SEMUA BERAWAL DARI... (kata itu diberi nama CINTA)

DIsarankan ...

aaaku. Powered by Blogger.

PROLOG

Tri Sulistyo Sebelumnya aku sampekan maap se-gede2-nya, kalo mungkin aja tulisan ato postingan banyak dari copas punya senior2 dan aku lupa ambilnya. Hingga gak aku cantumin sumbernya. Cuman satu yang aku yakinin bila bila senior semua ikhlas...
> > Babad MADIUN (bagian 18)

Babad MADIUN (bagian 18)

|
5.   Tanah Perdikan Banjarsari (wetan dan kulon)

Letak Desa Banjarsari bersebelahan dengan Desa Sewulan, secara etimologi kata Banjarsari berasal dari Ganjaran dan sri, artinya : Hadiah dari Raja.

Belum diketahui secara pasti terjadinya Desa Banjarsari menjadi perdikan, dengan adanya Palihan Nagari Jogjakarta dan Surakarta pada tanggal 13 Pebruari 1755, Sultan Hamengku Buwono I naik tahta, pada saat itu salah satu kabupaten Mancanegara timur, yang merupakan wilayah Kasultanan Jogjakarta yaitu, Kabupaten Singosari, seolah-olah membangkang perintah sultan, Bupati Singosari tidak mau mendatangi pisowanan rutin yang diadakan Kesultanan Jogjakarta. Sebagai bawahan dari Wedono Mancanegara Timur, maka Pangeran Ronggo Prawirodirjo I berangkat ke Singosari dengan dikawal 40 prajurit pilihan dan seorang pendamping santri dari Pesantren Tegalsari Ponorogo yang bernama Muhammad Bin Umar atas perintah Sultan.
Dipingir kali porong, atas permintaan Bin Umar rombongan berhenti sejenak untuk menanak nasi, nasi bukan untuk dimakan tetapi sebagai sarana agar rombongan prajurit tatkala memasuki keraton Singosari tidak diketahui musuh. Nasi liwet ini disimbolkan “lewat selamat” ternyata hal ini berhasil, selanjutnya Bupati Singosari di bawa menghadap ke Kasultanan Jogjakarta.
Sultan Hamengku Bowono I, kagum mendengar cerita tersebut, seketika itu beliau menghadiahkan bumi Banjarsari kepada Muhammad Bin Umar, sebagai tanah perdikan pada tahun 1763. Sekitar tahun 1793 Desa perdikan Banjarsari dipecah menjadi dua sebagai pembagian ahli waris, menjadi Banjarsari Wetan dan Banjarsari Kulon.
Penguasa Desa Banjarsari sebelum pecah, yaitu :
1.    Kyai Ageng I Muhammad Bin Umar,
2.    Kyai Ageng II Muhammad Imron,
3.    Kyai Ageng III Muhammad Maolani. Kyai Ageng III ini sebagai wali, karena putra Kyai Ageng II “Tofsiranom” masih berusia 3 tahun. Setelah Kyai Tofsiranom dewasa sebagian wilayah Desa Perdikan diberikan kepada Muhammad Maolani yang berjasa menjadi wali saat Tofsiranom masih kecil.
Pemimpin kedua Banjarsari selanjutnya sebagai berikut :
Banjarsari Wetan :
1.    Kyai Tofsiranom I,
2.    Kyai Tofsiranom II,
3.    Kyai Sosro Ngulomo,
4.    Kyai Abdul hamid,
5.    Kyai Notodirodo,
6.    Kyai Ismangil,
7.    Kyai Istiadji
Banjarsari Kulon :
1.    Kyai Mohammad Maolani,
2.    Kyai Ngali Murtolo,
3.    Kyai Djajadi II,
4.    Kyai Mukibat ,
5.    Kyai Djojodipuro.
6.    Kyai Raden Abdul Hamid dari Banjarsari Wetan merupakan tokoh pendiri Perguruan Ilmu Sumarah (aliran kepercayaan) yang memiliki pengikut ribuan bahkan ada yang dari luar negeri.
Aliran Kepercayaan Sumarah di plokamirkan di Jogjakarta tahun 1935 oleh Raden Ngabehi Sukino dan Kyai Raden Abdul Hamid. Latar belakang pendirian perkumpulan tersebut adalah segera tercapainnya Indonesia Merdeka dan perdamaian dunia.
kerajinan yang sudah dikembangkan oleh Kyai Banjarsari adalah pembuatan sapu ijuk.
Walaupun desa Perdikan diberi otonomi yang luas oleh Kasultanan, akan tetapi setiap Kyai Perdikan punya kewajiban sebagai tanda kesetiaan pada kasultanan, yaitu setiap bulan Maulud Kyai dan beberapa pejabat desa harus menghadap Sultan Jogjakarta. Kesetiaan Desa Perdikan Banjarsari ini terbukti, ketika tahun 1940, Pendopo Kabupaten Madiun terbakar habis maka pendopo Desa Perdikan Banjarsari dibongkar dan di Berikan untuk mengganti pendopo Kabupaten yang terbakar.
Kyai Muhammad Bin Umar memimpin Perdikan Banjasari selama 44 tahun. Ia meninggal pada 1807 atau 1227 hijriah. Ia mewariskan sebuah masjid, Al-Muttaqin, yang didirikannya pada 29 September 1763. Sejak tahun 1963 pemerintah menghapuskan daerah perdikan (otonom). Kyai terakhir dari Banjarsasi Wetan adalah Kyai R. Istiadji bin Kyai Ismangil, sedang Banjarsari Kulon Kyai R.Djojodipoero. Di perdikan tersebut terdapat rumah penyimpanan pusaka yang dinamakan “njero kidul” yaitu rumah pusaka peninggalan kyai yang memerintah Banjarsari Kulon, sedang “njero kulon” rumah pusaka yang ditempati keluarga besar kyai yang memerintah Banjarsari Wetan yang sekarang ditempati oleh keluarga Abdul Khamid.
Bookmark and Share
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 18). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?

Ditulis Oleh : tri sulistyo ~ Kejahatan dan Kemuliaan berawal dari CINTA

Tri Sulistyo Sobat sedang membaca artikel tentang Babad MADIUN (bagian 18) ini dipublish pada hari 27 September 2012. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

Ingin artikel seperti Babad MADIUN (bagian 18) diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan :

0 Comments
Tweets
Komentar

Post a Comment

Lebih Bijak jika anda berkomentar..

DAFTAR ISI
Widget by Putra Q-Ae