Situs Perdikan Sewulan adalah cagar budaya
peninggalan kerajaan Mataram yang masih tersisa hingga sekarang. Meski sudah
berumur hampir tiga abad, arsitektur kuno yang terpajang masih kokoh berdiri.
Gapura besar berwarna putih berdiri kokoh. Ornamen kaligrafi menghiasi setiap
bagian dari gapura itu. Di bagian paling atas tertulis Masjid Agung Sewulan.
Dan di kanan kirinya diberi corak bunga berjajar.
Situs Sewulan sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat Madiun. Apalagi, tempat ini merupakan salah satu cagar budaya
peninggalan kerajaan Mataram yang tersisa. Pembangunannya pada tahun 1714 oleh
Kiai Ageng Basyariyah. Beliau dulu adalah seorang Kiai pimpinan Pesantren dan
juga sebagai penyebar Agama Islam di wilayah tersebut.
Nama sewulan berasal dari kata sewu wuwul
(seribu hektar) berdasarkn cerita, pendiri Desa Sewulan bernama Bagus Harun,
seorang santri dari Tegalsari, Ponorogo. Pada waktu pemerintahan Susuhunan Paku
Buwono II, yang memerintah mulai tahun 1727-1749, terjadi pemberontakan
Tionghwa (geger pecinan), tahun 1741 terjadi peperangan hebat di kraton
Kartosuro, Susuhunan minta bantuan pada kyai Besari di Tegalsari, oleh Kyai
Besari di kirim seorang santri, yaitu Bagus Harun. Karena Bagus Harun mampu
menyelesaikan tugas, dan pemberontakan bisa dipadamkan, Bagus Harun di beri
hadiah tanah sewu wuwul (1000 ha) yang dipilihnya sendiri, seterusnya disebut
Sewulan.
Sekitar tahun 1742, Desa Sewulan mendapat
kemerdekaan penuh dari Kasunanan Kartosuro, kepala Perdikan adalah seorang Kyai
dan berkuasa turun-temurun, hingga tahun 1962, para Kyai Sewulan, yaitu :
1. Ki Bagus Harun atau Kyai Achmad Basyariah,
2. Kyai Mahdum,
3. Kyai Mustaram I,
4. Kyai Mustaram II,
5. Kyai Wirjogulomo, dan
6. Kyai Muhammad Ichwan,
Setelah itu Sewulan menjadi Desa Biasa. Ciri
khas kekaryaan Desa Sewulan adalah pengrajin Barang dari Besi atau Pande,
pelopornya bernama Nitikromo dari Jogjakarta dan Nuryo yang asli dari sewulan.
Yang amat menarik ialah adanya empu yang bernama Mohamad Slamet, beliau masih
keturunan Empu Suro dari Demak.
Pada masa pemerintahan Belanda, Sewulan tetap
berstatus Desa Perdikan, karena Belanda menghargai pejuang yang berasal dari
Sewulan, yaitu: Panglima Perang Mancanegara timur ”Surodilogo” waktu Perang
Diponegoro.
Desa Sewulan ini juga menjadi kenangan
Almarhum Kyai Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika masih kecil. Gus Dur merupakan
salah satu keturunan kedelapan Kiai Ageng Basyariyah. Jadi di Sewulan inilah,
tempat bermain tokoh yang pernah menjadi Presiden RI itu, sebelum akhirnya
hijrah ke Jombang. Selain Gus Dur, Menteri Agama Maftuh Basyuni juga tercatat
sebagai keturunan Kiai Ageng Basyariyah.
Terima kasih Anda telah membaca Babad MADIUN (bagian 17). Mungkin Anda tertarik ingin membaca artikel ©Kejahatan dan Kemuliaan yang lainya?