VIVAnews - Kaum perempuan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir kian memberi kontribusi yang besar bagi naiknya pertumbuhan ekonomi di negeri ini. Namun, kesetaraan dalam karir, baik di sektor industri maupun politik, masih belum dinikmati oleh banyak perempuan di negeri ini.
Penilaian itu disampaikan oleh tim ahli dari Bank Dunia, yang menyusun laporan "World Development Report 2012 on Gender Equality and Development." Laporan Bank Dunia itu menyusun data dan mengidentifikasi sejauh mana pengaruh dan masalah yang dihadapi kaum perempuan dalam pembangunan ekonomi di penjuru dunia.
Dipimpin oleh ekonom senior, Sudhir Shetty, tim penyusun laporan Bank Dunia 2012 itu menilai bahwa, seperti di sejumlah negara lain, partisipasi kaum perempuan Indonesia dalam lapangan kerja dan pendidikan sudah meningkat pesat. Selain itu juga timbul kesadaran yang kuat dari kaum perempuan untuk menunjang kebutuhan hidup mereka secara mandiri dan kolektif - seperti yang terlihat pada program Pekka (Perempuan Kepala Keluarga).
Indonesia pun sudah memiliki perangkat hukum yang cukup lengkap dan kuat untuk menjamin kesetaraan gender. Namun, masalahnya ada pada penerapannya. "Fakta adanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga bagus, namun sudah jadi rahasia umum bahwa penegakan hukumnya yang masih terhambat."
Dalam rangka Hari Ibu, berikut wawancara VIVAnews dengan Sudhir Shetty dan Ana Maria Munoz Boudet, anggota tim penyusun laporan "World Development Report 2012 on Gender Equality and Development" saat mereka berkunjung ke Jakarta, 20 Desember 2011.
Bagaimana kesetaraan gender berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik? Bisakah Anda mencontohkan satu negara di kawasan ini yang mengalami pertumbuhan pesat seiring dengan dengan meningkatnya kesetaraan gender?Kesetaraan gender adalah faktor intrinsik dari tiap pembangunan, karena sudah terbukti kalau negara dengan kesetaraan gender yang bagus pembangunannya lebih cepat dan merata. Saya bisa saja memberi banyak contoh, namun dalam hal ini saya akan mencontohkan Vietnam saja.
Vietnam sudah banyak memberi akses air bersih dan sanitasi, yang telah menurunkan tingkat kematian bayi terutama bayi perempuan. Penurunan ini saja sudah memperkecil kesenjangan gender bayi yang lahir. Apabila tingkat kematian bayi menurun secara umum, itu contoh hasil pembangunan yang baik.
Lalu di Vietnam, dan China juga, telah terjadi penurunan angka kematian ibu melahirkan yang signifikan dan hal ini bisa menurunkan kesenjangan gender bayi-bayi yang dilahirkan. Ini merupakan contoh bagus pembangunan dan penurunan kesenjangan gender.
Para ekonom, politisi, dan pejabat belakangan ini memuji kinerja makroekonomi Indonesia di tengah menurunnya kondisi ekonomi global. Namun bagaimana dengan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi? Apakah perkembangannya sudah signifikan?Di Indonesia, seperti sejumlah negara lain di dunia, partisipasi perempuan dalam bursa tenaga kerja sudah meningkat pesat. Banyak perempuan yang bekerja di luar rumah sekarang.
Dalam hal pendidikan juga sama, di mana partisipasi perempuan dari SD hingga universitas juga mengalami peningkatan. Contohnya saja, dekade 1970an, hanya satu persen perempuan yang kuliah. Sekarang jumlah mahasiswi sudah lebih dari 25 persen dari total peserta pendidikan tinggi.
Namun tak bisa dipungkiri, banyak area lain yang kesenjangan gendernya masih besar, misalnya dalam hal pendapatan. Di Indonesia, setiap pendapatan US$1 untuk pria, misalnya, jumlah yang didapat perempuan yang menduduki posisi sama hanya sebesar 75 sen saja. Situasi ini bahkan juga masih terjadi di negara-negara maju.
Selain itu, partisipasi perempuan dalam parlemen juga masih mengalami kesenjangan. Hanya 18 persen anggota parlemen yang perempuan, dan hanya ada 4 perempuan yang menjadi menteri di kabinet. Sekali lagi, hal ini terjadi tak hanya di Indonesia, tapi di negara maju juga.
Banyak perusahaan cenderung lebih suka mempekerjakan perempuan daripada pria karena dalam beberapa hal dianggap lebih baik. Namun di sisi lain, perempuan juga sulit mencapai posisi lebih tinggi. Apakah menurut Anda hal ini termasuk mispersepsi kesetaraan gender di masyarakat?Masalah ini adalah masalah yang umum di seluruh dunia. Secara umum perempuan lebih diterima bekerja pada posisi junior, namun sulit bagi mereka untuk bisa meraih posisi yang lebih tinggi walaupun mampu.
Dipimpin oleh ekonom senior, Sudhir Shetty, tim penyusun laporan Bank Dunia 2012 itu menilai bahwa, seperti di sejumlah negara lain, partisipasi kaum perempuan Indonesia dalam lapangan kerja dan pendidikan sudah meningkat pesat. Selain itu juga timbul kesadaran yang kuat dari kaum perempuan untuk menunjang kebutuhan hidup mereka secara mandiri dan kolektif - seperti yang terlihat pada program Pekka (Perempuan Kepala Keluarga).
Indonesia pun sudah memiliki perangkat hukum yang cukup lengkap dan kuat untuk menjamin kesetaraan gender. Namun, masalahnya ada pada penerapannya. "Fakta adanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga bagus, namun sudah jadi rahasia umum bahwa penegakan hukumnya yang masih terhambat."
Dalam rangka Hari Ibu, berikut wawancara VIVAnews dengan Sudhir Shetty dan Ana Maria Munoz Boudet, anggota tim penyusun laporan "World Development Report 2012 on Gender Equality and Development" saat mereka berkunjung ke Jakarta, 20 Desember 2011.
Bagaimana kesetaraan gender berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik? Bisakah Anda mencontohkan satu negara di kawasan ini yang mengalami pertumbuhan pesat seiring dengan dengan meningkatnya kesetaraan gender?Kesetaraan gender adalah faktor intrinsik dari tiap pembangunan, karena sudah terbukti kalau negara dengan kesetaraan gender yang bagus pembangunannya lebih cepat dan merata. Saya bisa saja memberi banyak contoh, namun dalam hal ini saya akan mencontohkan Vietnam saja.
Vietnam sudah banyak memberi akses air bersih dan sanitasi, yang telah menurunkan tingkat kematian bayi terutama bayi perempuan. Penurunan ini saja sudah memperkecil kesenjangan gender bayi yang lahir. Apabila tingkat kematian bayi menurun secara umum, itu contoh hasil pembangunan yang baik.
Lalu di Vietnam, dan China juga, telah terjadi penurunan angka kematian ibu melahirkan yang signifikan dan hal ini bisa menurunkan kesenjangan gender bayi-bayi yang dilahirkan. Ini merupakan contoh bagus pembangunan dan penurunan kesenjangan gender.
Para ekonom, politisi, dan pejabat belakangan ini memuji kinerja makroekonomi Indonesia di tengah menurunnya kondisi ekonomi global. Namun bagaimana dengan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi? Apakah perkembangannya sudah signifikan?Di Indonesia, seperti sejumlah negara lain di dunia, partisipasi perempuan dalam bursa tenaga kerja sudah meningkat pesat. Banyak perempuan yang bekerja di luar rumah sekarang.
Dalam hal pendidikan juga sama, di mana partisipasi perempuan dari SD hingga universitas juga mengalami peningkatan. Contohnya saja, dekade 1970an, hanya satu persen perempuan yang kuliah. Sekarang jumlah mahasiswi sudah lebih dari 25 persen dari total peserta pendidikan tinggi.
Namun tak bisa dipungkiri, banyak area lain yang kesenjangan gendernya masih besar, misalnya dalam hal pendapatan. Di Indonesia, setiap pendapatan US$1 untuk pria, misalnya, jumlah yang didapat perempuan yang menduduki posisi sama hanya sebesar 75 sen saja. Situasi ini bahkan juga masih terjadi di negara-negara maju.
Selain itu, partisipasi perempuan dalam parlemen juga masih mengalami kesenjangan. Hanya 18 persen anggota parlemen yang perempuan, dan hanya ada 4 perempuan yang menjadi menteri di kabinet. Sekali lagi, hal ini terjadi tak hanya di Indonesia, tapi di negara maju juga.
Banyak perusahaan cenderung lebih suka mempekerjakan perempuan daripada pria karena dalam beberapa hal dianggap lebih baik. Namun di sisi lain, perempuan juga sulit mencapai posisi lebih tinggi. Apakah menurut Anda hal ini termasuk mispersepsi kesetaraan gender di masyarakat?Masalah ini adalah masalah yang umum di seluruh dunia. Secara umum perempuan lebih diterima bekerja pada posisi junior, namun sulit bagi mereka untuk bisa meraih posisi yang lebih tinggi walaupun mampu.
Sebabnya, karena masih banyak perusahaan besar yang memiliki persepsi bahwa perempuan kurang cocok memegang posisi tinggi. Mereka tak terbiasa dipimpin oleh seorang perempuan.
Selain itu, pembagian waktu juga menjadi faktor lain. Sebabnya, masih ada ekspektasi perempuan di samping berkarir untuk tetap mengurus keluarga dan orangtua, sehingga mereka tidak menjadi fleksibel lelaki. Dalam beberapa hal, perempuan juga memiliki limitasi yang tidak dimiliki pria.
Indonesia memiliki Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan beberapa peraturan berkenaan dengan kesetaraan gender. Bagaimana Anda menilai implementasi peraturan tersebut?Kami melihat Indonesia punya kerangka hukum yang kuat untuk masalah gender. Komitmen negara ini juga kuat, terbukti dengan ikutnya Indonesia meratifikasi konferensi Segal, yaitu konferensi yang mengurus ketidakadilan gender. Kami menilai, komitmen Indonesia dalam memperjuangkan kesetaraan gender sudah tinggi.
Namun seperti negara lain juga, tantangan terbesarnya adalah dalam hal implementasi. Fakta adanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga bagus, namun sudah jadi rahasia umum bahwa penegakan hukumnya yang masih terhambat.
Yang kami lihat dari seluruh dunia, walau ada kementerian sendiri, tapi yang jadi masalah ini adalah upaya untuk memastikan perjuangan kesetaraan gender.
Selain itu, pembagian waktu juga menjadi faktor lain. Sebabnya, masih ada ekspektasi perempuan di samping berkarir untuk tetap mengurus keluarga dan orangtua, sehingga mereka tidak menjadi fleksibel lelaki. Dalam beberapa hal, perempuan juga memiliki limitasi yang tidak dimiliki pria.
Indonesia memiliki Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan beberapa peraturan berkenaan dengan kesetaraan gender. Bagaimana Anda menilai implementasi peraturan tersebut?Kami melihat Indonesia punya kerangka hukum yang kuat untuk masalah gender. Komitmen negara ini juga kuat, terbukti dengan ikutnya Indonesia meratifikasi konferensi Segal, yaitu konferensi yang mengurus ketidakadilan gender. Kami menilai, komitmen Indonesia dalam memperjuangkan kesetaraan gender sudah tinggi.
Namun seperti negara lain juga, tantangan terbesarnya adalah dalam hal implementasi. Fakta adanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga bagus, namun sudah jadi rahasia umum bahwa penegakan hukumnya yang masih terhambat.
Yang kami lihat dari seluruh dunia, walau ada kementerian sendiri, tapi yang jadi masalah ini adalah upaya untuk memastikan perjuangan kesetaraan gender.
Harus ada kerjasama antar kementerian, semisal Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Keuangan. Antar kementerian ini perlu upaya mendukung kesetaraan gender.
Apakah Anda melihat kurangnya koordinasi antar departemen dalam menjamin kesetaraan gender di Indonesia?Bagi kami, kesetaraan gender penting sekali dipandang sebagai urusan bersama, tak hanya satu departemen saja. Walau banyak perubahan di satu sektor yang akan berpengaruh terhadap kesetaraan gender.
Contohnya bila ada perubahan dalam UU Ketenagakerjaan atau UU Warisan, maka hal itu bisa memberi kontribusi bagi penegakan kesetaraan gender. Tantangannya adalah koordinasi lintas departemen dan lintas kementerian.
Hal yang cukup menggembirakan, dua hari lalu Bank Dunia mengadakan konferensi bersama dengan Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) dan juga diikuti Bappenas dan Bappeda untuk membahas masalah itu. Jadi sudah seharusnya ada komunikasi lintas kementerian dan instansi dalam membahas ini.
Apakah menurut Anda di Indonesia masih ada peraturan, baik yang berskala lokal ataupun nasional, yang menghambat kesetaraan gender daripada memperjuangkannya?Kami tidak terlalu familiar dengan Indonesia karena kami meninjau masalah ini dari sudut pandang global, namun ada kantor kami di Indonesia yang bisa membantu.
Hal yang cukup menggembirakan, dua hari lalu Bank Dunia mengadakan konferensi bersama dengan Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) dan juga diikuti Bappenas dan Bappeda untuk membahas masalah itu. Jadi sudah seharusnya ada komunikasi lintas kementerian dan instansi dalam membahas ini.
Apakah menurut Anda di Indonesia masih ada peraturan, baik yang berskala lokal ataupun nasional, yang menghambat kesetaraan gender daripada memperjuangkannya?Kami tidak terlalu familiar dengan Indonesia karena kami meninjau masalah ini dari sudut pandang global, namun ada kantor kami di Indonesia yang bisa membantu.
Kerja kami ke depan selain dari konferensi adalah menilik kembali kebijakan apa yang menghalangi terwujudnya kesetaraan gender, kebijakan apa saja yang perlu ditanggapi dan membahas perbaikan apa saja yang perlu dilakukan untuk kesetaraan gender
Sudhir Shetty, Direktur Bank Dunia "World Development Report 2012 on Gender Equality and Development."
Bagaimana Anda memandang peranan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang turut memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia?Peranan LSM ini sangat besar karena mereka penting untuk menciptakan diskusi antar pemangku kepentingan. Kita semua tahu bahwa diskusi adalah langkah awal yang perlu dilakukan untuk membuat perubahan. Di sinilah peran LSM diperlukan untuk membawa kasus ini ke ‘atas’.
Di banyak negara, perjuangan gerakan kesetaraan gender justru dimulai dari LSM. Banyak juga yang mulai dari level masyarakat dan bukannya pemerintahan, karena pemerintah negara mereka tidak punya kapasitas yang diperlukan untuk bisa merangkul seluruh lapisan masyarakat.
Di banyak negara, perjuangan gerakan kesetaraan gender justru dimulai dari LSM. Banyak juga yang mulai dari level masyarakat dan bukannya pemerintahan, karena pemerintah negara mereka tidak punya kapasitas yang diperlukan untuk bisa merangkul seluruh lapisan masyarakat.
Untuk inilah diperlukan LSM, untuk bisa menjadi corong suara masyarakat. Mereka tidak sekadar membantu, tapi diperlukan.
Contohnya untuk kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Kasus ini banyak diangkat LSM untuk dimasukkan agenda politik karena para politisi tidak menganggapnya sebagai sebuah isu yang seksi. Mereka menganggap KDRT seharusnya diselesaikan dalam tataran rumah tangga dan bukannya politik.
Banyak juga LSM yang menjadi bagian instrumental dari pembentukan hukum yang melindungi. Mereka tidak hanya membantu dalam formulasi, namun juga menegakkannya, dan memastikan hukum telah ditegakkan. Bagian sulitnya adalah penegakan hukum, bukan pembentukannya. Di sinilah LSM berperan.
Apakah ada pelajaran yang bisa dipetik dari Indonesia dalam isu kesetaraan gender, yang bisa menjadi model bagi sesama negara berkembang?Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari Indonesia adalah bagaimana memanfaatkan peningkatan ekonomi di negaranya untuk memperbaiki kesetaraan gender.
Contohnya untuk kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Kasus ini banyak diangkat LSM untuk dimasukkan agenda politik karena para politisi tidak menganggapnya sebagai sebuah isu yang seksi. Mereka menganggap KDRT seharusnya diselesaikan dalam tataran rumah tangga dan bukannya politik.
Banyak juga LSM yang menjadi bagian instrumental dari pembentukan hukum yang melindungi. Mereka tidak hanya membantu dalam formulasi, namun juga menegakkannya, dan memastikan hukum telah ditegakkan. Bagian sulitnya adalah penegakan hukum, bukan pembentukannya. Di sinilah LSM berperan.
Apakah ada pelajaran yang bisa dipetik dari Indonesia dalam isu kesetaraan gender, yang bisa menjadi model bagi sesama negara berkembang?Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari Indonesia adalah bagaimana memanfaatkan peningkatan ekonomi di negaranya untuk memperbaiki kesetaraan gender.
Salah satu contoh nyata, bagaimana meningkatnya pertumbuhan ekonomi ini dapat mendorong pengadaan pendidikan untuk perempuan. Itu bisa jadi pembelajaran bagi negara-negara Afrika Sub Sahara.
Kami memiliki proyek mikro bernama Pekka (Perempuan Kepala Keluarga) yang digagas sejak tahun 2000 oleh Komnas Perempuan. Program ini dijalankan secara intensif sejak bencana tsunami di Aceh Desember 2004, dan awalnya ditujukan untuk pemberdayaan perempuan yang juga merangkap jadi kepala keluarga.
Kami memiliki proyek mikro bernama Pekka (Perempuan Kepala Keluarga) yang digagas sejak tahun 2000 oleh Komnas Perempuan. Program ini dijalankan secara intensif sejak bencana tsunami di Aceh Desember 2004, dan awalnya ditujukan untuk pemberdayaan perempuan yang juga merangkap jadi kepala keluarga.
Kebanyakan peserta Pekka adalah para janda yang ditinggal suaminya karena berbagai sebab.
Salah satu keunggulannya, para perempuan diberi pemberdayaan terhadap akses kepada keadilan dan hukum. Ini merupakan salah satu fokus bagi program Pekka.
Salah satu keunggulannya, para perempuan diberi pemberdayaan terhadap akses kepada keadilan dan hukum. Ini merupakan salah satu fokus bagi program Pekka.
Sudah rahasia umum, walau sudah ada perangkat hukumnya, tapi itu tidak berguna jika para perempuan tidak punya akses ke sana. Maka Pekka membantu mereka memperoleh akses itu. (eh)
Terima kasih Anda telah membaca "Perempuan di Indonesia Makin Berpengaruh". Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?