Untung Suropati
adalah pelarian dari Banten, karena telah menghancurkan Pasukan Kuffeler yang
akan menjemput Pangeran Purbaya untuk dibawa ke Benteng Tanjungpura. Untung Suropati
menjadi buronan utama Kompeni Belanda. Untung Suropati berlari ke Mataram,
sambil mengantar istri Pangeran Purbaya ”Gusik Kusuma” pulang ke Kartasura. Di
Kartasura Suropati di terima baik oleh Sri Susuhunan Amangkurat II.
Pebruari 1686 Kapten
Francois Tack terbunuh oleh Suropati di halaman istana Kartasura, ketika
tentara VOC akan menangkap Suropati. Karena takut pada VOC, Amangkurat II
merestui Suropati yang di bantu Patih Nerangkusuma (ayah Gusik Kusuma) pergi ke
timur untuk merebut Kabupaten Pasuruan (Bupati Anggajaya).
Dalam hal ini rakyat
Madiun mendukung Untung Surapati baik berupa harta-benda maupun bantuan
prajurit Madiun. Maka VOC mendapat hambatan yang serius ketika melakukan
pengejaran Pasukan Surapati ke timur melewati wilayah Madiun, dengan demikian
secara langsung Madiun ikut berperang melawan Kompeni Belanda. Banyak pemimpin
Madiun yang menjadi senopati perang melawan tentara VOC, diantaranya Sindurejo
(kemudian menetap di Ponorogo), Singoyudo kemudian menetap dan menjadi cikal bakal
Desa Candi, Bagi Kecamatan Sawahan. Pertempuran di Madiun banyak memakan korban
pihak tentara VOC yang pimpin Kapten Zaz.
Tahun 1703
sepeninggal Sri Susuhunan Amangkurat II, terjadi perang suksesi Jawa II
(1704-1708), yaitu perang perebutan kekuasaan Kartasura antara Amangkurat III
(Sunan Mas) dengan pamannya yaitu, Pangeran Puger. Pangeran Puger kemudian
pergi ke Semarang, beliau disana diangkat sebagai Susuhunan oleh para bangsawan
dan Pemerintah Belanda.
Bupati Madiun
Pangeran Tumenggung Balitar Tumapel wafat karena usia tua, putri sulungnya
Raden Ayu Puger menggantikan kedudukan Bupati Madiun, beliau juga membantu
mengirim prajurit-prajurit Madiun untuk membantu perjuangan Suropati. Tahun 11
September 1705 suami Bupati Madiun, Pangeran Puger memasuki istana Kartasura,
dinobatkan menjadi raja Mataram Kartasura dengan gelar Sri Susuhunan Paku
Buwono I, tentunya Raden Ayu Puger mengikuti suaminya bertahta di Kartasura,
sebagai penggantinya ditunjuklah saudaranya bernama Pangeran Harya Balitar
menjadi Bupati Madiun.
Pada saat itu perang
Surapati beralih ke timur, yaitu Pasuruan. Untung Surapati berhasil menduduki
tahta Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara. Untuk mengurangi
jatuhnya korban, Susuhunan Paku Buwono I memerintahkan Kabupaten Madiun untuk
menghentikan perlawanan. Namun sudah terlanjur banyak korban dari Madiun,
diantaranya Kyai Ronggo Pamagetan, Tumenggung Surobroto, dan Pangeran
Mangkunegara dari Caruban.
Tahun 1705 Pangeran
Sunan Mas (Amangkurat III) diusir dari istana Kartasura dan bergabung dengan
Untung Surapati di Pasuruan. Tahun 1706 terjadi pertempuran hebat di Bangil,
Benteng Untung Surapati dapat dihancurkan oleh prajurit gabungan, Untung
Surapati tewas tanggal 17 Oktober 1706. Peperangan masih dilanjutkan oleh putra
Suropati yaitu Raden Pengantin, Surapati dan Suradilaga yang di bantu prajurit
dari Bali sampai tahun 1708, akhirnya banyak melarikan diri dan bergabung
dengan Bupati Jayapuspita di Surabaya, sedangkan Amangkurat III tertangkap dan
di buang ke Srilangka.
Setelah perang
Suropati selesai, iring-iringan prajurit gabungan Kartasura dan VOC kembali
melalui Kertosono, Caruban, Madiun, Ponorogo, Kedawung dan sampai di Kartasura.
Setelah perang Trunojoyo dan Suropati, selama hampir 40 tahun keadaan Madiun
aman dan tentram, VOC tidak mau ikut campur urusan pemerintahan di Kabupaten
Madiun. Bupati yang berkuasa pada waktu itu adalah Pangeran Harya Balitar,
dilanjutkan Tumenggung Surowijoyo dan Pangeran Mangkudipuro hingga sampai masa
Palihan Nagari.
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 6). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?