1. Dari segi sejarah, ibadah haji
seperti yang sekarang ini merupakan syariat yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, sebagai langkah memperbaharui dan menyambung ajaran Nabi
Allah Ibrahim as.
Ibadah haji mula diwajibkan ke atas umat Islam pada
tahun ke-6 Hijrah, mengikuti turunnya QS Al-Imran 97, artinya : “…..
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Pada tahun tersebut, Rasulullah SAW
bersama-sama lebih kurang 1500 orang berangkat ke Makkah untuk
menunaikan fardhu haji tetapi tidak dapat mengerjakannya karena
dihalangi oleh kaum kafir Quraisy sehingga melahirkan satu perjanjian
yang dinamakan Perjanjian Hudaibiah.
Perjanjian itu membuka jalan bagi perkembangan Islam di mana pada tahun
berikutnya ( tahun ke-7 Hijrah ), Rasulullah telah mengerjakan Umrah
bersama-sama 2000 orang umat Islam. Pada tahun ke-9 Hijrah, barulah
ibadah Haji dapat dikerjakan di mana Rasulullah SAW menyerahkan kepada
Saidina Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk memimpin 300 orang umat Islam
mengerjakan haji.
2. Rasulullah SAW mengerjakan haji
Nabi Muhammad SAW telah menunaikan fardhu haji sekali saja dan umroh 4 kali
semasa hayatnya. Haji itu dinamakan Hijjatul Wada/ Hijjatul Balagh/
Hijjatul Islam atau Hijjatuttamam Wal Kamal kerana selepas haji itu
tidak berapa lama kemudian beliau pun wafat. Beliau berangkat dari
Madinatul Munawwarah pada hari Sabtu, 25 Zulqo’dah tahun 10 Hijrah
bersama isteri dan sahabat-sahabatnya bersama kurang lebih 90,000 orang
Islam. Setelah menginap satu malam di Zulhulaifah, sekarang dikenali
dengan nama Bir Ali, 10 km dari Madinah, esoknya Nabi mengenakan pakaian
ihram diikuti seluruh anggota rombongan. Mereka berjalan bersama-sama
dengan pakaian putih yang sederhana, perlambang kesederhanaan dan
persamaan yang amat jelas.
Dengan seluruh kalbu Muhammad SAW
menengadahkan wajahnya kepada Tuhan sembari mengucapkan talbiyah sebagai
tanda syukur atas nikmat karunia-Nya diikuti kaum muslimin di
belakangnya: “Labbaik Allahumma Labbaik,Labbaika laa syarikka laka labbaik, Innal haamda wanni’mata laka wal mulk Laa syariika laka“, artinya : “Aku
datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, Aku datang memenuhi
panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Nya, Ya Allah aku penuhi
panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untuk-Mu
semata-mata.Segenap kerajaan untuk-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.Di
bawah sengatan matahari gurun, di padang pasir yang tidak dikenal
banyak umat, bergerak arus manusia dan kafilah menuju satu titik. Mereka
menyambut panggilan Nabi Ibrahim as beberapa abad silam. Tidak ada
peristiwa yang membedakan seseorang dengan lainnya. Tidak pula perbedaan
ras, bangsa atau warna kulit. Sesungguhnya, inilah pemandangan paling
indah tentang asas persamaan bahwa semua makhluk sama di depan Tuhan.
Yang membedakan, hanya kadar iman dan takwa seseorang. Mereka memenuhi
seruan Nabi untuk saling mengenal, merajut kasih sayang, keikhlasan hati
dan semangat ukhuwah islamiah. Dengan penuh kesabaran pula
mereka menanti tibanya Haji Akbar, dan rasa rindu bertemu Baitullah,
dengan jantung berdegup keras.
Pada tanggal 4 Dzulhijjah rombongan
masuk Makkah, selanjutnya Nabi menuju Ka’bah, melakukan thawaf dan
mencium Hajar Aswad. Sesudah tawaf, Nabi shalat dua rakaat di Maqam
Ibrahim, lalu mencium Hajar Aswad untuk kedua kalinya. Kemudian
menghadapkan wajahnya ke arah bukit Shafa, lalu lari-lari kecil antara
bukit Shafa dan bukit Marwah. Di situ dimaklumatkan barangsiapa yang
tidak membawa hadyu (ternak kurban untuk disembelih) hendaknya mengakhiri ihramnya (tahallul)
dan menjadikan ibadah itu sebagai umrah. Awalnya maklumat itu
dilaksanakan tanpa sepenuh hati. Nabi marah, sampai-sampai beliau
kembali ke kemahnya. “Bagaimana aku tidak marah, aku menyuruh mereka
melakukan sesuatu, tapi mereka tidak menaatiku,” jawab Nabi atas
pertanyaan Aisyah. Namun akhirnya seluruh rombongan menyesali
perbuatannya. Mereka segera ber-tahallul seperti yang dilakukan Fathimah putri Nabi, dan semua istrinya.
Hari ke-8 Zulhijjah yaitu Hari
Tarwiyah, beliau pergi ke Mina bersama rombongannya. Selama satu hari
melakukan shalat dan tinggal bersama kaumnya. Malamnya di saat sang
fajar menyembul setelah Shalat Subuh, dengan menunggang untanya
al-Qashwa’, tatkala matahari mulai tampak, beliau menuju Padang Arafah.
Dalam perjalanan yang diikuti ribuan muslim yang mengucapkan talbiyah
dan bertakbir, Nabi mendengarkan dan membiarkan mereka dalam
kekhusyu’an. Pada tanggal 09 Zulhijjah yang jatuh pada hari Jumaat,
Rasulullah SAW melakukan wukuf di Arafah. Ketika berada di perut wadi
di bilangan Urana, masih di atas unta, Nabi berdiri dan berkhutbah di
depan lebih 90.000 orang yang mengelilinginya. Itulah peristiwa
bersejarah yang dikenal dengan julukan “Al-Hijjatul Wada” atau “Haji Perpisahan’. Peristiwa yang begitu mengesankan dan indah, serta merupakan khulasha
(kesimpulan) ajaran Islam dan sunnahnya yang ia wariskan kepada
masyarakat Islam. Khutbah berlangsung di bawah panas matahari yang mampu
membakar ubun-ubun, dan didengarkan dengan khidmat. Kepada Umayyah bin
Rabi’ah bin Khalaf diminta mengulang keras setiap kalimat yang beliau
sampaikan, agar didengar di tempat yang jauh. Sore harinya, rombongan
Rasulullah SAW bergerak ke arah Muzdalifah untuk bermalam di sana.
Menjelang fajar, rombongan menuju ke Mina untuk melakukan pelemparan
jumroh kubro (Aqabah), menyembelih ternak kurban. Kemudian menuju
Baitullah untuk melaksanakan thawaf Ifadha’ dan kembali lagi ke Mina
untuk melanjutkan pelemparan jumroh.
Catatan : melempar jumrah berawal
dari mimpi Nabi Ibrahim as yang diperintah untuk menyembelih putranya
Ismail as, dimana pada awalnya beliau tidak percaya akan mimpi itu,
namun karena selalu datang berturut-turut, karena yakin akan kebenaran
mimpi itu Ibrahim as melaksanakan perintah itu dengan membawa Ismail as
melewati tiga tempat dimana beliau diganggu agar mengurungkan niatnya,
namun atas petunjuk Allah diketahui bahwa mereka yang mengganggu adalah
syetan, sampai Ibrahim as melempar batu di tiga tempat itu. Dalam
rangkaian ibadah haji dikenal dengan Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah.
Rasulullah SAW telah menyempurnakan
semua rukun dan wajib haji hingga tanggal 13 Zulhijjah. Dan pada tanggal
14 Zulhijjah, Rasulullah SAW berangkat meninggalkan Makkah
Al-Mukarramah kembali menuju Madinah Al-Munawwarah.
PERISTIWA PADA MASA HIJJATUL WADA’
Di masa wukuf terdapat beberapa
peristiwa penting yang bisa dijadikan pegangan dan panduan umat Islam
terhadap suatu masalah, di antaranya adalah :
a. Rasulullah SAW minum susu di atas
unta supaya dilihat oleh orang ramai bahwa pada hari Arafah itu beliau
tidak berpuasa, namun membolehkan umat Islam berpuasa sunat.
b. Seorang sahabat jatuh dari binatang
tunganggannya lalu mati, Rasulullah SAW menyuruh supaya mayat itu
dikafankan dengan 2 kain ihram dan tidak membenarkan kepalanya ditutup
atau diwangikan jasad dan kafannya. Sabda beliau pada ketika itu bahawa “Sahabat itu akan dibangkitkan pada hari kiamat di dalam keadaan berihram dan bertalbiyah“.
c. Rasulullah SAW menjawab pertanyaan seorang ahli Najdi : “Apakah Haji itu?”. Beliau menjawab, artinya : “Haji itu berhenti di Arafah“. Siapa tiba di Arafah sebelum naik fajar 10 Zulhijjah maka ia telah melaksanakan haji.
d. Turunnya ayat suci Al-Quranul Karim surat Al-Maaidah ayat 3 : “Al yauma akmaltu lakum diinakum, wa atmamtu ‘alaikum ni’matii, wa radhiitu lakumul islaama dinan …”, yang artinya : ”
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan aku telah ridha Islam itu menjadi
agamamu ….“. (Ayat ini turun ketika Rasulullah SAW masih berada di atas onta beliau di kaki Jabal Rahmah, suatu bukit di padang Arafah)
Terima kasih Anda telah membaca Sejarah Haji (2). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?