Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah
seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa
Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota
Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit
desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian
dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari.
Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah
mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai
yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini.
Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya
jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga
didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), Bantengan, dan
lainnya. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan
berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini.
Alumni Pondok ini banyak yang menjadi orang
besar dan berjasa kepada bangsa Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi
kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll.
sebagai contoh adalah Susuhunan Paku
Buwono II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsito (wafat
1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto (wafat 17 Desember
1934).
Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan
tentang latar belakang Paku Buwono II nyantri di Pondok Tegalsari. Pada suatu
hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi
pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi (Sunan Kuning), seorang
Pangeran keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu
terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya.
Karena itu Paku Buwono II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam
meninggalkan Keraton menuju ke timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia
sampai di Desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran
pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buwono II berserah diri kepada
Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri
dari Kyai Wara` itu, dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakur dan
bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.
Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam
beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari,
Allah SWT mengabulkan doa Paku Buwono II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku
Buwono II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buwono II
mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim
ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari).
Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa
istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.
Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat,
beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau yang bernama Kyai Hasan Yahya.
Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang
kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup
dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain.
Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai
Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.
Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah,
terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya
Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja,
Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang
kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu
yang cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering
dipercaya menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan.
Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya
ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 20). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?