SEMUA BERAWAL DARI... (kata itu diberi nama CINTA)

DIsarankan ...

aaaku. Powered by Blogger.

PROLOG

Tri Sulistyo Sebelumnya aku sampekan maap se-gede2-nya, kalo mungkin aja tulisan ato postingan banyak dari copas punya senior2 dan aku lupa ambilnya. Hingga gak aku cantumin sumbernya. Cuman satu yang aku yakinin bila bila senior semua ikhlas...
> > Babad MADIUN (bagian 4)

Babad MADIUN (bagian 4)

|
MADIUN PADA MASA KERAJAAN DEMAK-MATARAM ISLAM

Kerajaan Majapahit yang telah dikudeta oleh Girindrawardana tahun 1478 M dengan pusat pemerintahan di Daha, Kediri, dapat di taklukan oleh Pasukan Demak yang dipimpin oleh Sunan Kudus tahun 1527 M, kemudian penaklukan melebar ke wilayah timur diantaranya Tuban, Wirasaba (Mojoagung) tahun 1528 M, Gegelang (selatan Madiun) tahun 1929 M dan wilayah kerajaan-kerajaan kecil bekas Majapahit lainnya.
Pada akhir Pemerintahan Majapahit atau Masa kejayaan Kasultanan Demak Bintoro di wilayah Madiun selatan terdapat Kadipaten Gegelang atau Ngurawan yang didirikan oleh Pangeran Adipati Gugur salah satu putra Prabu Brawijaya V, yang tentunya masih setia pada Majapahit. Dengan perkawinan putra mahkota Demak Pangeran Surya Pati Unus dengan Raden Ayu Retno Lembah putri dari Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan (mungkin Dolopo sekarang) maka pusat pemerintahan dipindahkan dari Ngurawan ke Desa Sogaten dengan nama baru yaitu Purabaya.

Pangeran Surya Pati Unus menduduki Tahta Kabupaten Purabaya menggantikan Kyai Ageng Reksogati yang sebelumnya diangkat oleh Kasultanan Demak sebagai pemimpin sekaligus penyebar agama Islam di wilayah Sogaten mulai tahun 1518 (Sogaten = tempat Kyai Reksogati) berdasarkan penduduk setempat istana Purabaya di Sogaten disebut Bale kambang dan terdapat pula dusun Santren (mungkin dulu tempat Pesantren Kyai Reksogati). Kyai Reksogati inilah yang dianggap sebagai cikal bakal berdirinya Kabupaten Madiun.

Sultan Trenggono adalah Sultan Demak ketiga, sekaligus juga yang terakhir. Beliau mangkat pada tahun 1546 di medan perang dalam usahanya menaklukkan daerah Pasuruan di Jawa Timur. Peristiwa tersebut membawa akibat timbulnya perang saudara antar keturunan daerah Demak untuk memperebutkan tahta kerajaan.
Sultan Prawata, putra sulung Sultan Trenggono gugur dalam perebutan tahta itu. Tinggallah Pangeran Hadiri dan Pangeran Adiwijaya. Keduanya sama-sama menantu dari Sultan Trenggono. Yang keluar sebagai pemenangnya adalah Pangeran Adiwijaya.
Atas restu Sunan Kudus, Pangeran Adiwijaya ditetapkan sebagai Sultan dan menetapkan Pajang sebagai pusat kerajaan.

Alasan pemindahan tempat pusat pemerintahan itu karena Demak te­lah dirasa “tercemar darah perang saudara”. Pe­ngawasan Kasultanan Demak di Purabaya di bawah Kyai Reksa Gati, kemudian membuka dan mewarnai Sejarah Awal Kabupaten Madiun, se­bagai Bupati yang Pertama (ke I) di Madiun dengan masa jabatan antara tahun 1568 sampai 1586.

Bersamaan dengan penobatan Sultan Adiwijaya sebagai Sultan Pajang, dilantik pula adik ipar sultan, yaitu putra bungsu Sultan Trenggono yang bernama Pangeran Timur sebagai Bupati di Purabaya yang sekarang disebut Kabupaten Madiun pada tanggal 18 Juli 1568 M. Pemerintahan berpusat di Desa Sogaten, Sidomulyo dan sekitarnya. Sejak saat itu secara yuridis formal Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan Kabupaten di bawah Kasultanan Pajang (sebagai penerus Demak).

Pada tahun 1575 M pusat pemerintahan dipindahkan dari Sogaten ke Desa Wonosari/Wonorejo di sebut juga Kutho Miring (Kuncen/Demangan) yang letaknya lebih strategis karena diapit 2 sungai yaitu Kali Catur dan Nggandong, sampai tahun 1590 M.

Setelah Pangeran Adiwijaya mangkat karena usianya yang sudah tua, pusat pemerintahan berpindah ke Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Danang Sutowijoyo atau yang lebih populer disebut Panembahan Senopati. Ia adalah putra sulung Pangeran Adiwijaya. Konon, Panembahan Senopati berwajah tampan, kemauannya keras dan pandai berperang. Sebagai seorang raja besar, Panembahan Senopati bercita-cita hendak menaklukkan para bupati di seluruh Tanah Jawa di bawah panji-panji Mataram.

Pada tahun 1586 M Kesultanan Pajang Runtuh akibat adanya konflik internal dan serangan dari Mataram, maka Panembahan Rama (sebutan lain pangeran Timur) menyatakan bahwa Purabaya adalah kabupaten bebas yang tidak terikat dengan hierarki Mataram, dengan tidak tunduknya Purabaya pada Panembahan Senopati, maka Mataram segera mengirim expedisi militer untuk menaklukan Purabaya sebagai pimpinan Kabupaten Mancanegara Timur (Brang wetan), tahun 1586 dan 1587 M.

Dalam ekspedisi tersebut prajurit Mataram selalu menderita kekalahan yang cukup berat. Prajurit Purabaya dan sekutu dipimpin oleh salah seorang prajurit wanita, yaitu putri Panembahan Rama, Raden Ayu Retno Dumilah. Panembahan Rama dan Retno Dumilah memimpin seluruh prajurit gabungan Kabupaten Mancanegara Timur diantaranya, Kabupaten Surabaya, Pasuruan, Kediri, Panaraga, Kedu, Brebek, Pakis, Kertosono, Ngrowo, Blitar, Trenggalek, Tulung, Jogorogo dan Caruban.

Pada tahun 1590 M, dengan berpura-pura menyatakan takluk dalam versi lain atas saran Ki Mandaraka (Ki Juru Mertani) Panembahan Senopati mengutus seorang dayang cantik jelita bernama Nyai Adisara untuk menyatakan kekalahan dengan membawa surat takluk dan sebagai tanda, Nyai Adisara membasuh kaki Panembahan Rama yang airnya nanti digunakan untuk siram jamas Panembahan Senopati, hal ini membuat Pasukan Purabaya dan sekutunya terlena, maka pasukan sekutu berangsur-angsur pulang ke daerahnya masing-masing.

Dengan ahli strategi Ki Juru Mertani yang didukung 4000 prajurit Mataram telah siap di barat Kali Madiun untuk menyerang pusat istana Kabupaten Purabaya, terjadilah perang hebat, hingga pada sore hari prajurit Madiun kalah dan banyak yang melarikan diri ke timur, tinggalah Raden Ayu Retno Dumilah yang ditugaskan untuk mempertahankan Purabaya, dengan di bekali pusaka Keris Kala Gumarang dan sejumlah kecil prajurit yang tersisa, Retno Dumilah Madeg Senopati Perang.
Perang tanding terjadi antara Sutawijaya dengan Raden Ayu Retno Dumilah terjadi disekitar sendang di dekat istana Wonosari/Wonorejo (Kuncen/Demangan). Pusaka Keris Kala Gumarang berhasil direbut oleh Sutawijaya dan melalui bujuk rayunya, Raden Ayu Retno Dumilah dipersunting oleh Sutawijaya kemudian diboyong ke istana Mataram sedangkan Panembahan Rama melarikan diri ke Surabaya.

Sebagai peringatan penguasaan Mataram atas Purabaya tersebut maka pada hari Jum’at Legi tanggal 16 Nopember 1590 Masehi nama “Purabaya” diganti menjadi “Mbediyun ” atau Mediun.
Bookmark and Share
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 4). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?

Ditulis Oleh : tri sulistyo ~ Kejahatan dan Kemuliaan berawal dari CINTA

Tri Sulistyo Sobat sedang membaca artikel tentang Babad MADIUN (bagian 4) ini dipublish pada hari 27 September 2012. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

Ingin artikel seperti Babad MADIUN (bagian 4) diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan :

0 Comments
Tweets
Komentar

Post a Comment

Lebih Bijak jika anda berkomentar..

DAFTAR ISI
Widget by Putra Q-Ae