SEMUA BERAWAL DARI... (kata itu diberi nama CINTA)

DIsarankan ...

aaaku. Powered by Blogger.

PROLOG

Tri Sulistyo Sebelumnya aku sampekan maap se-gede2-nya, kalo mungkin aja tulisan ato postingan banyak dari copas punya senior2 dan aku lupa ambilnya. Hingga gak aku cantumin sumbernya. Cuman satu yang aku yakinin bila bila senior semua ikhlas...
> > Babad MADIUN (bagian 23)

Babad MADIUN (bagian 23)

|
LATAR BELAKANG BERDIRINYA PEMERINTAH KOTA MADIUN

Desentralisasi Pemerintah Hindia Belanda yang berlangsung sejak awal abad XIX berjalan terus termasuk pula pembentukan Pemerintah Kota Madiun terpisah dari Pemerintah Kabupaten Madiun, ada beberapa hal sebagai pertimbangan pokok yang melandasi berdirinya Pemerintah Kota Madiun.
1.   Politik
Pada tahun 1911 didirikanlah Sarekat Islam di Solo sebagai perkembangan bentuk baru dari Sarekat Dagang Islam yang lahir di Kota Solo juga pada dekade pertama abad XIX. Para pendirinya tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang -orang Cina tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumiputera. Ini merupakan reaksi terhadap krestenings politik (politik pengkristenan) dari kaum Zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan oleh pihak ambtenar-ambtenar bumiputera dan eropa.
Berdasarkan Anggaran Dasar Sarikat Islam bertujuan mengembangkan jiwa berdagang, memberi bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesukaran, memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputera, menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang Islam, maka Sarekat Islam tidak berisikan politik. Tetapi seluruh aksi perkumpulan itu dapat dilihat, bahwa Sarikat Islam lain tidak melaksanakan suatu persetujuan ketatanegaraan. Selalu diperjuangkan dengan gigih keadilan dan kebenaran terhadap penindasan dan lain-lain keburukan bagi pihak pemerintah, dan disertai oleh wartawan-wartawan Indonesia yang berani. Periode Sarikat Islam itu dicanangkan oleh suatu kebangunan revolusioner dalam arti tindakan yang gagah berani melawan pemerintah kolonial. Pemerintah Hindia Belanda, menghadapi situasi yang demikian hidup dan mengandung unsur-unsur revolusioner, menempuh jalan hati-hati. Gubernur Jendral Idenburg meminta nasehat dari para residen untuk menetapkan kebijaksanaan politiknya. Hasilnya untuk sementara Sarikat Islam tidak diijinkan berupa organisasi yang mempunyai pengurus besar dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal. Tindakan ini bertujuan untuk mematahkan Sarekat Islam menjadi pergerakan politik berskala nasional. Tetapi waulupun demikian tetap terjalin adanya hubungan antar Sarekat Islam lokal lewat pengurus masing-masing. Sarekat Islam mendapat perhatian ekstra oleh Pemerintah Hindia Belanda, tentu saja mencakup Sarekat Islam di Madiun.
2.   Sosial
Nama Madiun lahir pada tanggal 16 Nopember 1690, untuk menggantikan nama lama Purabaya. Madiun sebagai tempat dan pusat pemerintahan daerah Kabupaten di bawah Bupati terus berkembang sebagaimana umumnya kota-kota di pedalaman Jawa yang tumbuh dan berkembang pada Jaman Madya. Pada Tahun 1830 Madiun dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda yang sejak tahun itu pemerintah Hindia Belanda menjalankan culturstelsel yaitu sistem tanam paksa di P. Jawa. Orang belanda mulai masuk di Madiun dan jumlahnya semakin bertambah banyak terlebih setelah sistem tanam paksa dihapus pada tahun 1970 diganti dengan tanaman bebas dan pengusaha bebas.
Orang kulit putih Belanda sebagai penguasa, orang Timur Asing yaitu orang Cina dan Arab yang dapat dikatakan mempunyai kedudukan kuat dalam percaturan ekonomi, bergerak di berbagai bidang usaha terutama perdagangan dan produksi. Sedangkan pribumi sebagian besar merupakan petani, sebagian lainnya pekerja pertukangan dan buruh. Kehidupan pribumi lebih lemah ditambah perlakuan hukum ketatapemerintahan yang diskriminatif sangat menyulitkan bagi pribumi untuk dapat maju. Pertambahan penduduk di madiun sangat pesat pada hal dari segi ekonomi mereka lemah jauh dari kemakmuran dan kesejahteraan, kehidupan yang makmur sejahtera tidak indentik dengan angka kelahiran yang tinggi. Lapangan kerja yang pertumbuhannya tidak sebanding dengan laju pertumbuhan penduduk pribumi, ditambah lagi kurangnya lahan persawahan dikarenakan jatuh kedalam perjanjian sewa tanah bagi kepentingan pengusaha pabrik gula untuk tanaman tebu, maka berdampak terjadinya imigrasi intern oleh pribumi madiun ke daerah lain di pulau jawa, hal ini bisa dilihat dengan dibukanya jalan kereta api yang menghubungkan Kalisat dan Banyuwangi pada tahun 1901 merupakan salah satu pendorong bagi migrasi dari Jawa Tengah ke ujung Jawa sebelah Timur yang masih kosong. Sebagaimana dalam hal perkawinan terjadinya asimilasi etnis antara tiga golongan masyarakat.
3.   Budaya
Orang Belanda menganggap dirinya superior terhadap orang tionghoa dan orang pribumi, demikian pula orang tionghoa menganggap dirinya lebih unggul terhadap orang pribumi, namun demikian dalam bidang budaya tidak sebarapa dalam pengaruh begitu terhadap budaya pribumi. Dalam hal ini di Madiun tidak terasa pengaruhnya, gedung-gedung pemerintah dengan pilar-pilar berbentuk bulat penyangga bagian atas bangunan bukan berasal dari belanda melainkan adopsi dari seni bangunan romawi. Tiang dari bahan kayu jati masih dijumpai pada Masjid Raya Baitul Hakim Madiun. Khusus untuk bangunan air hasil arsitektur belanda terkenal mutunya sangat kokoh.
Sementara orang Tionghoa yang ikut-ikutan bangsa belanda merasa super terhadap orang pribumi, hampir dipastikan bahwa tiada pengaruh kebudayaan tionghoa bagi orang pribumi, pengaruh budaya mereka adalah petasan dan kembang api, terus untuk pengembangannya terutama digunakan untuk kepentingan upacara yaitu berupa mercon dan kembang api bukan untuk persenjataan api, dapat pula ditambahkan budaya tionghoa yang ikut mewarisi usaha kerajinan tembikar di Indonesia adalah barang porselin. Dalam Kontak budaya antara orang tionghoa dan pribumi saling mempertahankan tradisi budaya mereka masing-masing, mungkin lebih mengena kalau dikatakan saling menjaga tradisi budaya mereka tanpa terjadinya proses akulturasi yang berarti.
Kalau di Madiun orang tionghoa beradaptasi diri dengan lingkungan mayoritas komunitas pribumi dengan tujuan bahwa mereka tidak merasa terasing lagi pula dari segi aspek-aspek kehidupan yang lain jelas memberikan keuntungan. Demikian pembauran dapat dipastikan tidak dapat terjadi baik pribumi maupun orang tionghoa nampak tetap menjaga kemurnian ras mereka masing-masing andaikata terjadi jumlahnya sangat kecil dan itupun dikarenakan alasan-alasan tertentu.
4.   Ekonomi
Gubernur Jendral sebagai pucuk pimpinan Pemerintah Hindia Belanda dalam pelaksanaan pemerintahan hanya bertugas sebagai pelaksana belaka. Adapun garis besarnya pemerintahan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat kerajaan Naderland. Salah satu tugas pemerintahan yang harus diemban Gubernur Jendral adalah hal ekonomi. Pola Ekonomi pemerintah belanda adalah pola ekonomi liberal yang telah digariskan pemerintah pusat kerajaan Naderland, pada prinsipnya adalah pemberian kebebasan oleh pemerintah (penguasa) kepada pelaku-pelaku ekonomi dalam usaha produksi sampai pemasaran didasarkan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam arti pemerintah memberikan jaminan keamanan bagi para usahawan agar dapat berusaha secara optimal.

Akhirnya tiba pada suatu kesimpulan bahwa proses desentralisasi pemerintahan dengan dibentuknya pemerintahan kota beserta dengan dewan kota nampak bahwa ada kepentingan kuat dari pemerintah hindia belanda untuk memantapkan bahkan tidak mustahil untuk mempertahankan lestari berkuasa dan menguasai indonesia. Pembentukan Pemerintahan Kota beserta dengan Dewan Kota Madiun di dalam Staatsblad Van Nederlandsch-Indie (Lembaran Negara Hindia Belanda) No. 326 tanggal 20 Juni 1918 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda atas nama Ratu Kerajaan Belanda. lembaran negara ini terdiri dari 7 pasal :

Pasal 1
Menunjuk pasal 8 Lembaran Negara No. 137 tanggal 22 Pebruari 1907 bahwa Ibukota Madiun mempunyai wewenang mengatur kebutuhannya sendiri (yang sebelumnya diatur oleh penguasa lain) termasuk mengurus jalan negara di lingkungan kerja Kota Madiun

Pasal 2
Menunjuk ayat 1 pasal 68 a Peraturan kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda menetapkan :
2.1.   Daerah Madiun dengan Ibukota Madiun
2.2.   Daerah Madiun dengan Ibukota Madiun disebut Kotapraja Madiun

Pasal 3
Anggaran belanja Kotapraja Madiun ditetapkan tersendiri dari keuangan umum berjumlah f.28.175,- (dua puluh delapan ribu seratus tujuh puluh lima gulden)

Pasal 4
4.1.     Perkerataapian dan Taram diatur oleh Dinas tersendiri di luar terpisah dari Kotapraja Madiun, keuangan umum Hindia Belanda tidak mengatur terhadap kebutuhan
4.1.1. Perawatan, perbaikan, pembaharuan dan pelaksanaan pelbagai pekerjaan tentang kendaraan umum, termasuk pekerjaan seperti penanaman lereng, pengerjaan tanggul, tepi jalan dengan batu dan kayu, pintu air, parit dan sumur, dinding pangkalan, juga pekerjaan yang penting lainnya seperti lapangan, taman, memperpanjang got-got penting pada umumnya.
4.1.2. Penyiraman tanaman dan tepi jalan, mengangkat sampah di sepanjang jalan oleh kendaraan terbuka, jalan-jalan dan taman
4.1.3.   Penerangan jalan
4.1.4.   Penanggulangan kebakaran
4.1.5.   Tempat Pemakaman umum dengan pengertian bahwa biaya untuk pelaksanaan kerja yang diluar kebiasaan akan diberikan bantuan keuangan oleh Negara
4.2.     Dalam kejadian yang istimewa dapat dengan permohonan yang mendapat persetujuan Dewan Kotapraja, pekerjaan dilakukan oleh Negara

Pasal 5
5.1      Pemeliharaan yang mengurus apa yang disebut dan dimaksud pasal 4 berada didalam wilayah Kotapraja Madiun diserahkan kepada Kotapraja Madiun terlepas dari kepemilikannya, demikian juga desa-desa diluar Kotapraja Madiun seperti Desa Mangunharjo dan Desa Sambirejo yang terletak di tepi kiri sungai Madiun tetap dikuasai oleh daerah-daerah pemukiman orang cina dan termasuk pemeliharaan oleh Negara adalah puithis, dengan kewajiban penghuninya untuk menjaga dan mengembalikan dalam keadaan baik apabila terjadi pengrusakan Kotapraja mengawasi tanpa hak kepemilikan atasnmya
5.2.     Jembatan dan saluran air yang terletak dibatas kotapraja berdasar pasal 5.1. diatas, yang penting yang terletak di dalam Kotapraja
5.3.     Gubernur Jendral membebaskan Kotapraja dari kewajiban yang berada dalam pasal 5.1. tentang saluran air yang ditentukan untuk dibebas tugaskan

Pasal 6
6.1.     Untuk Kotapraja Madiun didirikan suatu dewan yang disebut dengan nama Dewan
Perwakilan Daerah Kotapraja Madiun.
6.2.     Anggota Dewan berjumlah 13 orang, dengan susunan :
1.     8 (delapan) orang Eropa atau orang lain diluar Eropa yang disamakan kedudukannya
2.     4 (empat) orang pribumi
3.     1 (satu) orang timur asing
Komposisi keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah Kotapraja Madiun yang terdiri dari 8 (delapan) orang anggota eropa atau orang lain yang disamakan kedudukannya, 4 orang pribumi dan 1 orang timur asing, oleh karena musyawarah dewan dalam mengambil keputusan berdasar peranggota bukan pergolongan, tetap dewan dikuasai oleh orang belanda.
6.3.     Kepala Pemerintah Kotapraja Madiun adalah Ketua Dewan.

Pasal 7
7.1.     Kecuali menentukan mengenai hal itu dalam peraturan kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda, Surat Keputusan Desentralisasi dan Peraturan Dewan Daerah, berisi lingkungan kerja Kotapraja Madiun pada pasal 5, pengawasan yang dimaksud termasuk kebutuhan pemeliharaan yang diuraikan dalam pasal 4, sejauh mana hal itu tidak harus dibayar oleh Kotapraja Pribumi atau lainnya
7.2.     Kecuali pemenuhan janji terhadap pemerintah dan penguasa lain, dewan mempunyai wewenang mengatur kebutuhan Kotapraja Madiun
7.3.     Keragu-raguan atau perbedaan tentang batas kewenangan tugas pemerintah dari Kotapraja Madiun, dari penguasa lain dan dari Kotapraja Pribumi diputuskan oleh Gubernur Jendral.
Demikian bahwa staatshlad Van Nederlandsch Indie No. 327 tahun 1918 tanggal 20 Juni tentang anggaran tahun pertama. Berdasar data primer pada staatsblad Van Nederlandsch Indie, tahun 1918 No. 326 tanggal 20 Juni dan STVNI tahun 1918 N0. 327 tanggal 2o Juni ditunjang data skunder yang bersifat literer, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kotapraja Madiun berdiri pada :

Tanggal 20 Juni 1918, pada saat itu desa-desa mana yang ditetapkan menjadi derah Pemerintahan Kota Madiun tidak tercantum dalam Staatsblad No. 326 tahun 1918 tanggal 20 Juni, Staatblad hanya menyebut dua Desa yaitu Desa Mangunharjo dan Desa Sambirejo yang terletak disebelah kiri sungai Madiun dalam status bukan Desa Daerah Kota Madiun, suatu bentuk pengesahan bahwa kedua Desa tersebut diatas berada dalam wewenang lain di luar Kota Madiun.

Pada Bulan Maret 1942 Kota Madiun diduduki oleh pasukan Jepang dalam kerangka Perang Dunia II (Pemerintah pendudukan Jepang menyebut perang Asia Timur Raya), terdiri dari 12 Desa yakni :
1. Desa Sukosari                       7. Desa Kejuron
2. Desa Patihan                         8. Desa Klegen
3. Desa Oro Oro Ombo             9. Desa Nambangan Lor
4. Desa Kartoharjo                     10. Desa Nambangan Kidul
5. Desa Pangongangan             11. Desa Taman
6. Desa Madiun Lor                   12. Desa Pandean

Berdasar pada data dari masa awal pendudukan Jepang di Madiun itulah dapat diketahui bahwa masa hari jadi Pemerintahan Kota Madiun, Desa Daerah Kota Madiun ada 12 Desa. Burgemeester (Walikota) Kepala Pemerintahan Kota Madiun pada masa itu dijabat oleh asisten resident dalam jabatan rangkap berarti disamping menjabat sebagai residen merangkap Walikota.
Pemerintah Kota Madiun didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Juni 1918 berlanjut pada masa pendudukan Jepang Maret 1942, bersambung pada masa pemerintahan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, terselingi oleh Pemerintahan NICA (Nederlands Indies Civil Administration) 19 Desember 1948 s/d 29 Desember 1949 dan berakhir kembali kedalam pemerintahan Republik Indonesia sejak pengakuan kedaulatan Perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar) tanggal 27 Desember 1949 sampai sekarang.

Perkembangan Sepintas Kilas Kota Madiun
1. Susunan dan Perkembangan PemerintahanKedudukan Jepang
A.    Pemerintahan Sementara
Dengan penyerahan tanpa syarat oleh Letnan Jendral H. Terpoorten Panglima angkatan perang Hindia Belanda kepada tentara expedisi jepang di bawah Letnan Jendral Hithosi Imamura pada tanggal 8 Maret 1942 berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda dan dengan resmi ditegakan kekuasaan Kemaharajaan Jepang.
Setelah itu diterbitkan Osamu Seirei (UU) No. 1 Pasal 1 tanggal 7 Maret 1942 Isinya : Dai Nippon melangsungkan pemerintahan sementara di daerah-daerah yang ditempati (khususnya di Jawa Sumatra) terlihat pada UU itu pejabat Gubernur Jendral dihapus, berarti istilah wilayah Propinsi telah dihapus tingkat pemerintahan tetap berlaku.
B.    Pemerintahan di Daerah berdasarkan Struktur Pemerintahan Pendudukan
Menurut UU No. 27 tahun 1942 tentang aturan pemerintahan daerah dan UU No. 28 tahun 1942 tentang aturan pemerintah Syu (karesidenan) dan Tekubetsu Syi (Kotapraja = Istimewa) menyatakan bahwa UU No. 27 tahun 1942 itu mengatur perubahan tata pemerintahan berupa :
Pemerintahan          :                              Pemimpin    :
·         Syu             Residen                           - Syu Co                          Residen
·         Ken             Kabupaten                       - Ken Co                          Bupati
·         Syi              Kotapraja                         - Syi Co                           Walikota
·         Gun             Kawedanan                     - Gun Co                          Wedana
·         Sen             Kecamatan                      - Sen Co                          Camat
·         Ku               Desa                                - Ku Co                            Lurah
Jelas bahwa Gemeente Madiun tidak berubah atau dibubarkan atau dibentuk yang baru, hanya berubah dalam istilahnya yakni dahulu Stadagameente Madiun sekarang menjadi Syi = Kotapraja Madiun sebutan Walikota menjadi Syi Se Kan (=Kan menyebut orangnya)

2. Perkembangan Pemerintah Republik Indonesia
a. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
1.      Tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 berkumandang saentero dunia pernyataan Kemerdekaan Indonesia
2.      Tanggal 18 Agustus 1945 Jam 10.00 berkumandang saentero dunia bahwa telah berdiri Negara Merdeka Republik Indonesia. Alinea kedua ini yang berbunyi : … hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain … , muatan pemindahan kekuasaan berupa cita negara dan cita-cita hukum yakni : bentuk negara berdaulat dan bentuk hukum nasional, keduanya merupakan norma pertama.

Norma pertama atau norma dasar ini sebagai sumbernya segala aturan hukum lainnya, sehingga tidak mungkin dapat dicari dasar hukum lainnya, sehingga tidak mungkin dapat dicari dasar hukumnya yang berlaku sebelumnya. Timbulnya norma pertama membawa konsekwensi timbulnya negara yang baru dan hukum yang baru dan tidak mungkin akan timbul sebelumnya yakni tatanan pemerintah penjajah Belanda/Jepang.
Akibat dari itu nama Nederlands Indie berubah menjadi Negara Republik Indonesia. Semua perangkat di dalamnya tidak mengalami perubahan. Sesuai hal itu nama Madiun Syi kembali menjadi Kotapraja Madiun. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan berdirinya Negara Republik Indonesia. Terbitlah UU. No. 22 tahun 1948, isinya hanya melakukan perubahan-perubahan istilah, bukan pembentukan sesuatu yang baru, maka Madiun Syi menjadi Kotapraja Madiun yang dikepalai oleh seorang Walikota. Berdasarkan UU. No. 22 tahun 1948 itu dan berdasarkan Surat Keputusan no. 168 tahun 1948 demi pemerintahan daerah, maka perlu ada penataan wilayah daerah/kotapraja baik yang menjelaskan urusan phisik maupun finansial. Jelas hal itu bukan pembentukan Kotapraja baru.
b.  Pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa pembagian daerah-daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan UU. dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Pasal tersebut memuat beberapa azas antaranya pemencaran seluas-luasnya kekuasaan untuk mengurus rumah tangga sendiri (otonomi ) kepada daerah-daerah. Sistem pemerintahan daerah yang masih berlaku sekarang ini dibentuk menurut U.U No. 1 tahun 1957 jo. UU. No. 6 tahun 1959 tentang sistem desentralisasi.
Jenis daerah dapat dibedakan :
- Daerah Swantantra,
- Daerah Istimewa,
- Daerah Kotapraja.
Daerah-daerah tersebut mempunyai tingkatan :
- Daerah Tingkat I ( Kotapraja Jakarta/Propinsi )
- Daerah Tingkat II ( Kotapraja = Kota Besar )
- Daerah Tingkat III ( Kotapraja Kecil )
Menurut UU tersebut Kotapraja Madiun memenuhi selaku Daerah Tingkat II atau dengan sebutan Kota Besar.
Daerah Kotapraja sebenarnya tidak lain dari pada Daerah Swantantra biasa, hanya wilayahnya meliputi kota-kota saja yang merupakan kelompok kediaman penduduk sekurang-kurangnya sekitar 50.000 jiwa.
Untuk itu berdasarkan pada UU. No. 22 tahun 1948 dan berdasarkan pada Surat Keputusan no. 16 Tahun 1950 demi pemenuhan pemerintahan wilayah, maka Kotapraja Madiun mendapat tambahan dari delapan Desa yakni :
- Demangan                               – Josenan
- Kuncen (Desa Perdikan)         – Banjarejo
- Mojorejo                                   – Rejomulyo
- Winongo                                   – Manguharjo
Selanjutnya dengan berlakunya UU no. 1 tahun 1957 sebagai pengganti UU no. 22 tahun 1948, maka Kota Besar Madiun di ubah menjadi Kotapraja. Berdasarkan UU. No. 24 Tahun 1958 diadakan batas-batas wilayah sehingga Kotapraja Madiun memiliki 20 Desa/Kelurahan. Pelaksanaan perubahan tersebut terjadi pada tanggal : 21 – 5 – 1960.
c.  Berdasarkan pada UU. No. 18 Tahun 1965 sebagai pengganti UU. No. 1 tahun 1957, Kotapraja Madiun di ubah menjadi Kotamadya Madiun yang diperintah oleh Walikotamadya sebagai Kepala Daerah, selanjutnya sejak berlakunya UU. No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah pengganti UU. No. 18 tahun 1965 Kotamadya Daerah Tingkay II Madiun yang diperintah oleh seorang Walikota.
Pada tahun 1979 atas persetujuan DPRD Kotamadya Madiun diusulkan mendapat tambahan tujuh desa dari wilayah Kabupaten Madiun sehingga Kotamadya Madiun memiliki wilayah 27 Desa/Kelurahan. Dimana terhitung mulai tanggal 18 – 4 – 1983 wilayah Kotamanya Daerah Tingkat II Madiun yang semula terdiri atas 1 Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 135/1169/011/1983 tanggal : 19 – 1 – 1983 bertambah 7 Desa yang berasal dari Kabupaten Daerah Tingkat II Madiun yakni :
- Desa Ngegong
- Desa Sogaten
- Desa Tawangrejo
- Desa Kelun
- Desa Pilangbango
- Desa Kanigoro
- Desa Manisrejo
Sehingga luas wilayah Kotamadya Madiun atau Kotamadya Daerah Tingkat II Madiun menjadi 33.92 KM2 terdiri dari tiga kecamatan yakni, Kecamatan Taman, Kecamatan Manguharjo dan Kecamatan Kartoharjo dengan 20 Kelurahan dan 7 Desa. Masing-masing kecamatan membawahi wilayah 9 desa/kelurahan. Selanjutnya sejak berlakunya UU. No. 22 Tahun 1989 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU. No. 5 Tahun 1974 dan UU. No. 5 Tahun 1979, istilah Pemerintah Kotamdaya daerah Tingkat II Madiun berubah menjadi Pemerintah Kota Madiun, akibat dari itu berdasarkan Peraturan Daerah Kota Madiun No. 4 Tahun 2001 tambahan wilayah 7 desa terakhir berubah statusnya menjadi kelurahan.
Demikian perubahan dan perkembangan Gemeente Madioen terakhir menjadi Kota Madiun.
Bookmark and Share
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 23). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?

Ditulis Oleh : tri sulistyo ~ Kejahatan dan Kemuliaan berawal dari CINTA

Tri Sulistyo Sobat sedang membaca artikel tentang Babad MADIUN (bagian 23) ini dipublish pada hari 27 September 2012. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

Ingin artikel seperti Babad MADIUN (bagian 23) diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan :

0 Comments
Tweets
Komentar

Post a Comment

Lebih Bijak jika anda berkomentar..

DAFTAR ISI
Widget by Putra Q-Ae