Desentralisasi
Pemerintah Hindia Belanda yang berlangsung sejak awal abad XIX berjalan terus
termasuk pula pembentukan Pemerintah Kota Madiun terpisah dari Pemerintah
Kabupaten Madiun, ada beberapa hal sebagai pertimbangan pokok yang melandasi
berdirinya Pemerintah Kota Madiun.
1. Politik
Pada tahun 1911 didirikanlah Sarekat Islam di
Solo sebagai perkembangan bentuk baru dari Sarekat Dagang Islam yang lahir di
Kota Solo juga pada dekade pertama abad XIX. Para pendirinya tidak semata-mata
untuk mengadakan perlawanan terhadap orang -orang Cina tetapi untuk membuat
front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumiputera. Ini merupakan reaksi
terhadap krestenings politik (politik pengkristenan) dari kaum Zending,
perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan oleh pihak
ambtenar-ambtenar bumiputera dan eropa.
Berdasarkan Anggaran Dasar Sarikat Islam
bertujuan mengembangkan jiwa berdagang, memberi bantuan kepada anggota-anggota
yang menderita kesukaran, memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat
naiknya derajat bumiputera, menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang Islam,
maka Sarekat Islam tidak berisikan politik. Tetapi seluruh aksi perkumpulan itu
dapat dilihat, bahwa Sarikat Islam lain tidak melaksanakan suatu persetujuan
ketatanegaraan. Selalu diperjuangkan dengan gigih keadilan dan kebenaran
terhadap penindasan dan lain-lain keburukan bagi pihak pemerintah, dan disertai
oleh wartawan-wartawan Indonesia yang berani. Periode Sarikat Islam itu
dicanangkan oleh suatu kebangunan revolusioner dalam arti tindakan yang gagah
berani melawan pemerintah kolonial. Pemerintah Hindia Belanda, menghadapi
situasi yang demikian hidup dan mengandung unsur-unsur revolusioner, menempuh
jalan hati-hati. Gubernur Jendral Idenburg meminta nasehat dari para residen
untuk menetapkan kebijaksanaan politiknya. Hasilnya untuk sementara Sarikat
Islam tidak diijinkan berupa organisasi yang mempunyai pengurus besar dan hanya
diperbolehkan berdiri secara lokal. Tindakan ini bertujuan untuk mematahkan
Sarekat Islam menjadi pergerakan politik berskala nasional. Tetapi waulupun
demikian tetap terjalin adanya hubungan antar Sarekat Islam lokal lewat
pengurus masing-masing. Sarekat Islam mendapat perhatian ekstra oleh Pemerintah
Hindia Belanda, tentu saja mencakup Sarekat Islam di Madiun.
2. Sosial
Nama Madiun lahir pada tanggal 16 Nopember
1690, untuk menggantikan nama lama Purabaya. Madiun sebagai tempat dan pusat
pemerintahan daerah Kabupaten di bawah Bupati terus berkembang sebagaimana
umumnya kota-kota di pedalaman Jawa yang tumbuh dan berkembang pada Jaman
Madya. Pada Tahun 1830 Madiun dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda yang
sejak tahun itu pemerintah Hindia Belanda menjalankan culturstelsel yaitu
sistem tanam paksa di P. Jawa. Orang belanda mulai masuk di Madiun dan
jumlahnya semakin bertambah banyak terlebih setelah sistem tanam paksa dihapus
pada tahun 1970 diganti dengan tanaman bebas dan pengusaha bebas.
Orang kulit putih Belanda sebagai penguasa,
orang Timur Asing yaitu orang Cina dan Arab yang dapat dikatakan mempunyai
kedudukan kuat dalam percaturan ekonomi, bergerak di berbagai bidang usaha
terutama perdagangan dan produksi. Sedangkan pribumi sebagian besar merupakan
petani, sebagian lainnya pekerja pertukangan dan buruh. Kehidupan pribumi lebih
lemah ditambah perlakuan hukum ketatapemerintahan yang diskriminatif sangat
menyulitkan bagi pribumi untuk dapat maju. Pertambahan penduduk di madiun
sangat pesat pada hal dari segi ekonomi mereka lemah jauh dari kemakmuran dan
kesejahteraan, kehidupan yang makmur sejahtera tidak indentik dengan angka
kelahiran yang tinggi. Lapangan kerja yang pertumbuhannya tidak sebanding
dengan laju pertumbuhan penduduk pribumi, ditambah lagi kurangnya lahan
persawahan dikarenakan jatuh kedalam perjanjian sewa tanah bagi kepentingan
pengusaha pabrik gula untuk tanaman tebu, maka berdampak terjadinya imigrasi intern
oleh pribumi madiun ke daerah lain di pulau jawa, hal ini bisa dilihat dengan
dibukanya jalan kereta api yang menghubungkan Kalisat dan Banyuwangi pada tahun
1901 merupakan salah satu pendorong bagi migrasi dari Jawa Tengah ke ujung Jawa
sebelah Timur yang masih kosong. Sebagaimana dalam hal perkawinan terjadinya
asimilasi etnis antara tiga golongan masyarakat.
3. Budaya
Orang Belanda menganggap dirinya superior
terhadap orang tionghoa dan orang pribumi, demikian pula orang tionghoa
menganggap dirinya lebih unggul terhadap orang pribumi, namun demikian dalam
bidang budaya tidak sebarapa dalam pengaruh begitu terhadap budaya pribumi.
Dalam hal ini di Madiun tidak terasa pengaruhnya, gedung-gedung pemerintah
dengan pilar-pilar berbentuk bulat penyangga bagian atas bangunan bukan berasal
dari belanda melainkan adopsi dari seni bangunan romawi. Tiang dari bahan kayu
jati masih dijumpai pada Masjid Raya Baitul Hakim Madiun. Khusus untuk bangunan
air hasil arsitektur belanda terkenal mutunya sangat kokoh.
Sementara orang Tionghoa yang ikut-ikutan
bangsa belanda merasa super terhadap orang pribumi, hampir dipastikan bahwa
tiada pengaruh kebudayaan tionghoa bagi orang pribumi, pengaruh budaya mereka
adalah petasan dan kembang api, terus untuk pengembangannya terutama digunakan
untuk kepentingan upacara yaitu berupa mercon dan kembang api bukan untuk
persenjataan api, dapat pula ditambahkan budaya tionghoa yang ikut mewarisi
usaha kerajinan tembikar di Indonesia adalah barang porselin. Dalam Kontak
budaya antara orang tionghoa dan pribumi saling mempertahankan tradisi budaya
mereka masing-masing, mungkin lebih mengena kalau dikatakan saling menjaga
tradisi budaya mereka tanpa terjadinya proses akulturasi yang berarti.
Kalau di Madiun orang tionghoa beradaptasi
diri dengan lingkungan mayoritas komunitas pribumi dengan tujuan bahwa mereka
tidak merasa terasing lagi pula dari segi aspek-aspek kehidupan yang lain jelas
memberikan keuntungan. Demikian pembauran dapat dipastikan tidak dapat terjadi
baik pribumi maupun orang tionghoa nampak tetap menjaga kemurnian ras mereka
masing-masing andaikata terjadi jumlahnya sangat kecil dan itupun dikarenakan
alasan-alasan tertentu.
4. Ekonomi
Gubernur Jendral sebagai pucuk pimpinan
Pemerintah Hindia Belanda dalam pelaksanaan pemerintahan hanya bertugas sebagai
pelaksana belaka. Adapun garis besarnya pemerintahan ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat kerajaan Naderland. Salah satu tugas pemerintahan yang harus diemban
Gubernur Jendral adalah hal ekonomi. Pola Ekonomi pemerintah belanda adalah
pola ekonomi liberal yang telah digariskan pemerintah pusat kerajaan Naderland,
pada prinsipnya adalah pemberian kebebasan oleh pemerintah (penguasa) kepada
pelaku-pelaku ekonomi dalam usaha produksi sampai pemasaran didasarkan pada
peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam arti pemerintah
memberikan jaminan keamanan bagi para usahawan agar dapat berusaha secara
optimal.
Akhirnya tiba pada suatu kesimpulan bahwa proses desentralisasi pemerintahan dengan dibentuknya pemerintahan kota beserta dengan dewan kota nampak bahwa ada kepentingan kuat dari pemerintah hindia belanda untuk memantapkan bahkan tidak mustahil untuk mempertahankan lestari berkuasa dan menguasai indonesia. Pembentukan Pemerintahan Kota beserta dengan Dewan Kota Madiun di dalam Staatsblad Van Nederlandsch-Indie (Lembaran Negara Hindia Belanda) No. 326 tanggal 20 Juni 1918 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda atas nama Ratu Kerajaan Belanda. lembaran negara ini terdiri dari 7 pasal :
Pasal 1
Menunjuk pasal 8
Lembaran Negara No. 137 tanggal 22 Pebruari 1907 bahwa Ibukota Madiun mempunyai
wewenang mengatur kebutuhannya sendiri (yang sebelumnya diatur oleh penguasa
lain) termasuk mengurus jalan negara di lingkungan kerja Kota Madiun
Pasal 2
Menunjuk ayat 1 pasal
68 a Peraturan kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda menetapkan :
2.1. Daerah Madiun dengan Ibukota Madiun
2.2. Daerah Madiun dengan Ibukota Madiun disebut
Kotapraja Madiun
Pasal 3
Anggaran belanja
Kotapraja Madiun ditetapkan tersendiri dari keuangan umum berjumlah f.28.175,-
(dua puluh delapan ribu seratus tujuh puluh lima gulden)
Pasal 4
4.1. Perkerataapian dan Taram diatur oleh Dinas
tersendiri di luar terpisah dari Kotapraja Madiun, keuangan umum Hindia Belanda
tidak mengatur terhadap kebutuhan
4.1.1. Perawatan,
perbaikan, pembaharuan dan pelaksanaan pelbagai pekerjaan tentang kendaraan
umum, termasuk pekerjaan seperti penanaman lereng, pengerjaan tanggul, tepi
jalan dengan batu dan kayu, pintu air, parit dan sumur, dinding pangkalan, juga
pekerjaan yang penting lainnya seperti lapangan, taman, memperpanjang got-got
penting pada umumnya.
4.1.2. Penyiraman
tanaman dan tepi jalan, mengangkat sampah di sepanjang jalan oleh kendaraan
terbuka, jalan-jalan dan taman
4.1.3. Penerangan jalan
4.1.4. Penanggulangan kebakaran
4.1.5. Tempat Pemakaman umum dengan pengertian bahwa
biaya untuk pelaksanaan kerja yang diluar kebiasaan akan diberikan bantuan
keuangan oleh Negara
4.2. Dalam kejadian yang istimewa dapat dengan
permohonan yang mendapat persetujuan Dewan Kotapraja, pekerjaan dilakukan oleh
Negara
Pasal 5
5.1 Pemeliharaan yang mengurus apa yang disebut
dan dimaksud pasal 4 berada didalam wilayah Kotapraja Madiun diserahkan kepada
Kotapraja Madiun terlepas dari kepemilikannya, demikian juga desa-desa diluar
Kotapraja Madiun seperti Desa Mangunharjo dan Desa Sambirejo yang terletak di
tepi kiri sungai Madiun tetap dikuasai oleh daerah-daerah pemukiman orang cina
dan termasuk pemeliharaan oleh Negara adalah puithis, dengan kewajiban
penghuninya untuk menjaga dan mengembalikan dalam keadaan baik apabila terjadi
pengrusakan Kotapraja mengawasi tanpa hak kepemilikan atasnmya
5.2. Jembatan dan saluran air yang terletak
dibatas kotapraja berdasar pasal 5.1. diatas, yang penting yang terletak di
dalam Kotapraja
5.3. Gubernur Jendral membebaskan Kotapraja dari
kewajiban yang berada dalam pasal 5.1. tentang saluran air yang ditentukan
untuk dibebas tugaskan
Pasal 6
6.1. Untuk Kotapraja Madiun didirikan suatu dewan
yang disebut dengan nama Dewan
Perwakilan Daerah Kotapraja Madiun.
Perwakilan Daerah Kotapraja Madiun.
6.2. Anggota Dewan berjumlah 13 orang, dengan
susunan :
1. 8 (delapan) orang Eropa atau orang lain
diluar Eropa yang disamakan kedudukannya
2. 4 (empat) orang pribumi
3. 1 (satu) orang timur asing
Komposisi keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah
Kotapraja Madiun yang terdiri dari 8 (delapan) orang anggota eropa atau orang
lain yang disamakan kedudukannya, 4 orang pribumi dan 1 orang timur asing, oleh
karena musyawarah dewan dalam mengambil keputusan berdasar peranggota bukan
pergolongan, tetap dewan dikuasai oleh orang belanda.
6.3. Kepala Pemerintah Kotapraja Madiun adalah
Ketua Dewan.
Pasal 7
7.1. Kecuali menentukan mengenai hal itu dalam
peraturan kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda, Surat Keputusan
Desentralisasi dan Peraturan Dewan Daerah, berisi lingkungan kerja Kotapraja
Madiun pada pasal 5, pengawasan yang dimaksud termasuk kebutuhan pemeliharaan
yang diuraikan dalam pasal 4, sejauh mana hal itu tidak harus dibayar oleh
Kotapraja Pribumi atau lainnya
7.2. Kecuali pemenuhan janji terhadap pemerintah
dan penguasa lain, dewan mempunyai wewenang mengatur kebutuhan Kotapraja Madiun
7.3. Keragu-raguan atau perbedaan tentang batas
kewenangan tugas pemerintah dari Kotapraja Madiun, dari penguasa lain dan dari
Kotapraja Pribumi diputuskan oleh Gubernur Jendral.
Demikian bahwa
staatshlad Van Nederlandsch Indie No. 327 tahun 1918 tanggal 20 Juni tentang
anggaran tahun pertama. Berdasar data primer pada staatsblad Van Nederlandsch
Indie, tahun 1918 No. 326 tanggal 20 Juni dan STVNI tahun 1918 N0. 327 tanggal
2o Juni ditunjang data skunder yang bersifat literer, dapat disimpulkan bahwa
Pemerintah Kotapraja Madiun berdiri pada :
Tanggal 20 Juni 1918,
pada saat itu desa-desa mana yang ditetapkan menjadi derah Pemerintahan Kota
Madiun tidak tercantum dalam Staatsblad No. 326 tahun 1918 tanggal 20 Juni,
Staatblad hanya menyebut dua Desa yaitu Desa Mangunharjo dan Desa Sambirejo yang
terletak disebelah kiri sungai Madiun dalam status bukan Desa Daerah Kota
Madiun, suatu bentuk pengesahan bahwa kedua Desa tersebut diatas berada dalam
wewenang lain di luar Kota Madiun.
Pada Bulan Maret 1942
Kota Madiun diduduki oleh pasukan Jepang dalam kerangka Perang Dunia II
(Pemerintah pendudukan Jepang menyebut perang Asia Timur Raya), terdiri dari 12
Desa yakni :
1. Desa Sukosari 7.
Desa Kejuron
2. Desa Patihan 8.
Desa Klegen
3. Desa Oro Oro Ombo 9.
Desa Nambangan Lor
4. Desa Kartoharjo 10.
Desa Nambangan Kidul
5. Desa Pangongangan 11.
Desa Taman
6. Desa Madiun Lor 12.
Desa Pandean
Berdasar pada data
dari masa awal pendudukan Jepang di Madiun itulah dapat diketahui bahwa masa
hari jadi Pemerintahan Kota Madiun, Desa Daerah Kota Madiun ada 12 Desa.
Burgemeester (Walikota) Kepala Pemerintahan Kota Madiun pada masa itu dijabat
oleh asisten resident dalam jabatan rangkap berarti disamping menjabat sebagai
residen merangkap Walikota.
Pemerintah Kota
Madiun didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Juni 1918
berlanjut pada masa pendudukan Jepang Maret 1942, bersambung pada masa
pemerintahan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, terselingi oleh Pemerintahan
NICA (Nederlands Indies Civil Administration) 19 Desember 1948 s/d 29 Desember
1949 dan berakhir kembali kedalam pemerintahan Republik Indonesia sejak
pengakuan kedaulatan Perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar) tanggal 27
Desember 1949 sampai sekarang.
Perkembangan Sepintas Kilas Kota Madiun
1. Susunan dan Perkembangan PemerintahanKedudukan Jepang
A. Pemerintahan Sementara
Dengan penyerahan
tanpa syarat oleh Letnan Jendral H. Terpoorten Panglima angkatan perang Hindia
Belanda kepada tentara expedisi jepang di bawah Letnan Jendral Hithosi Imamura
pada tanggal 8 Maret 1942 berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda dan dengan
resmi ditegakan kekuasaan Kemaharajaan Jepang.
Setelah itu
diterbitkan Osamu Seirei (UU) No. 1 Pasal 1 tanggal 7 Maret 1942 Isinya : Dai
Nippon melangsungkan pemerintahan sementara di daerah-daerah yang ditempati
(khususnya di Jawa Sumatra) terlihat pada UU itu pejabat Gubernur Jendral
dihapus, berarti istilah wilayah Propinsi telah dihapus tingkat pemerintahan
tetap berlaku.
B. Pemerintahan di Daerah berdasarkan Struktur
Pemerintahan Pendudukan
Menurut UU No. 27
tahun 1942 tentang aturan pemerintahan daerah dan UU No. 28 tahun 1942 tentang
aturan pemerintah Syu (karesidenan) dan Tekubetsu Syi (Kotapraja = Istimewa)
menyatakan bahwa UU No. 27 tahun 1942 itu mengatur perubahan tata pemerintahan
berupa :
Pemerintahan :
Pemimpin :
·
Syu Residen - Syu Co Residen
·
Ken Kabupaten - Ken Co Bupati
·
Syi Kotapraja - Syi Co Walikota
·
Gun Kawedanan - Gun Co Wedana
·
Sen Kecamatan - Sen Co Camat
·
Ku
Desa - Ku Co Lurah
Jelas bahwa Gemeente Madiun tidak berubah
atau dibubarkan atau dibentuk yang baru, hanya berubah dalam istilahnya yakni
dahulu Stadagameente Madiun sekarang menjadi Syi = Kotapraja Madiun sebutan
Walikota menjadi Syi Se Kan (=Kan menyebut orangnya)
2. Perkembangan Pemerintah Republik Indonesia
a. Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
1. Tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00
berkumandang saentero dunia pernyataan Kemerdekaan Indonesia
2. Tanggal 18 Agustus 1945 Jam 10.00
berkumandang saentero dunia bahwa telah berdiri Negara Merdeka Republik
Indonesia. Alinea kedua ini yang berbunyi : … hal-hal mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain … , muatan pemindahan kekuasaan berupa cita negara dan
cita-cita hukum yakni : bentuk negara berdaulat dan bentuk hukum nasional,
keduanya merupakan norma pertama.
Norma pertama atau norma dasar ini sebagai sumbernya segala aturan hukum lainnya, sehingga tidak mungkin dapat dicari dasar hukum lainnya, sehingga tidak mungkin dapat dicari dasar hukumnya yang berlaku sebelumnya. Timbulnya norma pertama membawa konsekwensi timbulnya negara yang baru dan hukum yang baru dan tidak mungkin akan timbul sebelumnya yakni tatanan pemerintah penjajah Belanda/Jepang.
Akibat dari itu nama Nederlands Indie berubah menjadi Negara Republik Indonesia. Semua perangkat di dalamnya tidak mengalami perubahan. Sesuai hal itu nama Madiun Syi kembali menjadi Kotapraja Madiun. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan berdirinya Negara Republik Indonesia. Terbitlah UU. No. 22 tahun 1948, isinya hanya melakukan perubahan-perubahan istilah, bukan pembentukan sesuatu yang baru, maka Madiun Syi menjadi Kotapraja Madiun yang dikepalai oleh seorang Walikota. Berdasarkan UU. No. 22 tahun 1948 itu dan berdasarkan Surat Keputusan no. 168 tahun 1948 demi pemerintahan daerah, maka perlu ada penataan wilayah daerah/kotapraja baik yang menjelaskan urusan phisik maupun finansial. Jelas hal itu bukan pembentukan Kotapraja baru.
b. Pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa pembagian
daerah-daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan UU. dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam
daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Pasal tersebut memuat beberapa azas antaranya
pemencaran seluas-luasnya kekuasaan untuk mengurus rumah tangga sendiri (otonomi
) kepada daerah-daerah. Sistem pemerintahan daerah yang masih berlaku sekarang
ini dibentuk menurut U.U No. 1 tahun 1957 jo. UU. No. 6 tahun 1959 tentang
sistem desentralisasi.
Jenis daerah dapat dibedakan :
- Daerah Swantantra,
- Daerah Istimewa,
- Daerah Kotapraja.
Daerah-daerah tersebut mempunyai tingkatan :
- Daerah Tingkat I (
Kotapraja Jakarta/Propinsi )
- Daerah Tingkat II (
Kotapraja = Kota Besar )
- Daerah Tingkat III
( Kotapraja Kecil )
Menurut UU tersebut Kotapraja Madiun memenuhi
selaku Daerah Tingkat II atau dengan sebutan Kota Besar.
Daerah Kotapraja sebenarnya tidak lain dari
pada Daerah Swantantra biasa, hanya wilayahnya meliputi kota-kota saja yang
merupakan kelompok kediaman penduduk sekurang-kurangnya sekitar 50.000 jiwa.
Untuk itu berdasarkan pada UU. No. 22 tahun
1948 dan berdasarkan pada Surat Keputusan no. 16 Tahun 1950 demi pemenuhan
pemerintahan wilayah, maka Kotapraja Madiun mendapat tambahan dari delapan Desa
yakni :
-
Demangan –
Josenan
- Kuncen
(Desa Perdikan) – Banjarejo
-
Mojorejo –
Rejomulyo
-
Winongo –
Manguharjo
Selanjutnya dengan berlakunya UU no. 1 tahun
1957 sebagai pengganti UU no. 22 tahun 1948, maka Kota Besar Madiun di ubah
menjadi Kotapraja. Berdasarkan UU. No. 24 Tahun 1958 diadakan batas-batas
wilayah sehingga Kotapraja Madiun memiliki 20 Desa/Kelurahan. Pelaksanaan
perubahan tersebut terjadi pada tanggal : 21 – 5 – 1960.
c. Berdasarkan pada UU. No. 18 Tahun 1965 sebagai
pengganti UU. No. 1 tahun 1957, Kotapraja Madiun di ubah menjadi Kotamadya
Madiun yang diperintah oleh Walikotamadya sebagai Kepala Daerah, selanjutnya
sejak berlakunya UU. No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah
pengganti UU. No. 18 tahun 1965 Kotamadya Daerah Tingkay II Madiun yang
diperintah oleh seorang Walikota.
Pada tahun 1979 atas persetujuan DPRD Kotamadya Madiun diusulkan mendapat tambahan tujuh desa dari wilayah Kabupaten Madiun sehingga Kotamadya Madiun memiliki wilayah 27 Desa/Kelurahan. Dimana terhitung mulai tanggal 18 – 4 – 1983 wilayah Kotamanya Daerah Tingkat II Madiun yang semula terdiri atas 1 Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 135/1169/011/1983 tanggal : 19 – 1 – 1983 bertambah 7 Desa yang berasal dari Kabupaten Daerah Tingkat II Madiun yakni :
Pada tahun 1979 atas persetujuan DPRD Kotamadya Madiun diusulkan mendapat tambahan tujuh desa dari wilayah Kabupaten Madiun sehingga Kotamadya Madiun memiliki wilayah 27 Desa/Kelurahan. Dimana terhitung mulai tanggal 18 – 4 – 1983 wilayah Kotamanya Daerah Tingkat II Madiun yang semula terdiri atas 1 Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 135/1169/011/1983 tanggal : 19 – 1 – 1983 bertambah 7 Desa yang berasal dari Kabupaten Daerah Tingkat II Madiun yakni :
- Desa Ngegong
- Desa Sogaten
- Desa Tawangrejo
- Desa Kelun
- Desa Pilangbango
- Desa Kanigoro
- Desa Manisrejo
Sehingga luas wilayah
Kotamadya Madiun atau Kotamadya Daerah Tingkat II Madiun menjadi 33.92 KM2
terdiri dari tiga kecamatan yakni, Kecamatan Taman, Kecamatan Manguharjo dan
Kecamatan Kartoharjo dengan 20 Kelurahan dan 7 Desa. Masing-masing kecamatan
membawahi wilayah 9 desa/kelurahan. Selanjutnya sejak berlakunya UU. No. 22
Tahun 1989 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU. No. 5 Tahun 1974
dan UU. No. 5 Tahun 1979, istilah Pemerintah Kotamdaya daerah Tingkat II Madiun
berubah menjadi Pemerintah Kota Madiun, akibat dari itu berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Madiun No. 4 Tahun 2001 tambahan wilayah 7 desa terakhir berubah
statusnya menjadi kelurahan.
Demikian perubahan
dan perkembangan Gemeente Madioen terakhir menjadi Kota Madiun.
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 23). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?