SEMUA BERAWAL DARI... (kata itu diberi nama CINTA)

DIsarankan ...

aaaku. Powered by Blogger.

PROLOG

Tri Sulistyo Sebelumnya aku sampekan maap se-gede2-nya, kalo mungkin aja tulisan ato postingan banyak dari copas punya senior2 dan aku lupa ambilnya. Hingga gak aku cantumin sumbernya. Cuman satu yang aku yakinin bila bila senior semua ikhlas...

Kenali Tokoh R. Ng. RANGGAWARSITA

R Ng Ranggawarsita adalah salah satu pujangga Jawa yang banyak melahirkan karya tulis atau serat (bahasa Jawa). Siapakah R Ng Ranggawarsita ?  Silakan baca sejarah ringkas nya di bawah ini.



dikutib dari http://wayangpustaka02.wordpress.com

Satriya Pinandhita itu adalah GUS DUR


Gus Dur, lahir pada tanggal 7 September 1940 dan diberi nama Abdurrahman Addakil. Semenjak menginjak masa sekolah, nama Addakhil diganti dengan “Wahid”. Sehingga namanya berubah menjadi Aburrahman Wahid. Setelah memimpin Nahdlatul Ulama (NU), beliau akrab disebut Gus Dur. Panggilan”Gus” adalah panggilan kehormatan khas pesantren terhadap orang yang dituakan atau juga bisa berarti mas atau abang.
Gus Dur lahir dalam keluarga muslim yang sangat terhormat dalam komunitas muslim. Gus Dur lahir dari pasangan K.H. Wahid Hasyim dan Hj. Solehah. Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim adalah mantan Menteri Agama pada masa kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949. K.H. Hasyim Asyari adalah kakeknya dari pihak ayah yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sedangkan K.H. Bisri Syansuri. Adalah kakek Gus Dur dari pihak ibu, merupakan kyai terhormat yang mengajar pesantren pertama untuk kaum perempuan.

Sejarah Gus Dur

Ketika Gus Dur berusia 4 tahun, Ia dan keluarganya pindah ke Jakarta, mengikuti ayahnya yang terpilih menjadi Ketua partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Selang beberapa tahun kemudian, setelah masa perang kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1949, ayah Gus Dur, ditunjuk menjadi Menteri Agama oleh Soekarno. Selama itu pula, Gus Dur mengenyam pendidikan sekolah dasar di Jakarta. Namun, pada tahun 1953, ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim meninggal dunia karena kecelakaan mobil.
Setahun kemudian, Abdurrahman Wahid masuk ke bangku SMP. Ketika itu, Gus Dur malah tinggal kelas, sehingga ibunya mengirim Gus Dur untuk belajar dibawah asuhan K.H. Ali Maksum di Yogyakarta untuk belajar agama, setara dengan SMP. Pada tahun 1957, Gus Dur menyelesaikan pendidikan SMP dan melanjutkan pendidikannya di Pesantren Tegalrejo. Dalam waktu 2 tahun, Gus Dur mampu menyelesaikan pendidikannya dengan nilai diatas rata-rata, karena standar kelulusan biasanya ditempuh dalam waktu 4 tahun.
Pada tahun 1963, Gus Dur melanjutkan kuliahnya di Universitas Al Azhar di Kairo, berkat Beasisiwa yang diterimanya dari Kementrian Agama. Ia juga dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia untuk Mesir. Setahun kemudian, Ia memutuskan untuk berhenti kuliah dari Universitas tersebut karena ketidaksesuain metode belajar.
Pada tahun 1966, Gus Dur melanjutkan studinya di Universitas Baghdad, Irak, masih dengan beasiswa yang diterimanya. Gus Dur menghabiskan waktu 4 tahun hingga lulus dari Universitas Baghdad, tepatnya pada tahun 1970. Kemudian Ia mencoba meneruskan pendidikannya di Belanda. Namun, Belanda tidak mengakui pendidikannya di Baghdad. Kemudian Gus Dur pergi menuju Perancis dan Jerman untuk melanjutkan studi S-2.

Pada tahun 1974, Gus Dur kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), sebuah organisasi yang terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut “Prisma” dan Gusdur menjadi salah satu kontributor utama. Sementara itu, Gus Dur mecari dan berkunjung ke seluruh pesantren di tanah Jawa. Melihat keadaan pesantren yang memprihatinkan, Gus Dur memantapkan keyakinannya untuk mengembangkan pesantren daripada melanjutkan studinya ke Kanada.
Sembari bekerja sebagai kontributor majalah, Gus Dur juga bekerja sebagai guru di pesantren Jombang. Satu tahun kemudian Gus Dur mengajarkan Kitab Al Hikam di pesantren tersebut. Pada tahun 1977,Gusdur bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam dengan mengajar materi tambahan syariat Islam dan misiologi.
Beberapa tahun kemudian, Gus Dur mempersunting Sinta Nuriyah sebagai istrinya. Dalam pernikahannya itu, mereka dikaruinia emapat orang anak Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny), Alissa Qotrunnada, Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.
Keterlibatannya di panggung politik ketika Gus Dur diminta oleh kakeknya Bisri Syansuri, untuk bergabung dengan NU. Pengalaman pertama di bidang politik ketika diselenggarakan pemilihan umum legislatif pada tahun 1982, Gus Dur berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebuah Partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan 4 partai Islam termasuk NU.
Dua tahun kemudian, pada tahun 1984, Gus Dur terpilih menjadi ketua NU. Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto dan rezim Orde Baru. Mengingat organisasi NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mempunya pengaruh besar. Sehingga pemerintah perlu mendapatkan dukungan dari organisasi NU. Pada mulanya, Gus Dur dan rezim Soeharto memiliki hubungan yang baik. Namun masalah muncul ketika Gus Dur mulai mengkritik pemerintahan Soeharto dengan kasus-kasus seperti Waduk Kedung Ombo dan beberapa lainnya yang membuat hubungan antara pemerintah rezim Soeharto dan NU mulai renggang. Selang beberapa tahun kemudian, Gus Dur mulai terang-terangan melawan kebijakan-kebijakan pemerintahan Soeharto.
Pada tahun 1998, Gus Dur membentuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) setelah jatuhnya rezim orde baru Soeharto. Meskipun partai politik bentukan NU, namun Gus Dur menyatakan bahwa PKB terbuka untuk semua kalangan. Dalam pemilihan umum presiden pada tahun 1999, Gus Dur mencalonkan diri menjadi Presiden dan beliau berhasil memenangkan pemilu dan memangku jabatan Presiden.

Tidak sesuai dengan harapan, selama memangku jabatan Presiden, pemerintahan Gus Dur banyak mengalami masalah dan Gus Dur memili hubungan yang buruk dengan para petinggi pemerintahannya sendiri, termasuk dengan para Jenderal TNI dan juga ditariknya dukungan Amien Rais dan Megawati yang sebelumnya mendukung Gus Dur karena perbedaan prinsip.
Pada tanggal 23 Juli 2001, Gus Dur diturunkan dari jabatan Presiden melalui pemakzulan dalam sidang luar biasa Majelis Permusyawaratan Rakyat dan digantikan wakilnya Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden.
Akibat kesehatan yang semakin memburuk, bahkan sejak Gus Dur masih menjabat Presiden, beberapa kali Ia mengalami stroke, diabetes dan gangguan ginjal. Akhirnya, pada tanggal 30 Desember 2009, Gus Dur menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Johnny Indo, Perampok Budiman



Dengan tubuhnya jangkung dengan kulitnya yang bersih. Tutur katanya halus. Mungkin orang akan mengira dia hanyalah seorang lelaki biasa saja. Seorang ayah yang baik, yang mengajari PR bagi anak-anaknya, atau suami yang menyayangi istrinya. Apalagi di masa mudanya di juga tampan. Dan dia indo, lahir di Garut Garut, 06 November 1948. Tapi siapa sangka dia adalah pimpinan kawanan perampok yang sangat disegani. Yohanes Hubertus Eijkenboom atau Johnny Indo.

Johny Indo dan 12 anak buahnya yang ia beri nama “pachinko” alias pasukan china kota sangat disegani sebagai perampok yang malang melintang di Jakarta dan sekitarnya. Johnny Indo adalah spesialis perampok toko emas dan selalu melakukan aksi pada siang hari. Mereka yang merampok toko emas di Cikini, Jakarta Pusat, pada 1979. Perampokan ini menjadi berita yang menggemparkan karena gerombolan membawa lima pistol, satu buah granat, dan puluhan butir peluru. Johnny mengaku mendapatkan senjata api dari sisa-sisa pemberontakan RMS, PRRI atau DI TII.

Mengaku sebagai anak kampong, sesungguhnya Johnny Indo berasal dari keluarga miskin. Sejak kecil dia suka membaca buku termasuk petualangan Sunan Kalijaga yang sebelum menjadi wali merupakan perampok, namun perampok untuk kebaikan semua dengan membagikan hasil rampokan kepada orang miskin. Atau tentang Si Pitung seorang perampok budiman dari Jakarta. Robbin Hood yang berkiprah di desa kecil bernama Nottingham, Inggris.

Berkali-kali pula Johny Indo mengulangi perbuatannya dan hasil jarahannya dia bagi-bagikan kepada masyarakat miskin. Namun sepandai-pandai tupai melompat sekali gagal juga. Pepatah itu nampaknya berlaku juga buat Johny Indo dan kelompoknya. Karena kekuranghati-hatian salah seorang anggota kelompoknya yang menjual emas, hasil barang jarahan sembarangan, satu demi satu anak buah Johny Indo dibekuk petugas. Johny Indo akhirnya tertangkap di Gua Kiansiantang, Sukabumi, Jawa Barat. Dia diganjar 14 tahun penjara dan dijebloskan ke penjara yang keamannya ekstra ketat Nusakambangan.

Ternyata mendekam di Nusakambangan tidak membuat petualangan Johny Indo berakhir. Bersama 14 tahanan lainnya, Johny Indo membuat geger karena kabur dari sel. Hampir semua aparat keamanan waktu itu dikerahkan untuk menangkap Johny Indo dan kelompoknya. Namun setelah bertahan hingga dua belas hari, Johny Indo pun menyerah. Dia menyerah karena sudah berhari-hari tidak makan. Selain itu 11 tahanan yang melarikan diri bersamanya tewas diberondong peluru petugas. Kisah pelarian Johny Indo yang legendaries itu bahkan sempat diangkat ke layar film dengan Johny Indo sebagai bintangnya sendiri.

Johnny Indo yang dalam karirnya merampok pantang melukai korbannya selama di penjara itu banyak waktu luang, dari sana mulai berfikir tentang jati diri, akhirnya selama dipenjara banyak belajar agama Islam karena sebelumnya beragama nasrani.

Kini Johny Indo tinggal di daerah Sukabumi, Jawa Barat bersama istrinya, Vinny Soraya dan kedua putra-putrinya. Ia telah berubah. Ia menjalani kehidupan barunya sebagai seorang juru dakwah. Di saat senggang ia menghabiskan waktu dengan membenahi rumahnya yang sederhana sambil menunggu panggilan dakwah.

KUSNI KASDUD Robin Hood INDONESIA

Siapa yang tidak mengenal tokoh ini pada era 70 an, salah satu pejahat Legendaris, tertangkap dan di vonis hukuman mati atas segala perbuatannya…. Namun pada saat – saat akhir hayat nya ia bertobat dan dengan “tegar” menghadapi hukumannya.
 Revolusi meruntuhkan sistem nilai lama dan menyusun sistem nilai baru. Sedikit orang merenung dan mempertanyakan segala sesuatu dalam revolusi itu. Kebanyakan bertindak, larut tanpa bentuk di dalamnya dan mencari identitas yang terus terlepas. Kalaupun ada, salah satu pencari itu bernama Kusni Kasdut.

Semasa revolusi, Kusni ditugaskan melakukan hal-hal yang waktu itu dianggap perbuatan kepahlawanan. Akan tetapi selewat revolusi, perbuatan itu dinilai sebagai tindak pidana. Cerita demikian memang bisa didengar di mana pun, setelah revolusi selesai. Memang revolusi merupakan penjungkir-balikan segala nilai.


Kusni Kasdut yang bernama asli Waluyo, adalah seorang anak yatim dari keluarga petani miskin di Blitar. Terlahir dengan kemiskinan yang terus menghantuinya, tanpa revolusi, mustahil dapat beristrikan seorang gadis indo dari keluarga menengah, sekali pun telah diindonesiakan sebagai Sri Sumarah Rahayu Edhiningsih. Istri yang ia cintai, ia kagumi, bahkan ia puja itu melahirkan tekad untuk memperbaiki kehidupannya.

Ia mencoba mencari pekerjaan yang sepadan dengan martabatnya yang baru, dan kegagalan demi kegagalan ia dapat. Untuk kesekian kalinya,--berbekal pengalaman semasa revolusi ‘45--ia berusaha masuk anggota TNI, tetapi ditolak. Penolakan ini disebabkan sebelumnya ia tak resmi terdaftar dalam kesatuan. Selain itu, pada kaki kirinya terdapat bekas tembakan yang ia dapat semasa perang fisik melawan Belanda. Akibatnya, cacat secara fisik.


Kegagalan-kegagalan tersebut membentuknya ia seolah diperlakukan tidak adil oleh penguasa waktu itu, seperti ‘habis manis sepah dibuang’. Hal tersebut menimbulkan obsesi untuk merebut keadilan dengan sepucuk pistol, membenarkan diri memperoleh rejeki yang tak halal. Terlebih lagi membiarkan anak dan istrinya terlantar. Bersama teman senasip dan seperjuangan yang tak ada harapan untuk menyambung hidup, Kusni pun akhirnya merampok.


Demikian kegagalan sosial ekonomi dan keterdamparan psikologi telah mengantar individu memasuki dunia hitam. Kusni tak sendiri. Masih banyak Kusni-kusni lain, seorang di antaranya adalah Bir Ali. Anak Cikini kecil (sekarang belakang Hotel Sofyan), mantan suami penyanyi Ellya Khadam. Bernama lengkap Muhammad Ali dan dijuluki Bir Ali--karena kesukaannya menenggak bir sebelum melakukan aksi-- menjalani hukuman mati pada 16 Februari 1980. Bir Ali-lah yang membunuh Ali Badjened (seorang Arab kaya raya ketika rumahnya di rampok).

“Ada satu kesamaan antara Kusni Kasdut, Mat Pelor, dan Mat Peci. Mereka dulunya adalah para pejuang '45, memilih jalan pintas untuk menyambung hidup. Mereka kecewa atas penguasa jaman itu karena kurang diperhatikan masa depannya.”

Pada mulanya, Kusni, dengan segala keramahan Usman, Mulyadi dan Abu Bakar mengundangnya masuk, bahkan memberikan posisi memimpin kepadanya. Kebetulan, ia memang dilahirkan dengan garis (instink) memimpin. Dan seperti buah terlarang, hal itu memang manis dan membuat ketagihan. Seperti seorang morfinis, Kusni tak dapat berhenti. Bahkan jeweran kuping dari seorang yang dikasihi dan dihormatinya, Subagio, tak mempan. Pengalaman tertangkap Belanda semasa revolusi, membuatnya memandang penjara sebagai lembaga tempat penyiksaan yang sah. Hanya untuk menghindari penangkapan, ia rela membunuh korbannya (itupun bila dianggap terlalu terpaksa).

Berbekal sepucuk pistol, tahun 1960-an, Kusdi bersama Bir Ali merampok dan membunuh seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened. Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan Awab Alhajiri, Kebon Sirih. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembakkan dari jeep. Peristiwa ini sangat menggemparkan ketika itu, karena masalah perampokan disertai pembunuhan belum banyak terjadi seperti sekarang ini.

Berselang satu tahun, tepatnya tanggal tgl 31 Mei 1961, Ibukota dibuat geger. Dimana terjadi perampokan di Museum Nasional Jakarta (Gedung Gajah). Bak sebuah film, Kusni yang menggunakan jeep dan mengenakan seragam ala polisi, menyandera pengunjung dan menembak mati seorang petugas museum. Dalam aksi ini, ia berhasil membawa lari 11 permata koleksi museum tersebut. Kusni Kasdut menjadi buronan terkenal.

Sekian tahun menjadi buronan, Kusni Kasdut tertangkap ketika mencoba menggadaikan permata hasil rampokannya di Semarang. Petugas pegadaian curiga karena ukurannya yang tidak lazim. Akhirnya ia ditangkap, dijebloskan ke penjara dan dihukum mati atas rangkaian tindak kejahatannya.


Dalam keterasingannya di penjara dan jauh dari orang-orang yang dicintai, ternyata sisi agamis Kusni Kasdut tumbuh semakin dalam. Apalagi ketika dia di penjara dan sebelum dieksekusi mati, dia sempat berkenalan dengan seorang pemuka agama Katolik.

Setelah berkenalan dengan pemuka agama tersebut, akhirnya dia memutuskan menjadi pengikut setia. Kusni Kasdut dibaptis sebagai pemeluk Katolik dengan nama Ignatius Kusni Kasdut.

Saat menunggu hari eksekusi, dia menuangkan rasa cintanya terhadap agama yang telah dia anut dalam sebuah lukisan yang terbuat dari gedebog pohon pisang. Dalam lukisan tersebut, tergambar dengan rinci Gereja Katedral lengkap dengan menara dan arsitektur bangunannya yang unik. Dan sampai sekarang masih tersimpan rapi di Museum Gerja Katederal Jakarta.


lukisan Kusni Kasdut yang terbuat dari gedebok Pisang, dan masih tersimpan di Kathederal Jakarta
“Setelah lukisan gedebog pisang itu jadi, sebagai tanda terima kasihnya, Kusni Kasdut memberikan lukisannya itu kepada Gereja Katedral, Jakarta. Beberapa hari setelah itu, Kusni Kasdut ditembak mati,” ujar pengurus Museum Katedral, Jakarta, Eduardus Suwito.
Saya mendapat tulisan mengenai saat – saat akhir hayatnya pada saat mau menghadapi regu tembak :
Keinginannya terakhir hanya ia mau duduk di tengah keluarganya.
Itu terpenuhi. Sembilan jam sebelum diantar pergi oleh tim
eksekutor, di ruang kebaktian Katolik di LP Kalisosok Kusni
Kasdut dikelilingi keluarganya: Sunarti (istri keduanya), Ninik
dan Bambang (anak dari istri pertama), Edi (menantu, suami
Ninik) dan dua cucunya, anak Ninik. Itulah jamuannya yang
terakhir-dengan capcai, mi dan ayam goreng. Tapi rupanya hanya
orang yang menjelang mati itu yang dengan nikmat makan.
Kusni, kemudian, memeluk Ninik. “Saya sebenarnya sudah tobat
total sejak 1976,” katanya, seperti direkam seorang
pendengarnya. “Situasilah yang membuat ayah jadi begini.
Sebenarnya ayah ingin menghabiskan umur untuk mengabdi kepada
Tuhan. Tapi waktu terlalu pendek. Ninik dan yang lain
menangis. “Diamlah,” lanjut ayahnya, “Ninik ‘kan sudah tahu,
ayah sudah pasrah. Ayah yakin Tuhan sudah menyediakan tempat
bagi ayah. Maafkanlah ayah.” Kedua cucunya, Eka dan Vera, mulai
mengantuk.
Fact about Kusni Kasdut
 
Pada masanya Kusni kasdut adalah penjahat spesialis “barang antik” salah satunya yang paling spektakuler ia merampok Museum Nasional Jakarta. Dengan menggunakan jeep dan mengenakan seragam polisi (yang tentunya palsu), dia pada tanggal 31 Mei 1961 masuk ke Museum Nasional yang dikenal juga Gedung Gajah. Setelah melukai penjaga dia membawa lari 11 permata koleksi museum tersebut.
Pernah membunuh dan merampok seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened pada 1960-an. Kusni Kasdut dalam aksinya ditemani oleh Bir Ali. Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan, Awab Alhajiri. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembak dari jeep yang dibawa oleh Kusni Kasdut.
Saat-saat terakhir Kusni Kasdut ini dijadikan ide untuk lagunya God Bless “Selamat Pagi Indonesia” di album “Cermin”. Lirik lagu ini ditulis oleh Theodore KS, wartawan musik Kompas yg jagoan menulis lirik lagu.

Awalnya Kusni kasdut adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.

SUDARTO adalah penasehat hukum Kusni Kasdut mengatakan dalam pembelaanya : ”Manusia tidak berhak mencabut nyawa orang,” dan ”Nafsu tidak bisa dibendung dengan ancaman”.

Kusni Kasdut pada saat sedang menunggu keputusan atas permohonan grasinya sempat melarikan diri kemudian dapat ditangkap kembali dan akhirnya menjalankan pidana matinya.

Kusni Kasdut sempat dijuluki “Robin Hood” Indonesia, karena ternyata hasil rampokannya sering di bagi – bagikan kepada kaum miskin.

Tangan kanan Kusni Kasdut adalah Bir Ali, anak Cikini Kecil (sekarang ini letaknya di belakang Hotel Sofyan). Bir Ali, yang juga menjadi pembunuh Ali Bajened bersama Kusni Kasdut di Jalan KH Wahid Hasyim, bernama lengkap Muhammad Ali. Dia mendapat gelar Bir Ali karena kesukaannya menenggak bir, ia tewas dalam tembak menembak dengan polisi.

Ia menjalani hukuman matinya didepan regu tembak pada 16 Februari 1980.

Puisi Kusni Kasdut

haru – biru

kehidupan adalah perlawanan tanpa penyesalan

kesalahan hanyalah lawan kata kebenaran

selanjutnya engkau pasti tahu

tahun 1976 ku bertobat

semua yang ada tak selalu terlihat

jarak antar saat begitu dekat

situasilah yang memaksa dan membuat kuberlari

rindukan terang

pada pekat malam kuterjang

serpihan paku, kaca dan kawat berduri

bulan tak peduli, turuti kata hati

hati menderu-deru, belenggu memburu

beradu cepat dengan peluru

kusadari hidupku hanya menunggu

suara 12 senapan dalam satu letupan

satu aba-aba pada satu sasaran

yaitu ajalku....

(Ignatius Waluyo AKA Kusni Kasdut, menuju eksekusi hukuman mati pada 16 Februari 1980).


Sumber : dari berbagai sumber

DAFTAR ISI
Widget by Putra Q-Ae