SEMUA BERAWAL DARI... (kata itu diberi nama CINTA)

DIsarankan ...

aaaku. Powered by Blogger.

PROLOG

Tri Sulistyo Sebelumnya aku sampekan maap se-gede2-nya, kalo mungkin aja tulisan ato postingan banyak dari copas punya senior2 dan aku lupa ambilnya. Hingga gak aku cantumin sumbernya. Cuman satu yang aku yakinin bila bila senior semua ikhlas...
> > Babad MADIUN (bagian 20)

Babad MADIUN (bagian 20)

|
7.   Tanah Perdikan Tegalsari, Ponorogo
Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari.
Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), Bantengan, dan lainnya. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini.
Alumni Pondok ini banyak yang menjadi orang besar dan berjasa kepada bangsa Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll. sebagai contoh adalah Susuhunan Paku Buwono II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsito (wafat 1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto (wafat 17 Desember 1934).
Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan tentang latar belakang Paku Buwono II nyantri di Pondok Tegalsari. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi (Sunan Kuning), seorang Pangeran keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buwono II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di Desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buwono II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai Wara` itu, dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.
Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah SWT mengabulkan doa Paku Buwono II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku Buwono II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buwono II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.
Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau yang bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.
 Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.
Bookmark and Share
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 20). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?

Ditulis Oleh : tri sulistyo ~ Kejahatan dan Kemuliaan berawal dari CINTA

Tri Sulistyo Sobat sedang membaca artikel tentang Babad MADIUN (bagian 20) ini dipublish pada hari 27 September 2012. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

Ingin artikel seperti Babad MADIUN (bagian 20) diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan :

0 Comments
Tweets
Komentar

Post a Comment

Lebih Bijak jika anda berkomentar..

DAFTAR ISI
Widget by Putra Q-Ae