SEMUA BERAWAL DARI... (kata itu diberi nama CINTA)

DIsarankan ...

aaaku. Powered by Blogger.

PROLOG

Tri Sulistyo Sebelumnya aku sampekan maap se-gede2-nya, kalo mungkin aja tulisan ato postingan banyak dari copas punya senior2 dan aku lupa ambilnya. Hingga gak aku cantumin sumbernya. Cuman satu yang aku yakinin bila bila senior semua ikhlas...
> > Babad MADIUN (bagian 13)

Babad MADIUN (bagian 13)

|
JALANNYA PERANG DIPONEGORO DI MADIUN

Kota Ngawi adalah sangat penting, sebagai pusat perdagangan dan pelayaran. Maka Tanggal 13 Nopember 1825, pasukan Belanda dibawah pimpinan Kapten Theunissen Van lowick berhasil merebut Kota Ngawi. Sebagai pertahanan Pasukan Madiun, kemudian, 15 Nopember 1825 pasukan Madiun bergeser ke selatan Kota Ngawi, namun akhirnya dikepung Pasukan Belanda dari utara oleh pasukan Van Lewick dan dari barat pasukan Letnan Vlikken Sohild yang dibantu ratusan Prajurit Kabupaten Jogorogo (wilayah Surakarta) akhirnya pasukan Madiun berhasil di kacaukan, sekitar 60 prajurit gugur. Akhir tahun 1825, Belanda mendirikan Benteng stelsel di Kota Ngawi yang di jaga 250 tentara, 6 meriam api, dan 60 Kavaleri.
Di wilayah selatan pertahanan pasukan Madiun diletakan di Pacitan. Peperangan dipimpin oleh Panglima Daerah Bupati Mas Tumenggung Djojokarijo, Mas Tumenggung Jimat dan Ahmad Taris, akan tetapi akhir Agustus 1825 daerah Pacitan berhasil dikuasai Belanda. Bupati Djojokarijo di pecat (mendapat pensiun 40), sedang Tumenggung Jimat dan Ahmad taris ditangkap yang nasibnya tidak diketahui.

Sebagai bupati baru, diangkatlah oleh Belanda Mas Tumenggung Somodiwiryo, akan tetapi tidak lama bertahta sebab 9 Oktober 1825 diserbu oleh pasukan Madiun yang dipimpin oleh Raden Mas Dipoatmojo putra Diponegoro sendiri dan berhasil membunuh bupati baru tersebut. Namun akhirnya awal Desember 1825 seluruh pasukan Madiun di Pacitan berhasil dipecah belah oleh Belanda, hingga Pacitan sepenuhnya di kuasai Belanda. Hingga awal tahun 1826, Kota Kabupaten Madiun belum menjadi medan peperangan Perang Diponegoro. Namun ditahun kedua perang ini, Panglima Daerah Mas Kartodirdjo ditangkap di Madiun.

Semenjak pertahanan di Ngawi jatuh ke tangan tentara Belanda, prajurit Madiun yang mundur ke wilayah barat (Jogorogo) akhirnya kembali memusatkan pertahanan di Ibukota Wonorejo, Madiun. Hal ini telah diketahui pihak Belanda maka, 18 Desember 1825, dibawah Kapten Inf. Rosser yang membawa pasukan Belanda dari Madura, prajurit Mangkunegaran, di tambah tentara dari Benteng Ngawi, dari selatan Belanda dibantu prajurit Kasunanan Surakarta di Ponorogo. Terjadilah perang hebat, pada tanggal 18 Desember 1825, hingga akhirnya pasukan Madiun berhasil dikalahkan, Pangeran Serang beserta istrinya gugur sebagai kusuma bangsa. Beliau adalah menantu Pangeran Mangkudiningrat karena anti Inggris, akhirnya dibuang oleh Raffless ke Bengkulu (1812) sedangkan Pangeran Serang sendiri adalah keturunan Sunan Kalijogo dari Kadilangu, Demak.

Seorang pangeran dari Pamekasan, Madura ikut terbunuh, pertempuran meluas sejak tanggal 24 Desember 1825 hingga pada 9 Januari 1826, Panglima Daerah Mas Kartodirjo berhasil di tangkap dan terbunuh. Walaupun demikian beberapa Bupati masih setia dan tetap bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Secara formal sejak 9 Januari 1826, Bupati wedono Mancanegara Timur, Ronggo Prawirodiningrat sudah dibawah kekuasaan Belanda, beliau ditangkap dan dibawa ke benteng Ngawi.

Namun dalam kenyataanyan baru tahun 1827 daerah Madiun aman dengan didirikannya benteng Belanda beserta satu detasemen tentara dengan senjata lengkap di dekat Istana Bupati Wedono Madiun di Wonorejo di Desa Kartoharjo. Benteng tersebut dijaga oleh 135 tentara Belanda dengan 62 pucuk bedil, 2 meriam kaliber 31/4 inci dan ratusan prajurit Kasunanan Surakarta dibawah pimpinan Letnan Infanteri Schnarburch. Bangunan benteng tersebut mempunyai 2 menara penjagaan di utara dan selatan dapat mengawasi arah Ponorogo, Istana Wonorejo dan Pasar Madiun (Prajuritan = Kelurahan MadiunLor).

Tanggal 15 Mei 1828 benteng Madiun sudah sempurna, dijaga oleh ribuan tentara siang dan malam yang merupakan simbol di mulainya Kolonialisme Belanda di wilayah Kabupaten Madiun. Namun secara yuridis, kekuasaan pemerintahan kabupaten Madiun tetap di bawah Pangeran Ronggo Prawirodiningrat. Menurut laporan Belanda tanggal 20 Mei 1828 hingga permulaan Juni 1828 masih ada pemberontakan-pemberontakan kecil di sekitar wilayah  Ibukota Madiun dengan pimpinan Raden Sosrodilogo yang akhirnya tertangkap 3 Nopember 1828. Setelah Raden Sosrodilogo tertangkap pada tanggal 3 Oktober 1828, maka keadaan sekitar Kota Madiun kembali aman.

Sekarang Bupati Madiun berkedudukan di Pangongangan yaitu ditengah Kota Madiun, sekarang di Komplek Perumahan Dinas Bupati Madiun. Disinilah seterusnya Bupati Madiun sampai sekarang menjalankan pemerintahan, sedangkan makamnya ada di Kelurahan Taman (dulu Desa Perdikan) selain makam Kuncen. Disini disemayamkan pahlawan-pahlawan pendiri Kabupaten Madiun pada waktu lampau, sehingga kepada orang yang dipercaya menjaga/merawat makam tersebut diberikan hadiah satu wilayah Pedesaan sebagai tanah perdikan serta hak untuk memungut hasilnya, bersifat Orfelijik (turun tumurun).

Nama Para Bupati (Wedono Mancanegara Timur) Madiun
Kyai / Ki Ageng Reksogati 1518 – 1568 (Perwakilan Demak / Penyebar Agama Islam)
1.        Pangeran Timoer 1568-1586 (disebut juga Panembahan Rama atau Ronggo Jumeno)
2.        Raden Aju Retno Dumilah 1586 – 1590
3.        Panembahan Senopati 1590–1591 nama Purabaya dirubah menjadi Mbediun / Mediun)
4.        Raden Mas Soemekar 1591 – 1595
5.        Pangeran Adipati Pringgolojo 1595 – 1601
6.        Raden Mas Bagoes Petak (Mangkunegoro I) 1601 – 1613
7.        Pangeran Adipati Mertolojo (Mangkunegoro II) 1613 – 1645
8.        Pangeran Adipati Balitar Irodikromo (Mangkunegoro III) 1645 – 1677 (terjadi perang Trunojoyo)
9.        Pangeran Toemenggoeng Balitar Toemapel 1677–1703
10.      Raden Ajoe Poeger 1703–1704 (terjadi pemberontakan Untung Suropati. RA Puger mengikuti suaminya ke Kraton Kartasura)
11.      Pangeran Harjo Balater 1704 – 1709 (Sebagai saudara dan Menggantikan RA Puger)
12.      Toemenggoeng Soerowidjojo 1709 – 1725
13.      Pangeran Mangkoedipoero 1725–1755 (terjadi Palihan Nagari Yogyakarta dan Surakarta, Madiun di bawah Pemerintahan Yogyakarta, kemudian diangkat Raden Ronggo Prawiro Sentiko oleh Hamengku Buwono I sebagai Bupati Madiun bergelar Ronggo Prawirodirjo I, berkedudukan di Istana Kranggan )
14.      Raden Ronggo Prawirodirdjo I 1755 – 1784
15.      Pangeran Raden Mangundirdjo (Ronggo Prawirodirdjo II) 1784–1795 (Berkedudukan di Istana Kranggan dan Wonosari)
16.      Pangeran Raden Ronggo Prawirodirdjo III 1795–1810 (Berkedudukan di Istana Wonosari, Maospati dan Yogyakarta)
17.      Pangeran Dipokoesoemo 1810 – 1820
18.      Raden Ronggo Prawirodiningrat 1820–1822 (beliau saudara lain ibu dari Bagus Sentot Prawirodirjo)
19.      Raden Toemenggoeng Tirtoprodjo 1822 – 1861
20.      Raden Mas Toemenggoeng Ronggo Harjo Notodiningrat 1861–1869 (karena kekuasaan Belanda, Bupati Notodiningrat hanya menjadi Kepala Kantor Pemerintahan Kolonial / Rijkbestuur )
21.      R.M. Toemenggoeng Adipati Sosronegoro 1869 – 1879 (sebagai Rijsbestuur)
22.      Raden Mas Toemenggoeng Sosrodiningrat 1879–1885 (Belanda membagi Karesidenan Madiun menjadi lima regenschappen yang masing-masing punya kedudukan yang sama, yaitu Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo dan Pacitan )
23.      Raden Arjo Adipati Brotodiningrat 1885–1900
24.      Raden Arjo Toemenggoeng Koesnodiningrat 1900–1929 (muncul sekolah-sekolah formal di desa yang dikenal sebagai Volk School selanjutnya disebut Vervolk School selama 2 tahun, tahun 1912 dibuka di Kertohardjo yaitu Sekolah Kartini. Tahun 1918, Kabupaten Madiun di pisah dengan wilayah perkotaan setelah adanya Gemeente Ordonatie berdasar Peraturan Pemerintah 20 Juni 1918)
25.      R.M. Toemenggoeng Ronggo Koesmen 1929 – 1937
26.      R.M. Toemenggoeng Ronggo Koesnindar 1937–1953 (Jepang masuk ke Madiun)
27.      Raden Mas Toemengoeng Harsojo Brotodiningrat 1954-1956
28.      Raden Sampoerno 1956 – 1962 (sebagai Pejabat Bupati)
29.      Kardiono, BA 1962 – 1965 (Partai Komunis Indonesia mendapat suara terbanyak dan Bupatinya R. Kardiono, Hilang dituduh tersangkut G30S/PKI)
30.      Mas Soewandi 1965 – 1967
31.      H. Saleh Hassan 1967 – 1973
32.      H. Slamet Hardjooetomo 1973 – 1978
33.      H. Djajadi 1978 – 1983
34.      Drs. H. Bambang Koesbandono 1983 – 1988
35.      Ir. S. Kadiono 1988 – 1998
36.      R. H. Djunaedi Mahendra, SH. M.Si 1998 – 2008
37.      H. Muhtarom, S.Sos 2008-2013

Sebelum meletus Perang Diponegoro, Madiun belum pernah di jamah oleh orang-orang belanda atau eropa lainnya. Namun dengan berakhirnya Perang Diponegoro, belanda menjadi tahu potensi daerah Madiun. Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1832, Madiun secara resmi dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda dan dibentuklah suatu tatanan pemerintahan yang berstatus karesidenan dengan ibu kota di Desa Kartoharjo (tempat istana Patih Kartoharjo) yang berdekatan dengan istana Kabupaten Madiun di Desa Pangongangan.

Sejak saat itu mulai berdatangan Bangsa Belanda dan Eropa lainnya, yang berprofesi dalam bidang perkebunan dan perindustrian, yang mengakibatkan munculnya berbagai perkebunan, yaitu perkebunan tebu dengan pabrik gulanya di PG. Pagotan, PG. Kanigoro, PG. Rejoagung, PG. Purwodadie di Glodok, PG.Soedono di Geneng, PG. Redjosarie di Kawedanan, perkebunan teh di Jamus dan Kare, perkebunan kopi di Kandangan Kare, perkebunan tembakau di Pilang Kenceng dan lain-lain. Mereka bermukim di dalam kota di sekitar Istana Residen Madiun.

Semua warga Belanda dan Eropa yang bermukim di Kota Madiun, karena statusnya yang merasa lebih superior dari pada penduduk pribumi, mereka tidak mau diperintah oleh Pemerintah Kabupaten Madiun. Selanjutnya untuk melaksanakan segregasi (pemisahan) sosial, berdasarkan perundang-undangan inlandsche gementee ordonantie, oleh Departemen Binenlandsch Bestuur, dibentuk Staads Gementee Madiun atau Kotapraja Madiun berdasarkan Peraturan Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Juni 1918, dengan berdasarkan staatsblaad tahun 1918 nomor 326.

Pada awalnya, walikota (burgemeester) dirangkap oleh asisten residen merangkap sebagai voor setter, yang pertama yaitu Ir. W. M. Ingenlijf, yang selanjutnya diganti oleh Demaand hingga tahun 1927. Setelah tahun 1927 sampai dengan sekarang.
Urut-urutan walikota yang pernah memimpin Kota Madiun adalah sebagai berikut :
1. Mr. K. A. Schotman
2. Boerstra
3. Mr. Van dijk
4. Mr. Ali Sastro Amidjojo
5. Dr. Mr. R. M. Soebroto
6. Mr. R. Soesanto Tirtoprodjo
7. Soedibjo
8. R. Poerbo Sisworo
9. Soepardi
10. R. Mochamad
11. R. M. Soediono
12. R. Singgih
13. R. Moentoro
14. R. Moestadjab
15. R. Roeslan Wongsokoesoemo
16. R. Soepardi
17. Soemadi (Hilang , dituduh tersangkut G30S/PKI )
18. Joebagjo (Hilang, dituduh tersangkut G30S/PKI )
19. Pd. Walikota R. Roekito, BA
20. Drs. Imam Soenardji ( 1968 s.d. 1974 )
21. Achmad Dawaki, BA ( 1974 s.d. 1979 )
22. Drs. Marsoedi ( 1979 s.d. 1989 )
23. Drs. Masdra M. Jasin ( 1989 s.d. 1994 )
24. Drs. Bambang Pamoedjo ( 1994 s.d. 1999 )
25. Drs. H. Achmad Ali ( 1999 s.d. 2004 )
26. H. Kokok Raya, SH, M.Hum ( 2004 s.d. 2009 )
27. H. Bambang Irianto, SH, MM (2009 s.d. 2014 )
Bookmark and Share
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 13). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?

Ditulis Oleh : tri sulistyo ~ Kejahatan dan Kemuliaan berawal dari CINTA

Tri Sulistyo Sobat sedang membaca artikel tentang Babad MADIUN (bagian 13) ini dipublish pada hari 27 September 2012. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

Ingin artikel seperti Babad MADIUN (bagian 13) diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan :

0 Comments
Tweets
Komentar

Post a Comment

Lebih Bijak jika anda berkomentar..

DAFTAR ISI
Widget by Putra Q-Ae