. Seratus tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu. Kemudian ada nakhoda yang datang berdagang.

Berdagang di tanah Jawa kemudian mendapat sejengkal tanah. Lama kelamaan ikut perang dan selalu menang, sehingga terpandang di pulau Jawa. Jaman sudah berganti meskipun masih keturunan Mataram. Negara bernama Nyakkrawati dan ibukota di Pajang. Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai menjadi raja dengan gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian berganti raja yang bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian berganti.

Nama rajanya Lung Gadung Rara Nglikasi(Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita) kemudian berganti Gajah Meta Semune Tengu Lelaki (Raja yang disegani/ditakuti, namun nista.) Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan. Waktu itu pajaknya rakyat adalah Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat, pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.

Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka(Raja-raja yang saling balas dendam.). Lambangnya Panji Loro Semune Pajang Mataram(Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin menjatuhkan). Nakhoda (Orang asing)ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana (Orang arif dan bijak) tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu , randa loro nututi pijer tetukar(( Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk menggantikannya).

Tidak berkesempatan menghias diri(Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan ), sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut. Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang. Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi Orang besar hatinya jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.

Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua. Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang oleh ki Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara pecah. Banyak hal-hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara Murka Kutila musnah.

Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang(Raja berhati putih namun masih tersembunyi). Lahir di bumi Mekah(Orang Islam yang sangat bertauhid). Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan. Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa(Orang Islam yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran tradisi Jawa (kawruh Jawa)). Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.

Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali. 


Anda terhubung ke :
- Ramalan JAYABAYA (1)

- Ramalan JAYABAYA (2)



Dari : http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com

RAMALAN JAYABAYA (2)

Ramalan pertama
"Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong"

Usai 1000 tahun berkembang Hindu-Buddha maka sudah pada tempatnya giliran bagi yang lain, yakni akan digantikan oleh Islam sebagai agama negara bagi kerajaan di Jawa dan Nusantara. Sri Aji Jayabaya juga menyatakan Dang Hyang Tanah Jawi Sabdo Palon dan pendahulunya Noyo Genggong akan murca dari marcapada selama perkembangan agama Islam berkembang dengan bangkitnya kerajaan Islam di Jawa. Sabdo Palon tidak akan mencampuri Islam dan perkembangannya di Jawa dan Nusantara demi membikin manusianya jadi manusia komplit alias sempurna.
Maka terimalah, sudah menjadi takdir kerajaan Hindu-Buddha yang gemilang Majapahit berganti kerajaan Islam pertama di Nusantara Demak. Dan sayang sekali karena baru berdiri kerajaan Demak yang tidak memiliki angkatan laut sekuat Majapahit harus berhadapan dengan kekuatan unggul dari Eropa sehingga hanya dapat sedikit menahan masuknya pelaut bersenjata Portugis, bahkan Portugis berhasil memasuki Nusantara tanpa menemui lawan tangguh di medan laut. Dan berturut-turut bangsa Barat berikutnya Belanda bahkan sangat cerdik untuk mengadu domba kerajaan-kerajaan sisa Majapahit sehingga saling bertempur satu sama lain. Selanjutnya Belanda tinggal memetik hasilnya yakni menguasai kedua belah pihak dalam segala hal, terutama mengandalkan keunggulan kekuatan laut dan persenjataan maju yang berhasil dikembangkan Eropa, mesiu atau senjata api mulai ukuran senapan hingga meriam.
Dengan demikian kekalahan kerajaan Islam terhadap gempuran bangsa Eropa bukanlah menjadi tanggung jawab danghyang tanah Jawi Sabdo Palon Noyo Genggong. Dan andai kata kerajaan Islam atau negara yang menjunjung Islam memperoleh kejayaan maka itu pun bukan melalui campurtangan sang pepunden Nusantara.
Tiap-tiap masa sebuah kerajaan bangkit dan hancur mengalami hal yang sama dengan siklus bintang. Dan semua kerajaan di Jawa mengakui Semar sebagai penguasa gaib dari dunia gaib dengan kemampuan khususnya mengejawantah sebagai manusia biasa. Semar bisa berperan sebagai abdi, punakawan, dan bahkan penasihat utama negara. Tokoh ini selalu turut hadir bersama jatuh-bangunnya kehidupan sederhana maupun sebuah pemerintahan rumit dalam kerajaan. Dan Semar yang terakhir dalam siklus perkembangan 1000 tahun Hindu-Buddha ialah Sabdo Palon Noyo Genggong.
Majapahit yang jaya di laut dan di bumi Selatan, sementara Tiongkok yang berada di bumi Utara adalah pengimbang tatanan politik dunia pada masa itu. Bumi Selatan ada dalam genggaman Majapahit dan dengan keruntuhan Majapahit maka tatanan politik dunia menjadi jomplang dan dengan mudah pula bangsa Barat berkulit putih mengkolonisasi bumi selatan mulai dengan Afrika, Amerika Latin, dan Asia Selatan menjadi jalur tanpa ada penjagaan laut yang kuat.
Kehancuran Majapahit oleh berkembangnya Islam yang masuk ke Jawa adalah sebuah siklus sejarah perkembangan kelas, dan perjuangan kelas. Sabdo Palon Noyo Genggong tahu bahwa Islam harus berkembang di Jawa dan Nusantara maka dari itu ia bersiap-siap untuk murca dari peranannya mengawal takhta dalam kurun 1000 tahun terakhir. Dalam sumpahnya, ia akan hadir kembali dalam jangka 500 tahun, adakah itu mengisyaratkan Islam akan menemui persoalan rumit setelah berkembang 500 tahun di Nusantara?
"Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong" ramalan Prabu Jayabaya yang pertama memang menjadi kenyataan tatkala Raja Majapahit yang terakhir Brawijaya memilih meninggalkan agama negara sendiri dan memeluk Islam. Dengan sendirinya Sabdo Palon memutuskan untuk menghilang atau murca dengan cara baik-baik dari hadapan Sri Brawijaya, "Yang Mulia, kami tidak akan melawan perkembangan sejarah, sejarah yang terus berkembang maju tak pernah mundur seinci pun itu, dan di hadapan Yang Mulia maka Kami berjanji akan kembali kelak di mana bumi manusia mengalami gonjang-ganjing dan segalanya harus dimulai dari awal lagi. Demi melindungi Tanah Jawa dan Nusantara serta bumi selatan. Howght!" demikianlah ucapan terakhir sebagai kata pamit Sabdo Palon. Majapahit tak pelak lagi meluncur menemui kehancurannya, atas kehendak takdir sejarah.

Ramalan kedua
"Semut ireng anak-anak sapi"

Marcopolo penjelajah Italia pada 1292 meninggalkan daratan Tiongkok setelah bermukim sekian tahun membawa berita dunia menakjubkan bagi benua Eropa. Duaratus tahun kemudian 1492 Christophorus Columbus juga orang Italia mendarat di benua milik bangsa Indian Amerika Utara dan mengabarkan bahwa dunia berbentuk bulat, bundar bola.
Bangsa Eropa berkulit putih terkenal sangat rajin dan ulet bekerja bagai semut hitam, dan selalu meminum susu sapi sejak bayi. Mereka mulai gelisah dan menyiapkan diri dengan kapal-kapal layar kecil gesit dan cepat begitu mengetahui kabar ada dunia besar lain penuh tantangan petualangan. Bertahun-tahun mereka perlukan mendesign kapal yang dipersenjatai untuk mengarungi samudera menemukan dunia baru dalam rangka mencari bahan mentah baru, dan rempah-rempah dari sumbernya langsung di dunia Timur atau di belahan dunia lain.
Ramalan Sri Aji Jayabaya kedua, "semut ireng anak-anak sapi" telah terbukti kebenarannya sejak pertama kali dikumandangkan duaratus tahun yang silam dihitung sejak Marco Polo tiba di Tiongkok bersamaan waktunya dengan berdirinya Majapahit.
Majapahit berdiri 1292 bersamaan waktunya bangsa Eropa mulai memodernisasi kapal-kapal laut mereka dengan bantuan orang semacam Marcopolo yang kembali dari negeri Timur terutama Tiongkok dengan membawa cerita hebat kemajuan teknologi baru dan menerapkannya di Eropa.
Majapahit dan benua Eropa berlomba membangun kebesaran masing-masing dengan kapal-kapal laut yang siap bertempur di tengah samudera, Majapahit berada di balik bumi daripada benua Eropa maupun Amerika. Kelak bangsa Eropa berhasil memasuki wilayah Majapahit Nusantara tak perlu berperang menghadapi kekuatan hebat Majapahit karena sedang mengalami konflik intern yang menghancurkan diri-sendiri dalam perang paregreg. Kekuatan adidaya di bumi belahan Selatan itu hancur sama sekali sehingga tidak pernah berkesempatan menghadapi bangsa kulit putih yang datang untuk menginvasi dunia.
Hindu-Buddha Majapahit tergusur oleh kerajaan Islam yang tidak memiliki angkatan laut yang sekuat Majapahit, akan tetapi memiliki angkatan darat yang tak kalah hebat dengan milik Majapahit. Mereka berhimpun dengan kekuatan Islam di mana-mana yang siap siaga menghadapi bangsa Eropa Nasrani dengan kapal perang bersenjata yang sulit ditaklukkan di mana-mana. Siapa yang lebih unggul dalam pertarungan itu? Konflik perang salib di Eropa dan perbatasan dengan Asia berpindah ke dunia baru, Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara serta Asia Timur. Pasukan Tiongkok yang dikirimkan ke perairan Selatan (Nan Yang) tidak begitu kuat untuk membantu kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara menahan banjir bandang kapal-kapal orang Eropa. Tiongkok bahkan berperan dalam merontokkan kekuatan Majapahit sehingga tak ada tameng di perairan Selatan yang cukup disegani di masa sebelumnya. Kekuatan Tiongkok lebih dipusatkan untuk menjaga keamanan di belahan bumi Utara. Sehingga tidak mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan Majapahit.
Paus Leo X gerah dengan pertikaian sesama bangsa Eropa Nasrani memperebutkan daerah baru di belahan dunia lain, sudah menjadi kewajiban Sri Paus untuk mendamaikan hal tersebut dengan mengeluarkan Jus Patronatus atau Padroado pada 1514. Spanyol mendapat bagian berlayar ke Barat dan Portugis mendapat bagian berlayar ke Timur.
Dua kekuatan Nasrani yang berlayar berlawanan arah ini akhirnya benar-benar mengelilingi dunia dan bentrok di kepulauan Philipina, Spanyol bertahan di kepulauan tersebut, Portugis mencelat ke Timor Timur. Dua-duanya berusaha memantau dan tetap "ndedepi" kepulauan Maluku penghasil rempah-rempah antara lain pala, minyak kayuputih, dan cengkeh.
Sementara itu ada sebuah bangsa Eropa lain, semut ireng paling rajin bekerja: membendung laut untuk dijadikan daratan dan memiliki sapi penghasil susu paling banyak di daerah Friesland, dan meminum susunya lebih banyak daripada bangsa lain yakni bangsa Belanda. Cornellis de Houtman mendarat di Batavia atau Sunda Kelapa pada 1596. Bangsa yang paling rajin dan tertib administrasinya ini berhasil menguasai wilayah Nusantara dengan menaklukkan kerajaan Islam dan sisa-sisa pecahan kerajaan Majapahit: Makasar, Kalimantan, Aceh, Bali, Papua, dan Nusa Tenggara. Inilah kedatangan bangsa asing yang sudah diramalkan oleh Sri Aji Jayabaya limaratus tahun sebelumnya, "semut ireng anak-anak sapi".
Belanda bertahan menguasai Nusantara selama tigaratus limapuluh tahun, dan terusir bersamaan waktunya dengan kedatangan ramalan Jayabaya keempat, "kejajah saumur jagung karo wong cebol kepalang" alias bangsa Jepang.

Ramalan ketiga
"Kebo nyabrang kali"


Georgi Dimitrov salah satu petinggi Komintern atau Komunis Internasional dituduh oleh pengadilan Jerman Adolf Hitler mendalangi sebuah aksi kerusuhan membakar reichstaat Jerman. Pokok pangkal inilah Hitler telah merekayasa tuduhan yang tidak terbukti maka dianggap mengumumkan genderang perang terhadap komunisme.
Dimitrov pun memaklumatkan seruan ke seluruh kubu komunis berperang terhadap fasisme. Maka Jerman menghadapi lawan tangguh negeri-negeri sosialis dan terutama Sovyet Uni, negeri sosialis pertama di dunia.
Semenjak krisis ekonomi 1929 Adolf Hitler tampil memimpin Nazi 1933 dan menggerakkan Jerman dengan fokus utama industri Jerman ialah membangun kekuatan militer besar-besaran, dan dalam tempo lima tahun 1938 kekuatan militer yang terkuat di Eropa itu menganeksasi Austria. Sekutu yang dimotori Inggris dan Amerika Serikat belum mengambil tindakan sampai Jerman Hitler menyerbu Ceko dengan kekuatan militer besar-besaran melancarkan dan menguji coba blitzkriegnya yang gemilang. Akhirnya 3 September 1939 Sekutu mengumumkan perang terhadap Jerman. Sementara itu berturut-turut balatentara Jerman berhasil menaklukkan Prancis dan tak ketinggalan Belanda, Belgia tunduk pada keperkasaan Jerman.
Dalam bayang-bayang pasukan Hitler yang menggentarkan itu maka pemerintahan kerajaan Belanda mengungsi ke Inggris, menyeberangi selat Channel. Sementara Belanda bergabung dengan Sekutu berperang terhadap Jerman, negeri jajahan Hindia Belanda atau Nusantara mengambil sikap netral terhadap Jerman. Hengkangnya pemerintah Kerajaan Belanda mengungsi ke Inggris inilah yang telah diramalkan oleh Raja Kediri Sri Aji Jayabaya, "Kebo nyabrang kali."
Hindia Belanda terlalu jauh dari pasukan blitzkrieg Hitler di Eropa, akan tetapi terlalu dekat bagi sekutu Jerman di Timur Jauh yakni Jepang. Masuknya Jepang ke Hindia Belanda pada giliran terakhir dalam serbuan pasukan Negeri Matahari Terbit itu sekali lagi pemerintahan jajahan seberang lautan Hindia Belanda mengungsi ke Australia. Kebo nyabrang kali untuk kedua kalinya. Belanda mengungsi karena sudah terlalu kenyang mengeruk kekayaan di Nusantara, kekayaan itu disetor untuk mengenyangkan negeri induk Nederland yang terbukti tidak kuat bergerak menghadapi serbuan Jerman. Sama halnya negeri induknya Hindia Belanda yang kekenyangan tidak mampu menghadapi pasukan Negeri Sakura yang beringas masih kelaparan menyedot semua sumber daya alam dan kekayaan negeri yang ditaklukkannya.
Hengkangnya pemerintah pusat kerajaan Belanda dan juga pemerintahan jajahan mengungsi menyeberangi lautan itulah yang sudah diramalkan oleh Jayabaya raja Kediri delapan ratus tahun yang silam.
Hindia-Belanda tidak sendirian menghadapi serbuan Jepang, juga Inggris di Malaya, Singapura, dan pasukan Prancis di Indocina serta Amerika Serikat di Filipina. Semua saja menyeberangi lautan untuk mengungsi menyelamatkan ekor sendiri meninggalkan anak jajahan diambil orang lain.
Seekor kerbau punya hobi mandi di kubangan yang berisi air, apalagi di sebuah sungai yang melimpah-ruah airnya, ia tidak mungkin mau mentas dan menyeberangi sungai tanpa alasan yang luarbiasa. Alasan agar seekor kerbau menyeberangi sungai cuma dengan dipaksa atau terpaksa saja. Karena kerbau yang sudah kenyang makan dan kenyang berendam di air akan cenderung bermalas-malasan saja. Dan yang memaksa kerbau Belanda hengkang ialah kekuatan militer unggul bangsa lain. Sementara kekuatan militer sendiri tidak siap digunakan menghadapi serbuan dari luar semacam itu, melainkan hanya dipersiapkan dan digunakan untuk menindas pribumi jajahan yang tidak bersenjata dan lemah dari segi apapun. Pasukan militer Belanda punya kemampuan militer hanya sekelas menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Belanda lebih menggunakan akal yang diwujudkan dengan politik pecah-belah dan kuasailah. Dan terutama berkat bantuan Pribumi sendiri yang lebih memilih berpihak pada kekuatan asing.
Pasukan blitzkrieg Jerman akhirnya gagal menghadapi Tentara Merah di front Timur dalam daerah Uni Sovyet. Kekalahan di Russia itu menyebabkan keruntuhan kekuatan Jerman, dan Hitler bunuh diri atau dibunuh oleh pihak tertentu. Dengan demikian pada akhirnya pasukan militer Jerman menyerah pada Sekutu setahun lebih dulu daripada menyerahnya kekaisaran Jepang pada Amerika Serikat karena ledakan bom atom di jantung kota Jepang yang dijatuhkan dari pesawat militer Amerika Serikat. Sovyet Uni atau Uni Sovyet yang berada di pihak Sekutu ikut berhak keluar sebagai salah satu negeri pemenang Perang Dunia Kedua, dunia komunis mendapat kehormatan dengan keunggulan pasukan Merah Uni Sovyet. Dan anugerah kemenangan itu juga dipersembahkan bagi petinggi Komintern Georgi Dimitrov yang gagah berani membela Komintern dan komunisme di depan pengadilan fasis Jerman Adolf Hitler atas tuduhan palsu hasil kerja rekayasa intelijen Nazi Jerman dalam mengenyahkan hantu komunis sejagad.

Ramalan keempat
"Kejajah saumur jagung karo wong cebol kepalang"


8 Maret 1942 Balatentara darat, laut, dan udara Dai Nippon dan pasukan sipil bunga Sakura yang berani mati dan selalu menang dalam pertempuran melawan bangsa Barat mendarat di segenap penjuru wilayah Nusantara. Lunaslah ramalan Jayabaya keempat, "kejajah saumur jagung karo wong cebol kepalang". Tentara Kerajaan Belanda tidak kalah gagah-berani menghadapi pasukan dari negeri Asia yang pernah menaklukkan Manchuria, wilayah kerajaan Tsar Rusia pada 1904-1905.
Semangat tentara kerajaan masih kalah dengan tentara kekaisaran Matahari Terbit, Dewa Amaterasu berpihak pada sang penyerbu dari Utara. Sejak masa kuno orang-orang di Nusantara sudah diperingatkan oleh nenek-moyang agar selalu waspada terhadap arah Utara, karena dari sanalah musuh datang menyerang, dari Utara juga bencana bakal datang di Tanah Jawa. Oleh sebab itu ada sedikit peninggalan warisan leluhur sejak seribu tahun silam atau masa Prabu Jayabaya dari kerajaan Kediri bertakhta, yakni, "jangan membikin tungku atau luweng untuk memasak mulutnya menghadap ke Utara." Satu lagi, "jangan membuat kakus atau wc yang posisi orang yang mendudukinya sampai menghadap ke arah Utara."
Bahkan seorang pujangga masyhur Nusantara menulis soal arus balik dari Utara yang terus mengalir ke Selatan: ilmu pengetahuannya, budayanya dan barang-barang dagangannya. Sebaliknya di masa keemasan Majapahit, dan bahkan sejak jaman kerajaan Srivijaya arus mengalir ke Utara: ilmu pengetahuan, budaya, dan barang-barang produk unggulannya.
Hinomaru berkibar di seluruh Pantai Timur benua Asia sampai ke lautan Pasific di Timur Papua. Terbentuklah garis pertahanan militer yang sangat lebar dan sulit dijaga dari serbuan pasukan Sekutu yang dipimpin negeri Paman Sam. Berturut-turut hengkang dari wilayah koloni atau jajahannya: Prancis di Indocina, Belanda di Hindia Belanda, Inggris di Malaya, dan Singapura. Bangsa Jepang berhasil mengubah peta politik dunia, khususnya di Asia.
Prabu Jayabaya sudah mengidentifikasi bangsa cebol kepalang ini seribu tahun yang lalu bakal menjadi superpower di bidang militer. Dalam pandangan Jawa yang kecil akan mengalahkan yang besar, orang cebol kepalang atau bertubuh pendeklah yang bakal mengalahkan orang-orang besar dari Barat.
Pribumi Nusantara yang terpuruk melata di bahwa kaki bangsa Barat selama tigaratus limapuluh tahun mendadak sontak dibangunkan dari tanah dengan didikan pasukan Jepang yang keras dan tak kenal ampun. Senjata mulai diberikan kepada Pribumi yang mau berjuang bersama Jepang untuk menghadapi bangsa Barat atau Sekutu. Korban selama masa pendidikan militer Jepang berjatuhan, kesengsaraan hidup melanda rakyat di segenap wilayah Nusantara. Kelak buah kesengsaraan itu yang diawali hengkangnya bangsa Barat membikin Pribumi harus berdiri di atas kaki sendiri di atas tanah tumpah darah negeri sendiri dan memerintah bangsa sendiri, semua itu dapat ditempuh dengan merebut kemerdekaan dan kedaulatan ibu pertiwi Nusantara.
Dai Nippon diramalkan menjajah Nusantara selama seumur benih jagung dapat disimpan, tiga setengah tahun! Dai Nippon yang bergabung dengan Jerman Hitler masih terus berjuang sendiri dengan ulet dan tekun. Sekutu merasa biaya militer sudah terlampau besar dikeluarkan di medan Eropa menghadapi Jerman dan sekutunya. Untuk menaklukkan pasukan Dai Nippon yang memiliki garis pertahanan begitu panjang di Asia Timur dan sebagian kepulauan di Pasifik pada akhirnya Sekutu atau Amerika Serikat memilih menggunakan cara ekonomis dan praktis: meledakkan bom nuklir di jantung wilayah Jepang. Walhasil pemenang perang dunia kedua yang sejati adalah senjata nuklir dan bukan Amerika Serikat. Pasukan Amerika tidak mati-matian dalam mengalahkan Jepang dengan cara yang umum dan terhormat.
Jepang tidak sepenuhnya kalah di medan peperangan akan tetapi kalah karena atas instruksi pimpinan tertingginya Kaisar Jepang.
Bangsa cebol kepalang itu selama menduduki Jawa dan Nusantara menghadapi lawan-lawan tangguhnya: partai komunis Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, partai sosialis, partai nasionalis, dan orang-orang Islam progresif lainnya, dan tentu saja segenap rakyat Nusantara. Segenap komponen perlawanan itu telah memilih pemimpin mereka: Bung Karno. Bung Karno tidak terang-terangan memusuhi Jepang, akan tetapi mengambil taktik berpijak di dua tempat sekaligus. Kaki kiri berada bersama pasukan Dai Nippon, sementara kaki kanannya bahu-membahu melawan Jepang dengan berbagai cara bersama pejuang Pribumi lainnya.
Bung Karno tahu siapa-siapa yang berjasa dalam merebut kemerdekaan, orang komunis, orang nasionalis, dan orang sosialis, dan orang Islam dan seterusnya.
Dai Nippon menyerah kepada bom nuklir milik Amerika Serikat pada 14 Agustus 1945. Pemenang perang dunia kedua lainnya Sovyet Uni dedengkot negeri komunis pertama di dunia rupanya tidak dapat hidup berdampingan secara damai dengan negeri kapitalis lainnya, karena sudah sejak manifes komunis diluncurkan pada abad kedelapan belas hantu komunis tidak pernah ditolerir oleh paham lain di dunia ini. Sasaran tembak Amerika adalah negeri komunis Soviet Uni dan berakibat timbulnya Perang Dunia Dingin. Dua ideologi mengelompokkan diri masing-masing dengan memilih salah satu pihak. Slogan Amerika lebih keras lagi, "berkawan dengan kami memusuhi komunis atau menjadi musuh besar kami." Tidak adanya pilihan netral sama sekali.
Imbas Perang Dunia Dingin itu sangat mewarnai kemerdekaan yang akhirnya dikumandangkan oleh Penyambung Hati Rakyat Indonesia: Soekarno didampingi M. Hatta. Semasa pendudukan Jepang keduanya sudah sering menyusun strategi bersama menghadapi masa depan. Mereka dalam menyikapi Perang Dunia Dingin mengambil sikap berlawanan. Bung Karno bersikap Netral sementara Hatta memihak memusuhi komunis. Dua peran antagonis dari kedua proklamator RI itulah yang pada akhirnya melahirkan drama-drama perang kemerdekaan yang memilukan. Bangsa sendiri bertempur dengan sesama saudara sendiri.
Perang saudara antar bangsa sendiri sejak perang kemerdekaan ternyata terus membesar dan puncak klimaksnya termaktub dalam ramalan Jayabaya kelima, "pitik tarung sak kandang."

Ramalan kelima
"Pitik tarung sak kandang"


Pada 30 September 1965 di lapisan stratosfir langit malam, pada radius tiga kilometer dari kraton Sri Aji Jayabaya, para penduduk menyaksikan "lintang kemukus" bergerak pelahan ke arah utara. Benda langit cerah bersinar persis pesawat angkasa luar yang diidentifikasi selama berabad "lintang kemukus" yang bergerak lambat di langit itu menjadi pertanda datangnya peristiwa besar di jagad manusia.
Malam-malam perburuan 20 juta anggota komunis di Nusantara mulai dicanangkan. Partai komunis ketiga terbesar di dunia berada dalam kepungan negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Sepuluh tahun yang silam kaum komunis berhasil menempati anak tangga keempat dalam pemilu paling demokratis di negeri Pancasila, suatu sintesis ideologi-ideologi yang ada di gelanggang politik dunia dicetuskan Bung Karno, penyambung hati rakyat Indonesia.
Sri Aji Jayabaya seorang putra dari cinta sejati Dewi Sekartaji dan Inu Kertapati, kedua remaja pilihan ini adalah putra mahkota dari dua kerajaan di tepi sungai Brantas. Dewi Sekartaji seorang putri raja Amisena dari kerajaan Daha/Kediri. Sedangkan Inu Kertapati atau lebih termasyhur disebut Panji berasal dari kerajaan Jenggala, putra mahkota dari raja Lembu Amilanur. Silsilah kedua putra mahkota ini adalah cucu Prabu Erlangga dari hasil perkawinan dengan para selir. Sedangkan paramesywari Erlangga melahirkan seorang gadis bernama Dewi Sanggramawijaya atau lebih dikenal Dewi Kilisuci. Dewi Kilisuci tidak dapat menggantikan Erlangga menduduki takhta, maka kerajaan dibelah menjadi dua, Daha/Kediri dan Jenggala. Perkawinan kerajaan yang mereka jalani sebelumnya penuh dengan drama percintaan paling dikenang selama berabad oleh penduduk Jawa bagian Timur.
Dewi Sekartaji dan Inu Kertapati yang belum bertemu satu sama lain sempat menolak perjodohan dua kerajaan atas diri mereka. Dewi Sekartaji mengembara bertahun-tahun, demikian pula Inu Kertapati, keduanya remaja paling cantik dan paling tampan di kerajaan Daha dan Jenggala. Singkatnya mereka akhirnya bertemu di pulau Dewata dan saling jatuh cinta satu sama lain. Perkawinan pun berlangsung meriah, dua kerajaan digabungkan, dan dari hasil cinta sejati mereka lahirlah seorang manusia unggul Sri Aji Jayabaya yang kelak marak menjadi raja kerajaan Kediri. Dalam masa pemerintahannya sastra dan seni berkembang luar biasa pesatnya. Perkataan yang berwujud ramalan-ramalan dari segenap cerdik-pandai di seluruh negeri dikumpulkan dan dipilih yang terbaik untuk dipersembahkan kepada yang mulia Sri Aji Jayabaya. Dengan bahan melimpah itulah sang raja besar itu mempublikasikan ramalan kelima "pitik tarung sak kandang" untuk menggambarkan perang saudara masa depan di tanah Jawa.
Gerakan september 1965 memicu pertarungan dua ideologi yang bertentangan, di satu sisi kubu materialis, yang diwakili oleh 20 juta komunis, di sisi lain terdapat kubu idealis, yang diwakili 60 juta muslim. Kaum komunis menggunakan sistem filsafat materialisme dialektis. Kaum muslim masuk kubu idealis. Jika kedua sistem itu berhadapan dalam realitas kehidupan maka yang terjadi adalah pertentangan paham, tidak kurang-kurangnya Bung Karno berusaha mendamaikan pertentangan komunis dan Islam dalam wadah Nasakom, lebih lanjut lagi di forum legislatif dibentuk kabinet "gotong-royong". Usaha kecil Bung Karno yang memiliki visi luar biasa sejak 1926, berusaha menghindarkan terjadinya "pitik tarung sak kandang". Bung Karno sangat menguasai ramalan Sri Aji Jayabaya tersebut.
"Pitik tarung sak kandang" artinya ayam peliharaan yang setiap pagi dan petang berada dalam ruangan yang sama. Ayam dalam satu ruangan itu setiap hari hidup rukun di luar ruangan. Kandang di sini bukan kandang yang rapat, ayam yang dipelihara penduduk di Jawa biasanya dibuatkan pijakan-pijakan bambu atau kayu untuk tidur si ayam. Ayam tersebut bebas keluar masuk ruangan kapan saja atas kemauan sendiri. Mereka berada dalam rumah yang sama dan hidup rukun. Sangat jarang terjadi ayam dalam satu "kandang" saling berkelahi di dalam kandangnya. Bahkan tidak pernah terjadi perkelahian ayam dalam kandang bebasnya itu. Perkelahian kecil biasanya rebutan tempat "mangkring" yang kuat, ayam dewasa, memilih berada di depan. Ayam muda oleh pemiliknya dipisahkan, dikurung tersendiri.
Dalam kandangnya puluhan ayam itu tidak pernah berkelahi karena mereka hanya berkumpul pada petang hari untuk mulai tidur malamnya yang berlangsung hingga subuh. Saat mereka terbangun dan keluar kandang itulah sang pemilik menjamu santapan pertama, selanjutnya terserah anda mau cari makan di mana.
Dalam enam bulan saja komunis dibantai lawan-lawannya, segenap peranan mereka telah disingkirkan dari pemerintahan, pers, dunia pendidikan dengan memenjarakan tanpa proses pengadilan. Jutaan pegawai aparat pemerintah Bung Karno tidak perlu dibayarkan pensiun mereka, walau sudah bekerja sejak perang kemerdekaan. Sangat ekonomis!
Pembantaian kaum komunis yang tengah terjadi itu adalah hasil provokasi oleh oknum yang dimaksud dalam ramalan keenam sri Aji Jayabaya: "kodok ijo ongkang-ongkang", yang berkuasa tepat selama empat windu. "Kodok ijo ongkang-ongkang" dibantu oleh pihak asing yang tengah menjalankan doktrin McCarthy, membasmi komunis dari muka bumi.
Komunis Indonesia musnah tak bersisa yang tersisa onggokan arang yang mengepulkan asap tipis. Di musim penghujan bakal tumbuh tunas baru di tumpukan berwarna hitam itu, karena negeri Nusantara sangat subur untuk mengubah kegersangan menjadi hijau kembali dengan tumbuhnya beraneka tanaman baru, termasuk yang sudah dianggap musnah.

Ramalan Keenam
"Kodok Ijo Ongkang-Ongkang"


Partai Komunis Indonesia hancur berantakan dalam semalam, bahkan tanpa seorang pun pasukan Amerika Serikat nongol di sini untuk turun tangan langsung. Di Vietnam sana di waktu yang bersamaan pasukan Amerika Serikat sudah lebih dari setengah juta pasukan bekerja keras turun tangan langsung dalam membasmi orang-orang komunis Vietcong. Usaha Amerika itu tidak juga berhasil mengatasi terowongan tikus orang Vietnam yang tersohor itu. Tidak cukup dengan pasukan militer, juga ikut diterjunkan ke medan pertempuran Vietnam segala jenis senjata modern, senjata kimia, senjata biologi semua saja ditujukan untuk membasmi manusia komunis Vietnam. Amerika gagal menghadapi pasukan komunis vietnam, karena orang-orang komunis Vietnam lebih unggul daripada orang-orang komunis Indonesia yang masih dibangunkan oleh Bung Karno nasion dan character rakyatnya. Paman Ho atau Ho Chi Minh lebih berhasil membangun character dan nation rakyat Vietnam. Paman Ho mendapat bantuan dari tetangga akrabnya Republik Rakyat Tiongkok yang dikomandani Kawan Mao Dze Dong yang masyhur dalam memimpin Tentara Merah Tiongkok berhasil mengalahkan pasukan Chiang Kaishek, Kuomintang dukungan Amerika Serikat.
Jangan dilupakan peran sentral Zhou Enlai, Perdana Menteri Tiongkok yang disebut-sebut lebih dulu menjadi anggota PKT daripada sang ketua Mao sekitar 1921. Kawan Zhou dan Paman Ho dekat sekali hubungannya terutama tatkala Vietnam membutuhkan sokongan moril maupun materil dalam menahan serangan pasukan militer Amerika Serikat pemenang perang dunia kedua, kekuatannya tak diragukan lagi. Ramalan keenam Jayabaya, "Kodok ijo ongkang-ongkang" bisa berarti berkuasanya kaum hijau yang juga bisa berarti hijau daun atau hijau berlian. Hijau berlian berarti simbol pakaian militer angkatan darat. Hijau daun berarti bendera salah satu negeri di jazirah Arab, Saudi Arabia simbol dunia Islam.

Kodok ijo mengeluarkan suara dari kantung udaranya dan terdengar, "oooong....kaaaang, oong... kang.....ong....kang.". Suara sang kodok itu di musim banjir penghujan sangat riuh-rendah, bahkan ribuan kodok ijo berkumpul menjelang hari mulai gelap untuk melantunkan orchestra simfoni, "ong-kang-ong-kang" mengisi keheningan malam basah oleh banjir atau hujan terus-menerus. Sang kodok begitu riuhnya memperdengarkan kemerduan suaranya dengan satu tujuan menarik lawan jenisnya untuk dikawininya.
Tanpa ada air melimpah ruang di kebun atau di halaman rumah atau di tegalan, maka tak akan datang kodok ijo dan riuh-rendah sepanjang malam bersimfoni ria. Banjir darah akibat gerakan September 1965 mengundang militer angkatan darat turun ke arena untuk mengambil alih kekuasaan di Nusantara dari tangan Bung Karno yang berusaha membikin keseimbangan antara PKI dan AD. Dengan sendirinya AD yang hijau itu menjadi kekuatan dominan di Nusantara dan mendukung penguasa baru Jendral Suharto yang fasis dan otoriter sehingga berhasil berkuasa selama empat windu untuk membikin rakyat Nusantara seragam berfikir dan berbuat dalam hidupnya. Mau coba pikiran dan suara lain, hadiahnya penjara. Kalau agak ringan kesalahannya akan mendapatkan hadiah "diponggal-panggil" koramil atau kodim. Di sana dapat bogem mentah atau tidak itu lain perkara lagi.

Masa rejim "kodok ijo ongkang-ongkang" tidak berarti militer terutama AD hanya ongkang-ongkang kaki saja, tidak. Justru AD bekerja keras untuk tetap menjaga bahaya laten komunis yang baru saja dikalahkan oleh AD sendiri. Komunis yang tumpas sampai ke akarnya berkat mantra sakti Jendral Soeharto, "tumpas habis sampai tujuh turunan" siapa saja yang terlibat komunis, selalu bekerja keras mencegah bangkitnya komunis di negeri Nusantara yang berubah menjadi negeri tergantung sejak masuknya modal asing akibat dibukanya keran modal oleh Jendral Besar Soeharto yang membikin sebagaian rakyat memujanya mampu membikin rakyat sejahtera. Akan tetapi sayang sekali slogan "awas bahaya laten komunis" itu terlalu berlebihan dikoar-koarkan selama Jendral Soeharto berkuasa. Padahal sudah jelas bin gamblang komunis sudah hancur tak punya kekuatan apapun, eeeeh kok menakuti rakyat banyak akan bahaya komunis yang cuma pepesan kosong itu. Eiit itu bicara waktu itu lho. Entah kekuatan mereka saat ini 2010. Ujung-ujungnya intimidasi dan teror kepada rakyat, dan ujung-ujungnya lagi Bapak Pembangunan itu terus terpilih dan terpilih lagi jadi Raja eh Presiden RI.

Prabu Jayabaya hampir seribu tahun yang silam sudah meramalkan datangnya penguasa militer baru berbusana hijau, yakni AD. Ceritanya sang penguasa itu muncul setelah terjadinya perang saudara di Nusantara dalam, "Pitik tarung sak kandang". Setelah sang kodok tidak berkuasa lagi tampillah rejim baru yang disebut rejim reformasi. Apa yang terjadi, "kodok ijo, kodok bangkak, kodok percil, dan kodok pohon, dan lainnya ramai-ramai memperdengarkan suaranya tanpa hambatan lagi datang dari manapun. Dan ujung dari kebebasan itu ialah eyel-eyelan untuk menonjolkan pendapat sendiri yang belum tentu benar.

Ramalan ketujuh
"Tikus Pithi Anoto Baris"


Ramalan ketujuh Sri Aji Jayabaya (1145-an): Tikus pithi anoto baris interpretasinya tikus merah menyusun barisan! Merah tatkala masih bayi belum tumbuh bulu, dan kelak menjadi hitam oleh bulunya sendiri. Sifat utama tikus phiti antara lain: gesit, semau sendiri, susah diatur, dan lucu. Tikus phiti pandai menyembunyikan diri akan tetapi belum mampu bikin persembunyian sendiri, yakni berupa lubang-lubang dalam tanah, atau membikin sarang dari bahan yang ada di sekitarnya. Manusia tanpa alat bantu susah untuk menangkap dan memburu makhluk yang satu ini.
Tikus yang satu ini benar-benar menyusun barisan bila pemimpin besarnya (induknya) dibunuh atau melarikan diri karena diuber-uber. Jika keadaan biasa tanpa gangguan maka ia bergerak tanpa formasi alias kocar-kacir tanpa tujuan semua gerakannya.
Tikus-tikus pithi menyusun barisan bila mereka sedang kelaparan hebat, karena musim paceklik atau sarangnya diobrak-abrik dan digusur, dan juga berubah agresif tatkala mereka mendapat mangsa empuk.
Semasa Sri Aji Jayabaya memerintah di Kediri tikus pithi sebagai julukan pada anak-anak remaja yang beranjak dewasa, tidak lagi merah tapi sudah bersemu kehitaman. Tikus dalam konteks ramalan bisa sebagai perlambang kaum muda, angkatan muda, atau pemuda dalam lingkup pusat kerajaan Kediri. Sri Aji Jayabaya sangat membutuhkan pasukan laut terutama bertugas sebagai prajurit dan paling dapat dipercaya tentu pemuda setempat dan di samping itu suara mereka benar-benar diperhitungkan dalam percaturan politik kerajaan.
Kerajaan laut tapi berpusat di pedalaman itu menguasai daerah pengaruh meliputi Jambi di pulau Sumatra, Kalimantan, Bali, dan Tidore, sehingga selalu memperkuat pasukan laut demi keperluan menjaga wibawa kerajaan di wilayah pengaruhnya. Angkatan muda mendapat porsi lebih untuk diterima sebagai abdi negara. Dengan strategi sedemikian rupa membuka peluang bagi pemuda, maka tidak ada gerakan pemuda yang berusaha untuk menggalang persatuan merongrong kekuasaan sang Prabu Jayabaya.
Sejarah kemudian mencatat pada 1222, seratus tahun sejak kekuasaan Sri Aji Jayabaya di mana angkatan mudanya sudah kurang mendapatkan porsi dalam pemerintahan, tiba-tiba dari suatu daerah kurang lebih limapuluh kilometer arah ke Timur kerajaan Kediri, gerakan pemuda pimpinan Arok membariskan pasukannya menggempur Kediri. Panglima perang kerajaan Kediri Mahesa Wulung adik dari raja Dandang Gendis atau Krtajaya tewas di Ganter sehingga pasukan Kediri menelan kekalahan dalam pertempuran melawan pasukan Arok.
Arok tercatat sebagai orang pertama yang memimpin pemberontakan atau kudeta dengan hasil gemilang dalam sejarah Nusantara.
Kembali ke tahun 2010, adanya ramalan tikus pithi anoto baris ditafsirkan sebagai pemberontakan bersenjata rakyat dari segenap penjuru Nusantara adalah mustahil, kecuali dilakukan oleh unsur militer yang menguasai senjata. Rakyat jelata jelas tidak punya senjata api dalam jumlah cukup untuk mengadakan pemberontakan skala besar.
Kaum muda memang mulai mengorganisir diri akan tetapi terpecah-pecah dan berorientasi ke berbagai jurusan, masing-masing berkutat di dalam kelompok sendiri. Mereka berwarna-warni idealismenya ada merah, hijau, biru, kuning, dan merah jambu serta mengelompokkan di sebagai kiri, tengah, dan kanan. Ibarat dalam jejer wayang mereka saling berseberangan sehingga mudah diadu-dombakan.
Angkatan muda memang selalu tampil dalam setiap goro-goro dalam pemerintahan RI, dan keberhasilan mereka selalu berpindah tangan dan diambil alih pihak lain. Peranan mereka kembali cuma penggembira yang tidak mampu memfoloup hasil gerakannya yang berhasil. Sepertinya mereka mulai menyadari hal demikian, dan mulai memasang strategi baru. Demo damai yang berubah anarkis mudah sekali ditumpas, atau mengambil jalan parlementer yang memerlukan waktu panjang dalam meraih kemenangan. Hingga pada akhirnya yang paling mudah bagi angkatan muda dengan jalan mengumpulkan opini massa menggunakan jejaring sosial digital.
Jadi "tikus phiti anoto baris" berarti angkatan muda menyusun barisan. Bukan barisan pemberontakan bersenjata, bukan demo anarchi, dan bukan menunggu waktu generasi tua menyerahkan kekuasaan kepada angkatan muda. Sehingga angkatan muda menjadi angkatan tua. Pemuda maju lain lagi masih memiliki kekuatan kecil dalam mendukung gerakan perubahan sistemik, dalam pada itu idealisme pilihan mereka belum mampu mempersatukan kekuatan dari berbagai elemen. Idea-idea pemersatu yang sudah tersedia antara lain Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, atau Nasakom, sejak era Majapahit hingga Kemerdekaan RI dan pasca kemerdekaan. Sekarang idea terakhir itu sudah pincang, karena salah satu kakinya buntung. Sedangkan idea yang lain diselewengkan menurut kepentingan penguasa sendiri. Adalah tugas angkatan muda membikin utuh dan memurnikan kembali seperti sediakala semua idea yang dicetuskan dan diajarkan oleh para pemimpin Nusantara sesuai jamannya itu.
Kelak dengan berhasilnya angkatan muda menyusun barisan bersama untuk tujuan bersama memurnikan semua idea pemersatu dan mampu mewujudkannya dalam aksi, maka makna sesungguhnya ramalan Jayabaya ketujuh itu terbuktilah kebenarannya.

Ramalan kedelapan
"Reinkarnasi Noyo Genggong Sabdo Palon"


Dua pendeta penasihat sekaligus punakawan kerajaan Majapahit ini memang bukan tokoh sembarangan. Selama ini ditafsirkan sebagai makhluk halus. Wadag atau tubuhnya memang sebagaimana lazimnya orang biasa. Roh halus atau roh gaibnya yang luarbiasa, ia mampu bereinkarnasi ribuan kali sejak manusia pertama tinggal di bumi.
Sebagai pendeta Buddha Jawa (Jowo Sanyoto, agama negara Majapahit) utama di kerajaan Majapahit ilmu agamanya sempurna bahkan lebih sempurna dibanding para pengikut utama Dalai Lama di Tibet. Dari jaman ke jaman Sabdo Palon* terus-menerus berganti raga (wadag), yakni pada saat raganya memang sudah tua dan meninggal dunia.
Wadag baru pilihan itu tidak atas kemauan pribadi roh Sabdo Palon akan tetapi atas kehendak Sang Hyang Wenang ing Jagad.
Jadi sebenarnya walau Majapahit runtuh, Sabdo Palon dan pendahulunya Noyo Genggong tidak pernah murca atau hilang, dia hidup sebagai manusia biasa di bumi manusia ini. Silsilah Sabdo Palon dalam 2500 tahun terakhir mengayomi tanah Jawa, dan bumi bagian Selatan (Man Yang) adalah sbb.: Semar, Humarmoyo, Manikmoyo, Ismoyo, Noyo Genggong, Sabdo Palon, Ki K, WS, dan pada 2010 ini ......???!
Ramalan Sri Aji Jayabaya kedelapan bahwa Sabdo Palon akan kembali ke Nusantara, tentu ditafsirkan Sabdo Palon kelak berkiprah kembali sebagai pendamping dan penasihat daripada pemimpin negeri suatu kerajaan.
Tatkala Majapahit pada era keruntuhannya sekitar 1478, di hadapan Prabu Brawijaya yang berganti haluan memeluk Islam sedangkan Sabdo Palon tetap bertahan sebagai titah dengan Jowo Sanyoto sebelum murca (lenyap) Sabdo Palon berjanji, "Yang Mulia, kita ditakdirkan untuk berpisah, tetapi harap Yang Mulia ingat limaratus tahun lagi aku akan kembali ke marcapada bumi Nusantara untuk menjalankan titah-Nya."
Tepat waktu sebagaimana dijanjikan Sabdo Palon maka pada 1978 (500 tahun sejak Majapahit runtuh berikut murcanya Sabdo Palon) seorang penduduk biasa Jawa Tengah wadagnya dipergunakan oleh Sabdo Palon lengkap dengan Jowo Sanyoto-nya, lelaki tua itu menyebut dirinya Ki K. Pada awal 1990-an sosoknya yang sudah sepuh itu masih berstamina dan memiliki energi besar ditambah daya intelijensinya masih sangat kuat. Bicaranya menyihir barangsiapa saja yang mendengarkan. Sabdo Palon yang satu ini membawa ajaran dalam kitab "suci" Adam Makna (bukan Betaljemur Adam Makna). Salah satu isi kitab itu ialah penjabaran daripada abjad huruf Jawa ho no co ro ko do to so wo lo po dho jo yo nyo mo nggo bo tho ngo (yang bagi orang Sunda sangat penting sekali, ilmu tertinggi dalam dunia kebathinan dan falsafah di Nusantara). Beliau meninggal sekitar pertengahan 1990-an. Sabdo Palon berganti wadag lagi, dan kali ini dalam diri WS (65 tahunan) tangan kanan dan orang dekat Ki K sendiri. Kehadiran kembali Sabdo Palon dengan melalui reinkarnasi berabad pada sosok manusia pilihan itu atas kehendak dan kuasa Sang Hyang Wenang ing Jagad.
WS meninggal sekitar 2006, (bersamaan waktunya dengan meletusnya Gunung Merapi), sepak-terjang beliau semasa hidupnya mirip tokoh misterius yang gerakannya juga misterius, ia pernah mencoba memberikan nasihat kepada Presiden Suharto yang di masa itu dikelilingi tokoh-tokoh spiritual tingkat tinggi dan sulit didekati siapapun, konon hasilnya kurang memuaskan; dan beliau di samping itu juga mencoba memberi nasihat atau petuah pada berbagai petinggi militer maupun sipil. Sepak-terjangnya tidak pernah membikin heboh karena setiap lakunya dikerjakan tanpa menarik perhatian. Dan tentu saja ia tidak pernah mengumumkan jatidirinya kepada siapapun. Sosoknya biasa saja, keistimewaannya ialah stamina tubuhnya luarbiasa apalagi saat ia berbicara seolah menyihir para pendengarnya. Dan keberaniannya berbicara menghadapi tokoh manapun sangat luarbiasa.
Semasa jaman Majapahit dalam wasiatnya Sabdo Palon mengatakan, "Hanya atas kehendak Sang Hyang Wenang ing Jagad yang maha menentukan manusia pilihan sebagai wadag baru Sabdo Palon." Prosesnya perpindahan Sabdo Palon ke wadag baru berbeda dengan reinkarnasi pendeta Buddha Tibet. Sabdo Palon memasuki tubuh remaja atau dewasa yang telah ditakdirkan Sang Hyang Wenang ing Jagad meninggal dunia dan atas kehendakNya pula tubuh tersebut hidup kembali sebagai reinkarnasi Sabdo Palon baru dengan nama baru. Pada reinkarnasi pendeta Tibet terjadi sejak dalam kandungan ibunya, hingga lahir ke dunia sebagai bayi reinkarnasi pendeta si A atau si B.
Menurut penuturan Ki K, pada jaman Jepang, Sabdo Palon sebelumnya -- yang kini bersemayam dalam dirinya -- turut bersama balatentara Dai Nippon menyerbu Jawa, membebaskan tanah Jawa dari bangsa kulit putih. Akan tetapi naas di Singapura pesawat tempur Zero yang ditumpangi Sabdo Palon tertembak oleh musuh, seluruh awak tewas, tatkala itulah meloncatlah roh Sabdo Palon dari tubuh seseorang yang tewas dalam pesawat tersebut (orang Jepang!). Sabdo Palon yang memang hendak ke tanah Jawa konon mendarat seorang diri di kaki Gunung Merapi. Pesawat naas itu berangkat dari salah satu kota Jepang.
Kejayaan Nusantara dalam ramalan Sri Aji Jayabaya akan terjadi tatkala munculnya kembali Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Sabdo Palon alias Ki K pada 1980 mengatakan, "Kejayaan Nusantara yang lebih dahsyat daripada kerajaan Majapahit terwujud bila dunia mengalami goro-goro besar semacam perang dunia dahsyat atau bencana alam berskala besar, misalnya jatuhnya benda angkasa, meletusnya gunung berapi, dan lain-lain. Usai goro-goro terjadi maka dunia akan kembali seperti sediakala. Pada saat itulah tatanan politik dunia baru akan terbentuk dan jauh berbeda dari peta dunia modern sebelumnya. Pasca goro-goro itulah di Nusantara akan muncul Ratu adil dan Sabdo Palon berdampingan menentukan nasib Nusantara dan bumi bagian selatan (Man Yang) dalam satu tata pusat pemerintahan baru," demikian ucapan orisinil Sabdo Palon pada 1980.
Kapankah terjadinya goro-goro besar dan munculnya ratu adil? Pertanyaan itu akan terjawab setelah ada jawaban atas pertanyaan berikut, "Siapakah yang kini dipilih oleh Sang Hyang Wenang ing Jagad menjadi manusia pilihanNya sebagai wadag terbaru daripada reinkarnasi Sabdo Palon?"
Beliaulah sumber jawabannya.


Anda terhubung ke : 
- Ramalan JAYABAYA (1)
- Biografi JAYABAYA

RAMALAN JOYOBOYO (1)

  • Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran — Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
  • Tanah Jawa kalungan wesi — Pulau Jawa berkalung besi.
  • Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang — Perahu berjalan di angkasa.
  • Kali ilang kedhunge — Sungai kehilangan mata air.
  • Pasar ilang kumandhang — Pasar kehilangan suara.
  • Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak — Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
  • Bumi saya suwe saya mengkeret — Bumi semakin lama semakin mengerut.
  • Sekilan bumi dipajeki — Sejengkal tanah dikenai pajak.
  • Jaran doyan mangan sambel — Kuda suka makan sambal.
  • Wong wadon nganggo pakeyan lanang — Orang perempuan berpakaian lelaki.
  • Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman— Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
  • Akeh janji ora ditetepi — Banyak janji tidak ditepati.
  • keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe— Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
  • Manungsa padha seneng nyalah— Orang-orang saling lempar kesalahan.
  • Ora ngendahake hukum Hyang Widhi— Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
  • Barang jahat diangkat-angkat— Yang jahat dijunjung-junjung.
  • Barang suci dibenci— Yang suci (justru) dibenci.
  • Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit— Banyak orang hanya mementingkan uang.
  • Lali kamanungsan— Lupa jati kemanusiaan.
  • Lali kabecikan— Lupa hikmah kebaikan.
  • Lali sanak lali kadang— Lupa sanak lupa saudara.
  • Akeh bapa lali anak— Banyak ayah lupa anak.
  • Akeh anak wani nglawan ibu— Banyak anak berani melawan ibu.
  • Nantang bapa— Menantang ayah.
  • Sedulur padha cidra— Saudara dan saudara saling khianat.
  • Kulawarga padha curiga— Keluarga saling curiga.
  • Kanca dadi mungsuh — Kawan menjadi lawan.
  • Akeh manungsa lali asale — Banyak orang lupa asal-usul.
  • Ukuman Ratu ora adil — Hukuman Raja tidak adil
  • Akeh pangkat sing jahat lan ganjil— Banyak pejabat jahat dan ganjil
  • Akeh kelakuan sing ganjil — Banyak ulah-tabiat ganjil
  • Wong apik-apik padha kapencil — Orang yang baik justru tersisih.
  • Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin — Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
  • Luwih utama ngapusi — Lebih mengutamakan menipu.
  • Wegah nyambut gawe — Malas untuk bekerja.
  • Kepingin urip mewah — Inginnya hidup mewah.
  • Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka — Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
  • Wong bener thenger-thenger — Orang (yang) benar termangu-mangu.
  • Wong salah bungah — Orang (yang) salah gembira ria.
  • Wong apik ditampik-tampik— Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
  • Wong jahat munggah pangkat— Orang (yang) jahat naik pangkat.
  • Wong agung kasinggung— Orang (yang) mulia dilecehkan
  • Wong ala kapuja— Orang (yang) jahat dipuji-puji.
  • Wong wadon ilang kawirangane— perempuan hilang malu.
  • Wong lanang ilang kaprawirane— Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
  • Akeh wong lanang ora duwe bojo— Banyak laki-laki tak mau beristri.
  • Akeh wong wadon ora setya marang bojone— Banyak perempuan ingkar pada suami.
  • Akeh ibu padha ngedol anake— Banyak ibu menjual anak.
  • Akeh wong wadon ngedol awake— Banyak perempuan menjual diri.
  • Akeh wong ijol bebojo— Banyak orang gonta-ganti pasangan.
  • Wong wadon nunggang jaran— Perempuan menunggang kuda.
  • Wong lanang linggih plangki— Laki-laki naik tandu.
  • Randha seuang loro— Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
  • Prawan seaga lima— Lima perawan lima picis.
  • Dhudha pincang laku sembilan uang— Duda pincang laku sembilan uang.
  • Akeh wong ngedol ngelmu— Banyak orang berdagang ilmu.
  • Akeh wong ngaku-aku— Banyak orang mengaku diri.
  • Njabane putih njerone dhadhu— Di luar putih di dalam jingga.
  • Ngakune suci, nanging sucine palsu— Mengaku suci, tapi palsu belaka.
  • Akeh bujuk akeh lojo— Banyak tipu banyak muslihat.
  • Akeh udan salah mangsa— Banyak hujan salah musim.
  • Akeh prawan tuwa— Banyak perawan tua.
  • Akeh randha nglairake anak— Banyak janda melahirkan bayi.
  • Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne— Banyak anak lahir mencari bapaknya.
  • Agama akeh sing nantang— Agama banyak ditentang.
  • Prikamanungsan saya ilang— Perikemanusiaan semakin hilang.
  • Omah suci dibenci— Rumah suci dijauhi.
  • Omah ala saya dipuja— Rumah maksiat makin dipuja.
  • Wong wadon lacur ing ngendi-endi— Perempuan lacur dimana-mana.
  • Akeh laknat— Banyak kutukan
  • Akeh pengkianat— Banyak pengkhianat.
  • Anak mangan bapak—Anak makan bapak.
  • Sedulur mangan sedulur—Saudara makan saudara.
  • Kanca dadi mungsuh—Kawan menjadi lawan.
  • Guru disatru—Guru dimusuhi.
  • Tangga padha curiga—Tetangga saling curiga.
  • Kana-kene saya angkara murka — Angkara murka semakin menjadi-jadi.
  • Sing weruh kebubuhan—Barangsiapa tahu terkena beban.
  • Sing ora weruh ketutuh—Sedang yang tak tahu disalahkan.
  • Besuk yen ana peperangan—Kelak jika terjadi perang.
  • Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor—Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
  • Akeh wong becik saya sengsara— Banyak orang baik makin sengsara.
  • Wong jahat saya seneng— Sedang yang jahat makin bahagia.
  • Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul— Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
  • Wong salah dianggep bener—Orang salah dipandang benar.
  • Pengkhianat nikmat—Pengkhianat nikmat.
  • Durjana saya sempurna— Durjana semakin sempurna.
  • Wong jahat munggah pangkat— Orang jahat naik pangkat.
  • Wong lugu kebelenggu— Orang yang lugu dibelenggu.
  • Wong mulya dikunjara— Orang yang mulia dipenjara.
  • Sing curang garang— Yang curang berkuasa.
  • Sing jujur kojur— Yang jujur sengsara.
  • Pedagang akeh sing keplarang— Pedagang banyak yang tenggelam.
  • Wong main akeh sing ndadi—Penjudi banyak merajalela.
  • Akeh barang haram—Banyak barang haram.
  • Akeh anak haram—Banyak anak haram.
  • Wong wadon nglamar wong lanang—Perempuan melamar laki-laki.
  • Wong lanang ngasorake drajate dhewe—Laki-laki memperhina derajat sendiri.
  • Akeh barang-barang mlebu luang—Banyak barang terbuang-buang.
  • Akeh wong kaliren lan wuda—Banyak orang lapar dan telanjang.
  • Wong tuku ngglenik sing dodol—Pembeli membujuk penjual.
  • Sing dodol akal okol—Si penjual bermain siasat.
  • Wong golek pangan kaya gabah diinteri—Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
  • Sing kebat kliwat—Yang tangkas lepas.
  • Sing telah sambat—Yang terlanjur menggerutu.
  • Sing gedhe kesasar—Yang besar tersasar.
  • Sing cilik kepleset—Yang kecil terpeleset.
  • Sing anggak ketunggak—Yang congkak terbentur.
  • Sing wedi mati—Yang takut mati.
  • Sing nekat mbrekat—Yang nekat mendapat berkat.
  • Sing jerih ketindhih—Yang hati kecil tertindih
  • Sing ngawur makmur—Yang ngawur makmur
  • Sing ngati-ati ngrintih—Yang berhati-hati merintih.
  • Sing ngedan keduman—Yang main gila menerima bagian.
  • Sing waras nggagas—Yang sehat pikiran berpikir.
  • Wong tani ditaleni—Orang (yang) bertani diikat.
  • Wong dora ura-ura—Orang (yang) bohong berdendang.
  • Ratu ora netepi janji, musna panguwasane—Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
  • Bupati dadi rakyat—Pegawai tinggi menjadi rakyat.
  • Wong cilik dadi priyayi—Rakyat kecil jadi priyayi.
  • Sing mendele dadi gedhe—Yang curang jadi besar.
  • Sing jujur kojur—Yang jujur celaka.
  • Akeh omah ing ndhuwur jaran—Banyak rumah di punggung kuda.
  • Wong mangan wong—Orang makan sesamanya.
  • Anak lali bapak—Anak lupa bapa.
  • Wong tuwa lali tuwane—Orang tua lupa ketuaan mereka.
  • Pedagang adol barang saya laris—Jualan pedagang semakin laris.
  • Bandhane saya ludhes—Namun harta mereka makin habis.
  • Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan—Banyak orang mati lapar di samping makanan.
  • Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara—Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
  • Sing edan bisa dandan—Yang gila bisa bersolek.
  • Sing bengkong bisa nggalang gedhong—Si bengkok membangun mahligai.
  • Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil—Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
  • Ana peperangan ing njero—Terjadi perang di dalam.
  • Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham—Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
  • Durjana saya ngambra-ambra—Kejahatan makin merajalela.
  • Penjahat saya tambah—Penjahat makin banyak.
  • Wong apik saya sengsara—Yang baik makin sengsara.
  • Akeh wong mati jalaran saka peperangan—Banyak orang mati karena perang.
  • Kebingungan lan kobongan—Karena bingung dan kebakaran.
  • Wong bener saya thenger-thenger—Si benar makin tertegun.
  • Wong salah saya bungah-bungah—Si salah makin sorak sorai.
  • Akeh bandha musna ora karuan lungane—Banyak harta hilang entah ke mana
  • Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe—Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
  • Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram—Banyak barang haram, banyak anak haram.
  • Bejane sing lali, bejane sing eling—Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
  • Nanging sauntung-untunge sing lali—Tapi betapapun beruntung si lupa.
  • Isih untung sing waspada—Masih lebih beruntung si waspada.
  • Angkara murka saya ndadi—Angkara murka semakin menjadi.
  • Kana-kene saya bingung—Di sana-sini makin bingung.
  • Pedagang akeh alangane—Pedagang banyak rintangan.
  • Akeh buruh nantang juragan—Banyak buruh melawan majikan.
  • Juragan dadi umpan—Majikan menjadi umpan.
  • Sing suwarane seru oleh pengaruh—Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
  • Wong pinter diingar-ingar—Si pandai direcoki.
  • Wong ala diuja—Si jahat dimanjakan.
  • Wong ngerti mangan ati—Orang yang mengerti makan hati.
  • Bandha dadi memala—Harta benda menjadi penyakit
  • Pangkat dadi pemikat—Pangkat menjadi pemukau.
  • Sing sawenang-wenang rumangsa menang — Yang sewenang-wenang merasa menang
  • Sing ngalah rumangsa kabeh salah—Yang mengalah merasa serba salah.
  • Ana Bupati saka wong sing asor imane—Ada raja berasal orang beriman rendah.
  • Patihe kepala judhi—Maha menterinya benggol judi.
  • Wong sing atine suci dibenci—Yang berhati suci dibenci.
  • Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat—Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
  • Pemerasan saya ndadra—Pemerasan merajalela.
  • Maling lungguh wetenge mblenduk — Pencuri duduk berperut gendut.
  • Pitik angrem saduwure pikulan—Ayam mengeram di atas pikulan.
  • Maling wani nantang sing duwe omah—Pencuri menantang si empunya rumah.
  • Begal pada ndhugal—Penyamun semakin kurang ajar.
  • Rampok padha keplok-keplok—Perampok semua bersorak-sorai.
  • Wong momong mitenah sing diemong—Si pengasuh memfitnah yang diasuh
  • Wong jaga nyolong sing dijaga—Si penjaga mencuri yang dijaga.
  • Wong njamin njaluk dijamin—Si penjamin minta dijamin.
  • Akeh wong mendem donga—Banyak orang mabuk doa.
  • Kana-kene rebutan unggul—Di mana-mana berebut menang.
  • Angkara murka ngombro-ombro—Angkara murka menjadi-jadi.
  • Agama ditantang—Agama ditantang.
  • Akeh wong angkara murka—Banyak orang angkara murka.
  • Nggedhekake duraka—Membesar-besarkan durhaka.
  • Ukum agama dilanggar—Hukum agama dilanggar.
  • Prikamanungsan di-iles-iles—Perikemanusiaan diinjak-injak.
  • Kasusilan ditinggal—Tata susila diabaikan.
  • Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi—Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
  • Wong cilik akeh sing kepencil—Rakyat kecil banyak tersingkir.
  • Amarga dadi korbane si jahat sing jajil—Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
  • Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit—Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
  • Lan duwe prajurit—Dan punya prajurit.
  • Negarane ambane saprawolon—Lebar negeri seperdelapan dunia.
  • Tukang mangan suap saya ndadra—Pemakan suap semakin merajalela.
  • Wong jahat ditampa—Orang jahat diterima.
  • Wong suci dibenci—Orang suci dibenci.
  • Timah dianggep perak—Timah dianggap perak.
  • Emas diarani tembaga—Emas dibilang tembaga
  • Dandang dikandakake kuntul—Gagak disebut bangau.
  • Wong dosa sentosa—Orang berdosa sentosa.
  • Wong cilik disalahake—Rakyat jelata dipersalahkan.
  • Wong nganggur kesungkur—Si penganggur tersungkur.
  • Wong sregep krungkep—Si tekun terjerembab.
  • Wong nyengit kesengit—Orang busuk hati dibenci.
  • Buruh mangluh—Buruh menangis.
  • Wong sugih krasa wedi—Orang kaya ketakutan.
  • Wong wedi dadi priyayi—Orang takut jadi priyayi.
  • Senenge wong jahat—Berbahagialah si jahat.
  • Susahe wong cilik—Bersusahlah rakyat kecil.
  • Akeh wong dakwa dinakwa—Banyak orang saling tuduh.
  • Tindake manungsa saya kuciwa—Ulah manusia semakin tercela.
  • Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi—Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
  • Wong Jawa kari separo—Orang Jawa tinggal setengah.
  • Landa-Cina kari sejodho — Belanda-Cina tinggal sepasang.
  • Akeh wong ijir, akeh wong cethil—Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
  • Sing eman ora keduman—Si hemat tidak mendapat bagian.
  • Sing keduman ora eman—Yang mendapat bagian tidak berhemat.
  • Akeh wong mbambung—Banyak orang berulah dungu.
  • Akeh wong limbung—Banyak orang limbung.
  • Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka—Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman

Anda terhubung ke : 
- Ramalan JAYABAYA (2)
- Biografi JAYABAYA

 

DAFTAR ISI
Widget by Putra Q-Ae