JEJAK KERAJAAN MEDANG KAHURIPAN DI MADIUN
Pada abad ke-8 M wilayah Madiun berada di bawah pemerintahan Mataram Kuno dengan penguasa Dinasti Sanjaya yang berpusat di sekitar Yogyakarta sekarang, karena konflik politik yang berkepanjangan maka pusat pemerintahan kerajaan Mataram Kuno berpindah beberapa kali dan sampai akhirnya pusat pemerintahan Mataram pada abad ke-10 pindah ke Jawa Timur yang kemudian disebut sebagai Kerajaan Medang.
Pada abad ke-8 M wilayah Madiun berada di bawah pemerintahan Mataram Kuno dengan penguasa Dinasti Sanjaya yang berpusat di sekitar Yogyakarta sekarang, karena konflik politik yang berkepanjangan maka pusat pemerintahan kerajaan Mataram Kuno berpindah beberapa kali dan sampai akhirnya pusat pemerintahan Mataram pada abad ke-10 pindah ke Jawa Timur yang kemudian disebut sebagai Kerajaan Medang.
Kerajaan Medang di
perintah oleh Dinasti Isyana sebagai penerus Dinasti Sanjaya dan Syailendra.
Raja Medang terakhir adalah Sri Maharaja Teguh Darmawangsa Anantawikrama
Tunggadewa. Wilayah kerajaan Medang bagian barat berbatasan langsung dengan
Kerajaan Wurawuri/Worawari yang pusat kerajaannya di Lwaram yaitu kemungkinan
di daerah Cepu Jawa Tengah (Mungkin sekarang Desa Ngloram, Cepu, Kab. Blora).
Hubungan Medang dan
Wurawari memanas sejak Kerajaan Wurawari berhubungan erat dengan Kerajaan
Sriwijaya untuk merebut selat Malaka sebagai jalur perdagangan. Perseteruan memuncak ketika Prabu Darmawangsa
mengirim pasukan untuk menduduki Malaka tahun 990-992 M. Dalam perseteruan
tersebut. Madiun punya arti penting, sungai Madiun dijadikan sebagai
lalu-lintas perdagangan dan militer. Winangga (Kelurahan Winongo) dijadikan
sebagai pelabuhan biduk.
Dalam bidang
pertanian Prabu Darmawangsa menuliskan Undang-Undang tentang Tata air pertanian
pada salah satu batu di Prasasti Sendang Kamal dengan Bahasa Kawi yang berisi
kutipan Kitab Shiwasana yaitu Kitab UU Hukum yang mengatur kehidupan bernegara
dan masyarakat menurut ajaran Hindhu Syiwaise yaitu kita harus taat Tri Darma
bhakti : Kita wajib berbakti pada Siwa, Negara dan masyarakat termasuk
keluarga. Pusat pemerintahan Prabu Darmawangsa berada di Wwatan, kemungkinan
Wwatan berada di wilayah Maospati Madiun atau daerah Ponorogo (desa Wotan),
belum ada bukti kepastian keberadaan dari Kerajaan ini.
Pada saat pesta
pernikahan putri Prabu Darmawangsa dengan Airlangga, tiba-tiba Kota Wwatan
diserang oleh pasukan Wurawari. Peristiwa ini tercatat dalam Prasasti Pucangan.
Prabu Darmawangsa Teguh tewas dan Airlangga berhasil melarikan diri ke Wonogiri
ditemani Mpu Narotama, setelah tiga tahun dalam pelarian Airlangga membangun kembali
Kerajaan Medang di Watan Mas (dekat Gunung Penanggungan). Airlangga naik tahta
untuk melanjutkan Wangsa Isyana di Jawa Timur tahun 1009 M.
Setelah melakukan
penaklukan-penaklukan semua daerah diantaranya Raja Hasin dari (?), Raja
Wisnuprabawa dari Wuratan, Raja Wijayawarma dari Wengker (Ponorogo), Raja
Panuda dari Lewa, Raja Putri dari Wilayah Tulungagung dan pada tahun 1032 Prabu
Airlangga menaklukan Raja Wurawari serta menumpas pemberontakan Wijayawarma
Raja Wengker. Wilayah kekuasaan Prabu Airlangga membentang dari Pasuruan Timur
sampai wilayah Madiun dan membangun istana baru di daerah Sidoarjo bernama
Kahuripan.
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 2). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?